KPK Longgarkan Aturan Pengadaan Barang agar Penyaluran Bansos Cepat

Ajeng Dinar Ulfiana|KATADATA
Ilustrasi, Gedung KPK di Jakarta
9/5/2020, 15.04 WIB

Pemerintah tengah berupaya mempercepat penyaluran bantuan sosial (bansos) di tengah pandemi corona. Untuk mendukung langkah ini, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memberi kelonggaran kesalahan administrasi terkait pengadaan barang yang bersifat darurat.

Deputi Pencegahan KPK Pahala Nainggolan menyadari, beberapa pemerintah daerah (pemda) kesulitan mengurus administrasi selama pandemi virus corona. Salah satu penyebabnya, keterbatasan data.

“Kalau salah secara administrasi, jangan pidana. Pidana itu cirinya kerugian negara dan ada niat jahat," kata Pahala saat video conference, Sabtu (9/5).

KPK pun sudah mengeluarkan surat edaran, yang isinya pengadaan barang boleh dilakukan tanpa melalui tender dalam kondisi darurat, termasuk pandemi Covid-19,. "Kami berikan kelonggaran kalau salah administrasi. Kami juga beri rambu," ujarnya.

(Baca: Ganjar Pranowo & Bima Arya Akui Dana Bansos & Covid-19 Rentan Korupsi)

Meski diberi keringanan, pengadaan barang tetap diawasi oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BKPP) dan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP).

Selain itu, KPK akan berfokus pada pengawasan dana bansos yang nilainya sekitar Rp 500 triliun secara nasional. "KPK tidak mau karena korupsi, terjadi perlambatan penyaluran bansos," kata dia.

Walikota Bogor Bima Arya menambahkan, kesalahan administrasi memang membuat Organisasi Perangkat Daerah (OPD) ragu-ragu dalam pengadaan barang. Padahal, situasinya memaksa pemda untuk bergerak cepat.

Ia mencontohkan, OPD di Pemkot Bogor saling lempar tanggung jawab terkait pengadaan barang, karena khawatir korupsi. "Saya sepakat kesalahan administrasi ini ditoleransi sementara," ujar Bima.

(Baca: Bansos Mengalir Kencang Jelang Pilpres, Pengawasan Perlu Diperketat)

Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo mengatakan, pengadaan barang saat pandemi memang rawan dikorupsi. Instansinya pun kerap mendapat tawaran dari para penyuplai alat kesehatan. 

“Ada yang menawarkan masker, alat pelindung diri (APD), lalu pindah ke rapid test. Pintu masuk dari orang dagang ini lemah," kata dia. Alhasil, ia beberapa kali membatalkan pengadaan barang untuk alat kesehatan karena ingin memastikan tidak ada celah korupsi.

Apalagi, pemerintah melalui Perppu Nomor 1 tahun 2020 menganggarkan Rp 405 triliun untuk penanggulangan corona. Dari total tersebut, Rp 110 triliun digunakan untuk mendanai program jaring perlindungan sosial. Di antaranya program kartu prakerja, program keluarga harapan (PKH), kartu sembako, dan diskon tarif listrik bersubsidi.

(Baca: KPK Minta Kemensos Awasi Ketat Penyaluran Bansos)

Reporter: Fahmi Ahmad Burhan