Kementerian Perhubungan telah menerbitkan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 25 Tahun 2020 tentang Pengendalian Transportasi Selama Musim Mudik Idul Fitri 1441 H dalam rangka Pencegahan Penyebaran Covid-19.
Terbitnya aturan tersebut menandai dimulainya larangan perjalanan mudik sejak Jumat (24/4) hingga 31 Mei 2020. Larangan mudik berlaku untuk kawasan megapolitan Jabodetabek dan wilayah lain yang menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) atau yang termasuk dalam zona merah Covid-19.
Juru Bicara Kementerian Perhubungan Adita Irawati mengatakan, Permenhub tersebut mengatur pembatasan sementara penggunaan sarana transportasi untuk kegiatan mudik pada masa lebaran tahun 2020. Menurut pasal 3 Permenhub, pembatasan antara lain berlaku bagi sarana transportasi darat, kereta api, laut, dan udara.
(Baca: Polisi Sekat Lokasi di Jabodetabek Demi Cegah Mudik, Ini Daftarnya)
Bagaimanapun, menurut isi Permenhub, pengawasan pembatasan kendaraan ternyata hanya diberlakukan bagi sarana transportasi darat dan laut. Sebab, PT Kereta Api Indonesiatelah menghentikan sementara layanan kereta api. Begitu juga maskapai penerbangan telah menutup sementara rute mudik yang ‘diharamkan’ oleh regulator.
Lantas bagaimana rinciannya?
Untuk sarana transportasi darat, pengawasan dilakukan dalam bentuk pengaturan lalu lintas. Pasal 7 ayat 1 huruf A Permenhub nomor 25 tahun 2020 menjelaskan, pengawasan kendaraan bermotor dijalankan Kepolisian Republik Indonesia dengan dibantu Tentara Nasional Indonesia (TNI).
Sementara untuk pengawasan kapal angkutan penyeberangan sungai dan danau, menurut pasal 7 ayat 1 huruf B Permenhub, akan dilakukan oleh Balai Pengelola Transportasi Darat atau Unit Penyelenggara Pelabuhan.
(Baca: Pelni Setop Penjualan Tiket Penumpang Karena Pelarangan Mudik Lebaran)
Namun, ketika terjadi perubahan kondisi lalu lintas secara tiba-tiba, kepolisian diperbolehkan untuk melakukan perubahan sesuai situasi. Ketentuan ini dijelaskan dalam pasal 7 ayat 4 Permenhub.
Ada pun untuk sarana transportasi laut, menurut pasal 15 ayat 1 Permenhub, pengawasan akan dilaksanakan oleh syahbandar pelabuhan dan gugus tugas penanganan Covid-19 yang ditugaskan pelabuhan setempat.
Pengadaan Check Point
Selain pengawasan, Permenhub tersebut juga mengatur perihal check point. Menurut pasal 7 ayat 2 dan pasal 15 ayat 2 dari Permenhub, check point disesuaikan dengan lokasi pos koordinasi yang dibangun oleh pihak berwenang selama melangsungkan pengawasan.
(Baca: Garuda Tetap Layani Penerbangan Domestik Meski Mudik Lebaran Dilarang)
Lokasi pos koordinasi yang ditetapkan juga berbeda berdasarkan jenis sarana transportasinya. Untuk sarana transportasi laut, chek point berada di akses utama keluar dan masuk pada terminal penumpang di pelabuhan. Ketentuan ini termaktub dalam pasal 15 ayat 3 dari Permenhub.
Ada pun untuk sarana transportasi perjalanan darat, check point tersebar di banyak titik, antara lain akses utama keluar dan masuk jalan tol dan jalan non-tol; terminal angkutan penumpang; pelabuhan penyeberangan; dan pelabuhan sungai dan danau. Ketentuan ini dijelaskan dalam pasal 7 ayat 3 dari Permenhub.
Pemberian Sanksi
Selain itu, pengawasan juga dilakukan dalam bentuk pemberian sanksi. Pada 14 April hinga 7 Mei, kepolisian hanya memberikan peringatan sanksi ringan. Sementara sanksi yang sesungguhnya baru akan efektif diberlakukan antara 8 Mei hingga 31 Mei mendatang.
Sanksi untuk sarana transportasi darat diatur dalam pasal 6 dari Permenhub. Sanksi ringan yang diberikan yakni berupa imbauan kepada pelanggar untuk kembali ke wilayah asal perjalanan.
(Baca: Permenhub Larangan Mudik, Beda Durasi untuk Mobil, Kereta, dan Pesawat)
Sedangkan sanksi berat disesuaikan dengan peraturan yang berlaku, dalam hal ini adalah Undang-undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan. Dalam hal ini, mereka yang melanggar larangan mudik dapat dedenda hingga Rp 100 juta dan dipenjara hingga 1 tahun.
Ada pun sanksi untuk sarana transportasi laut, diatur dalam pasal 18 dari Permenhub. Sanksi ringan yang diberikan yakni dalam bentuk peringatan tertulis. Sedangkan sanksi berat dikenakan secara administratif, mulai dari tidak mendapatkan pelayanan di pelabuhan, sampai dengan pencabutan Surat Izin Usaha Perusahaan Angkutan Laut (SIUPAL).
Reporter: Nobertus Mario Baskoro