Pemerintah resmi melarang mudik Lebaran mulai Jumat (24/3) untuk mencegah penularan virus corona di masyaraat. Namun, seiring penetapan kebijakan tersebut, pemerintah juga diminta mampu memenuhi kebutuhan dasar serta keperluan hidup masyarakat.
"Kalau melarang mudik, pemerintah harus memenuhi hak masyarakat. Misalnya, ada masyarakat yang memelihara sapi jadi tidak terurusi," kata Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Asfinawati dalam sebuah diskusi daring, Selasa (21/4).
Menurutnya, larangan mudik tidak berbeda dengan karantina wilayah yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan. Adapun, Pasal 55 Ayat (1) menyebutkan selama dalam karantina wilayah, kebutuhan hidup dasar orang dan makanan hewan ternak yang berada di wilayah karantina menjadi tanggung jawab pemerintah pusat.
(Baca: Larangan Mudik untuk Wilayah Jabodetabek, PSBB dan Zona Merah)
Ia pun menilai, sikap pemerintah yang tidak ingin menerapkan karantina wilayah, namun melarang mudik sebagai upaya tarik menarik terhadap penghitungan ongkos ekonomi. Sebab, penerapan karantina wilayah harus diikuti dengan pemenuhan pangan masyarakat.
Oleh karena itu, ia meminta pemerintah untuk mempertimbangkan kelompok rentan dan miskin, korban Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), dan UMKM yang terdampak kebijakan pembatasan sosial skala besar (PSBB) wabah corona. Ia mencontohkan, penata rias sudah tidak bisa bekerja hingga ustadz yang tidak bisa beraktivitas.
"Ini banyak sekali postur kemiskinan. Orang tidak punya uang tidak bisa memenuhi kebutuhan pangannya akan sangat berubah" ujar dia.
Asfinawati juga mengatakan, pemerintah perlu menjamin kehidupan penduduk yang tidak memiliki rumah lantaran digusur. Akibatnya, kelompok masyarakat tersebut tidak bisa mengikuti imbauan untuk tetap di rumah.
Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Kebijakan Fiskal Dan Makroekonomi Masyita Crystallin mengatakan, pemerintah belum membicarakan untuk meningkatkan jaminan sosial. Namun, jaring pengaman sosial yang diberikan oleh pemerintah akan terus disesuaikan dengan perkembangan corona.
"Setiap hari, perbaikan kebijakan terus dilakukan," kata dia.
Sebagai contoh, pemerintah telah menambah anggaran dana kartu sembako dari Rp 150 ribu menjadi Rp 200 ribu per keluarga. Keputusan tersebut merupakan respons dari kebijakan jaga jarak sosial. "Jadi ada fleksibilitas anggaran," ujarnya.
(Baca: Pemerintah Kaji Larangan Mudik Lebaran, Ini Rencana Pengaturannya)
Presiden Joko Widodo (Jokowi) resmi melarang masyarakat untuk mudik pada Lebaran tahun ini. Langkah tersebut dilakukan untuk mengantisipasi penyebaran virus corona Covid-19 lebih luas lagi ke berbagai daerah di Indonesia.
"Pada rapat hari ini, saya ingin menyampaikan juga mudik semuanya akan kami larang," kata Jokowi saat membuka rapat terbatas melalui video conference dari Istana Merdeka, Selasa (21/4).
Menurut Jokowi, larangan ini diputuskan dengan pertimbangan masih banyak masyarakat yang ingin mudik.
Berdasarkan survei Kementerian Perhubungan, masih ada 24% warga yang bersikeras mudik. Sebanyak 7% telah melakukan mudik. Sedangkan, 68% sisanya memastikan tidak akan melakukan mudik pada Ramadan dan Lebaran 2020.
"Artinya masih ada angka sangat besar 24% lagi (masyarakat yang akan mudik)," kata Jokowi.
Sedangkan berdasarkan hasil Survei Katadata Insight Center (KIC) tentang perilaku mudik terhadap 2.437 responden di 34 provinsi menunjukkan mayoritas responden (63%) tidak akan mudik pada perayaan Idul Fitri tahun ini. Namun, ada 12% yang menyatakan ingin mudik, 21% belum mengambil keputusan dan 4% lainnya lebih dahulu pulang kampung.