KATADATA ? Pemerintah menderita kerugian gara-gara terhentinya proses produksi minyak dan gas bumi (migas) PT Chevron Pacific Indonesia di Riau. Hingga 31 Mei lalu, kerugian akibat kehilangan produksi migas ini termasuk komponen cost recovery, seperti pengeluaran biaya tunggu rig dan biaya tunggu proyek, mencapai US$ 68 juta atau setara dengan Rp 904,4 miliar. Nilai kerugian pemerintah bakal terus bertambah besar karena hingga kini Chevron belum mengantongi izin operasi.
Sejak tahun lalu, Chevron menghentikan operasi pada tiga area produksi migas di Riau, yaitu Minas-Siak, Bekasap-Rokan, dan Duri. Pasalnya, proses izin operasi di tiga area itu terkendala oleh penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). Adapun Pemerintah Provinsi Riau belum menyusun RTRW baru karena terkendala penahahan Gubernur Riau Annas Maamun oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada tahun lalu. Padahal, RTRW menjadi dasar Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLH dan Kehutanan) untuk melakukan Analisa Dampak Lingkungan (Amdal) sehingga Chevron dapat memperoleh izin operasi.
Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) mendukung Chevron untuk segera mengantongi izin operasi. Wakil Kepala SKK M.I. Zikrullah mengatakan Chevron layak mendapatkan izin tersebut karena sudah beroperasi lama di Riau. "Kami mendukung Chevron. Kami melihat (masalah) proses administrasi saja," kata dia kepada Katadata di Jakarta, Rabu (29/7).
Ia mengungkapkan, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Sofyan Djalil telah mengirim surat kepada Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, serta Menteri Agraria dan Tata Ruang untuk menyelesaikan permasalahan tersebut. Dalam surat bertanggal 14 Januari 2015 yang salinannya dimiliki Katadata itu memang Menteri LH dan Kehutanan diminta menyelesaikan proses persetujuan adendum Amdal Chevron. Sedangkan Menteri Agraria dan Tata Ruang diharapkan mendorong Pemprov Riau agar segera menetapkan Perda RTRW. Dua kementerian itu didesak menyelesaikan masalah tersebut paling lama tiga bulan.
Namun, hingga kini persoalan tersebut belum juga diselesaikan. Menko Perekonomian juga sudah menggelar rapat koordinasi terbatas untuk membahas masalah tersebut, yang turut dihadiri oleh Pelaksana tugas Gubernur Riau Arsyadjuliandi Rachman, pada 10 Juli lalu. ?Arahannya keberadaan mereka (Chevron) jauh lebih lama. Jadi masalah waktu saja (mengeluarkan izin), " kata Zikrullah.
Saat ditemui Katadata di Jakarta, hari ini, Presiden Direktur Chevron Pacific Indonesia Albert Simanjuntak masih enggan berkomentar mengenai persoalan tersebut.