KATADATA ? Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengaku telah membuat surat keputusan resmi mengenai pembagian hak pengelolaan Blok Mahakam. Surat keputusan tersebut dapat menjadi dasar yang kuat bagi PT Pertamina (Persero) untuk memulai proses pengambilalihan mayoritas hak pengelolaan blok migas itu dari tangan Total E&P Indonesie.
Kepala Biro Hukum Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Susyanto mengatakan Pertamina sudah mendapatkan legalitas untuk mengelola Blok Mahakam setelah kontraknya habis pada tahun 2017. Dengan adanya keputusan menteri mengenai pengalihan pengelolaan Blok Mahakam kepada Pertamina, maka proses selanjutnya adalah penandatanganan kontrak baru.
"Sudah ada keputusan Menteri ESDM. Tinggal nanti kontrak yang ditandatangani para pemegang saham dengan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Hulu Migas," ujar ketika dihubungi Katadata, Kamis (6/8).
(Baca: Pemerintah Dorong Penyelesaian Blok Migas Tak Seperti Blok Mahakam)
Namun, dia tidak bisa menyebutkan seperti apa bentuk keputusan tersebut. Begitu juga dengan nomor suratnya. Yang jelas, hal ini diharapkan dapat menjawab tuntutan dari serikat pekerja Pertamina yang meminta kejelasan status hukum pengelolaan blok migas di Kalimantan Timur ini.
Hari Kamis ini, Serikat Pekerja Pertamina menyampaikan tuntutannya dengan menggelar aksi unjuk rasa ke Kementerian ESDM dan Istana Negara. Presiden Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu, Eko Wahyu Laksmono, mengklaim aksi ini diikuti oleh sekitar 900 orang dari serikat pekerja Pertamina. Serikat pekerja Badan Usaha Milik Negara (BUMN) lain, seperti PT Perusahaan Listrik Negara dan PT Perusahaan Gas Negara Tbk, turut serta dalam aksi tersebut.
Eko mengatakan aksi ini menuntut lima hal kepada pemerintah. Salah satunya perihal kejelasan status hukum bahwa pemerintah telah memutuskan hak pengelolaan Blok Mahakam kepada Pertamina. Menurut dia, pemerintah memang sudah menyatakan pengelolaan Blok Mahakam beralih ke Pertamina dari Total E&P dan Inpex Corporation. Pertamina dan pemerintah daerah mendapat 70 persen, sedangkan Total dan Inpex dapat 30 persen. Namun, sampai saat ini belum ada suatu bentuk keputusan yang tegas mengenai hal tersebut.
"Segera formalkan pernyataan pengelolaan wilayah kerja Mahakam pasca 2017 kepada Pertamina menjadi suatu produk hukum yang jelas, mengikat dan dapat dipertanggungjawabkan," kata dia di Kantor Pusat Pertamina, Jakarta, Kamis (6/8).
Selain meminta kejelasan produk hukum mengenai pengelolaan Blok Mahakam, serikat pekerja juga menyerukan perlu dilakukan valuasi detail oleh pihak ketiga yang independen dan kredibel. Ini untuk mengetahui seberapa besar aset sesungguhnya yang ada di dalam wilayah kerja Mahakam, baik dalam bentuk cadangan migas maupun aset lainnya.
Sebelum valuasi aset tersebut selesai, dia minta pemerintah tidak melakukan share down atau pembagian saham wilayah kerja Mahakam. "Kalau belum jelas, sudah ditetapkan itu kan akal-akalan. Dasarnya 30 persen itu apa, kan harus valuasi dulu," ujarnya.
Serikat pekerja juga meminta pemerintah menyuruh Pertamina untuk memastikan kesiapan dalam pengelolaan Blok Mahakam, dengan menyusun rencana kerja dan anggaran atau work program and budgeting (wpnb). Bersama Total dan Inpex, Pertamina juga dituntut memanfaatkan waktu yang tersisa sampai 31 Desember 2017 untuk merampungkan proses pengalihan mayoritas hak pengelolaan Blok Mahakam.
"Diharapkan Jokowi dapat mempertimbangkan menghitung dan mengakomodasi tuntutan ini guna menghindari gerakan kekecewaan yang lebih mendalam lagi dari sebagian rakyat yang sudah mulai terbangun kesadarannya akan pentingnya suatu kedaulatan energi nasional," ujar dia.