Badan Pusat Statistik alias BPS baru saja merilis data ketenagakerjaan terkini. Tingkat pengangguran berada di bawah 5% pada Februari 2020 atau terendah sejak era 1990-an. Namun, keadaan telah berubah drastis seiring banyaknya orang yang kehilangan pekerjaan atau usahanya terhenti seiring pembatasan sosial mulai Maret 2020.
BPS mencatat, jumlah pengangguran terbuka mencapai 6,68 juta orang pada Februari 2020. Ini artinya, tingkat pengangguran 4,8% dari total angkatan kerja yang sebanyak 137,91 juta orang. Lantas, berapa besar persentase ini akan melambung tahun ini?
Kamar Dagang Industri (Kadin) Indonesia memperkirakan jumlah pengangguran telah bertambah puluhan juta, jauh di atas data pemerintah yang sebanyak 2-3 juta orang. Hal itu disampaikan Wakil Ketua Kadin Bidang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) Suryani Motik. Perkiraan tersebut mengacu pada banyaknya hotel yang tutup hingga UMKM yang terpukul.
(Baca: Indonesia dalam Pusaran Gelombang Angka Kemiskinan Dunia)
Sebelumnya, Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah memang pernah menyinggung bahwa tambahan jumlah pengangguran pasti lebih besar dari data yang dimiliki kementeriannya. Ini lantaran banyaknya pekerja yang terkena PHK dan dirumahkan, namun tidak teridentifikasi.
Atau, laporannya berada di kementerian lain yakni Kementerian Koperasi dan UKM, serta Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif. Jika ditotal, Ida memperkirakan angka pekerja yang terkena PHK dan dirumahkan di sektor informal jauh lebih banyak ketimbang di sektor formal.
Berikut porsi pekerja di sektor formal dan informal berdasarkan data BPS:
Bila mengacu pada data ketenagakerjaan pada Februari 2015-2020, jumlah angkatan kerja naik rata-rata 1,7 juta dalam setahun. Dengan asumsi ini, bila pengangguran bertambah 10 juta orang saja tahun ini sehingga menjadi 16,68 juta orang, sedangkan jumlah angkatan kerja bertambah 1,7 juta orang menjadi 139,6 juta orang, maka tingkat pengangguran menjadi hampir 12%.
Ini artinya, tingkat pengangguran di masa pandemi ini bisa menjadi yang tertinggi dalam sejarah, bila mengacu pada data historis ketenagakerjaan BPS. Tingkat pengangguran di atas 10% terakhir kali terjadi pada 2006 atau 14 tahun lalu. Ketika itu, tingkat pengangguran mencapai puncaknya setelah terus menanjak sejak krisis keuangan Asia 1998. Tingkat pengangguran berbalik mengalami tren turun mulai 2007.
Sektor yang Terdampak Paling Parah
Organisasi Perburuhan Internasional atau ILO memperkirakan sebanyak 1,25 miliar orang di seluruh dunia bekerja di sektor yang terdampak parah oleh corona dan dibayangi risiko PHK. Sektor-sektor tersebut termasuk akomodasi dan jasa makanan; perdagangan retail dan besar, termasuk jasa reparasi kendaraan; manufaktur; dan properti atau real estate.
(Baca juga: Munculnya 10 Peluang Bisnis Baru dari Hidup "Normal" di Masa Pandemi)
Secara khusus, di Asia dan Pasifik, jumlah tenaga kerja di sektor yang terdampak paling parah ini mencapai 37,9%. Berikut rincian porsinya di berbagai kawasan:
Meski begitu, ILO menyatakan tak peduli di mana pun atau sektor apa, krisis akibat pandemi corona berdampak dramatis terhadap dunia kerja. Respons kebijakan perlu berfokus pada penyediaan bantuan segera kepada pekerja dan usaha guna melindungi keberlangsungan hidup dan beragam bisnis yang prospektif.
Respons kebijakan ini diperlukan terutama di sektor yang terpukul paling parah dan negara berkembang. “Dengan begitu memastikan adanya kondisi yang kuat dan pemulihan dengan lapangan kerja yang banyak ketika pandemi berada dalam kendali,” demikian tertulis dalam laporan ILO bertajuk Covid-19 and The World of Work yang dirilis awal April lalu.