Dua pekan ke depan menjadi momen krusial untuk ibu kota. Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menyebut rentang waktu itu menjadi kunci yang menentukan apakah kurva kasus positif virus corona di wilayahnya naik atau turun.
Bila dalam dua minggu ini warga tetap disiplin, termasuk tetap menjaga jarak dan menghindari kerumunan, maka dipastikan kurvanya melandai. “Maka Jakarta berhasil mengendalikan pegerakan Covid-19,” katanya dalam siaran langsung di kanal media sosial Pemprov DKI Jakarta, Selasa (19/5).
Mulai 22 Mei sampai 4 Juni 2020 merupakan periode ketiga pembatasan sosial berskala besar atau PSBB di Jakarta. “Ini bisa jadi PSBB penghabisan, jika kita disiplin,” ucap Anies.
Ia meminta setiap warga tidak hanya menaati aturan jaga jarak di siang hari, namun sore dan malam hari juga. Pengendalian infeksi virus yang menyerang saluran pernapasan ini menjadi penting agar setiap masyarakat bisa beraktivitas normal.
(Baca: Gandeng Peneliti, Menristek Optimistis RI Bisa Hadapi Era 'New Normal')
Apalagi, Presiden Joko Widodo telah mengatakan kondisi tatanan new normal di tengah pandemi corona merupakan keniscayaan yang harus dihadapi semua orang. Pemerintah akan mengatur agar kehidupan baru itu tetap mengutamakan keselamatan masyarakat.
Hidup berdampingan dengan Covid-19, menurut dia, bukan berarti menyerah. Masyarakat dapat mengedepankan protokol kesehatan dalam beraktivitas sehari-hari. “Kebutuhan kita sudah pasti berubah untuk mengatasi risiko wabah ini,” kata Jokowi.
Pemerintah juga terus mengevaluasi pergerakan kurva kasus pasien positif virus corona. Keputusan akhirnya akan menjadi dasar waktu pelaksanaan masyarakat kembali produktif dan memulai new normal.
(Baca: Ragam Skenario New Normal Disiapkan, dari BUMN hingga Pengelola Mal)
Apakah Kurva Kasus Positif di Jakarta Telah Turun?
Anies mengatakan angka reproduksi penularan virus corona di Jakarta telah turun jika dibandingkan pada Maret lalu. Angkanya saat ini adalah 1,1. Artinya, 1 orang dapat menularkan 1 orang. Sekitar dua bulan lalu reproduction number di 4 alias 1 orang menularkan empat orang.
“Idealnya angka tersebut di bawah satu atau tidak ada lagi penularan,” katanya dalam konferensi pers yang dapat dilihat pada akun Youtube resmi Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
Penurunan itu tak lepas dari peran warga Jakarta. Ketika pembatasan sosial mulai berlangsung pada pertengahan Maret, sebanyak 60% masyarakat disiplin tetap berada di rumah. Kondisi ini langsung membuat angka kasus positif menurun.
(Baca: Risiko New Normal dan Berdamai dengan Corona ala Jokowi)
Tapi masuk Ramadan, warga mulai beraktivitas keluar rumah pada sore dan malam hari. Angkanya kembali naik. Karena itu, dalam dua pekan ini akan menjadi waktu yang menentukan apakah kurva Covid-19 di Jakarta telah melandai atau belum.
Grafik Databoks berikut ini menampilkan pergerakan kasus virus corona di ibu kota selama penerapan PSBB. Dalam satu pekan memang terjadi penurunan jumlah kasus positif pada 5 Mei (169 kasus baru) sampai 7 Mei (66 kasus baru). Namun, sehari berikutnya angka itu naik menjadi 126 kasus baru.
(Baca: Anies Harap Fase Terakhir, PSBB Jakarta Diperpanjang Hingga 4 Juni)
Secara nasional, kasus positif Covid-19 di Indonesia terus bertambah. Kurvanya pun terlihat masih naik ke atas. Per 19 Mei 2020, total kasusnya mencapai 18.496 orang, dengan 4.467 pasien dinyatakan sembuh dan 1.221 orang meninggal dunia.
Apakah Indonesia Sudah Siap Masuki New Normal?
Untuk memasuki new normal, pemerintah perlu persiapan protokol kesehatan ketat. Ahli racun dari Rumah Sakit Penyakit Infeksi (RSPI) Sulianti Saroso Dokter Tri Maharani mengatakan tidak ada yang bisa memastikan kapan pandemi berakhir karena vaksinnya belum tersedia. “Lebih baik fokus menyiapkan diri dalam peperangan jangka panjang,” ujarnya.
Pemerintah juga perlu menerapkan sanksi tegas kepada pihak yang melanggar protokol kesehatan. Lalu, dibutuhkan terobosan dan inovasi agar masyarakat bisa tetap beraktivitas di saat pandemi.
(Baca: Riwayat Perjalanan Virus Corona Sampai ke Indonesia)
Ekonom senior Institute for Development of Economic and Finance (Indef) Faisal Basri mengatakan kebijakan pelonggaran pembatasan sosial bisa efektif jika kasus baru harian dan jumlah kematian harian turun konsisten dalam satu hingga dua minggu.
"Tapi kemarin angka kematian naik lagi jadi 55 kasus. Jadi angka new cases kita fluktuatif," katanya pada Senin lalu.
Kasus aktif yang harus jadi hitungan pemerintah yakni angka kumulatif kasus COVID-19 dikurangi angka kematian dan angka pasien sembuh. Jika tren kasus aktif turun, pelonggaran bisa dilakukan.
Pelonggaran pun tetap harus dilakukan dengan hati-hati agar tidak mengulangi kejadian di Iran. Negara itu melonggarakan pembatasan sosial saat kasus aktif mulai menurun. Sayangnya, tak lama setelah itu kasus positif kembali meningkat.
(Baca: Ragam 'New Normal' Industri Film Pasca-Pandemi Corona)