Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta telah menetapkan tahun ajaran baru sekolah pada 13 Juli 2020. Hal ini tertuang dalam Surat Keputusan Kepala Dinas Pendidikan Nomor 467 tahun 2020 tentnag Kalender Pendidikan Tahun Pelajaran 2020/2021.
Kebijakan ini berlaku untuk pendidikan di semua tingkatan. Mulai dari pendidikan anak usia dini sampai sekolah menengah atas. Tahun ajaran ini pun telah diputuskan akan berakhir pada 25 Juni 2021. Namun, bisa berubah apabila Kemendikbud mengeluarkan kebijakan lain dengan mempertimbangkan kondisi covid-19.
Akan tetapi, Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta belum akan membuka sekolah. Menurut Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta, Nahdiana pembukaan sekolah akan dilakukan setelah kondisi telah dinyatakan aman dari covid-19 dan dengan tetap memperhatikan protokol kesehatan.
Pemprov DKI Jakarta telah menerapkan metode belajar di rumah selama lebih kurang 3 bulan terhitung sejak 14 Maret 2020. Ujian nasional bagi SMA/SMK pun ditunda. Langkah ini dilakukan guna memutus mata rantai penyebaran virus corona dan mencegah peserta didik menjadi korban.
(Baca: Disdik DKI Jakarta: 13 Juli Tahun Ajaran Baru, Bukan Pembukaan Sekolah)
Sementara itu, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyarankan sekolah menjadi yang terakhir di buka di era new normal atau kenormalan baru. Hal ini demi memprioritaskan keselamatan anak-anak dari virus corona. Terlebih secara psikologis kemampuan anak untuk memahami pandemi covid-19 masih terbatas tapi risiko tertular sama besarnya dengan orang dewasa.
“Prinsip yang utama adalah keselamatan anak menjadi prioritas,” kata Wakil Ketua KPAI Rita Pranawati, kepada Katadata.co.id, Jumat (29/5).
Rita menyatakan, sebaiknya sekolah dibuka ketika angka kasus baru telah mampu ditekan atau kurva penularan menurun drastis. Meskipun itu harus menunggu dalam waktu lama. Hal ini agar tak seperti negara lain yang telah membuka sekolah tapi malah berdampak ke peningkatan jumlah penderita virus corona di kalangan anak-anak.
“Kita harus wait and see dan tidak bisa bilang sekolah masuk, kecuali untuk zona hijau,” kata Rita.
(Baca: Bayang-Bayang Ketimpangan New Normal Pendidikan Akibat Pandemi)
Persiapan Menghadapi New Normal Sekolah
Perihal ini, Pengamat Pendidikan Universitas Multimedia Nusantara Doni Koesoema berpendapat sama. Pemerintah harus memastikan tren kasus baru virus corona melandai di seluruh daerah. Khususnya di daerah yang selama ini menjadi zona merah seperti DKI Jakarta.
Doni pun meminta pemerintah menyiapkan tiga hal sebelum memulai new normal di sekolah. Pertama, pemutakhiran data kesiapan sekolah di daerah menjalankan protokol kesehatan di era new normal. Untuk dapat melakukannya, pemerintah pusat harus berkoordinasi dengan pemerintah daerah. Sebab, pemerintah daerah yang memiliki data langsung terkait kesiapan sekolah.
“Kebijakan tidak bisa satu untuk semua. Harus memperhatikan data di tingkat Kabupaten/Kota. Kalau aman semua dan sekolah siap, anak-anak boleh masuk,” kata Doni kepada Katadata.co.id, Jumat (29/5).
Kedua, kata Doni, pemerintah harus melakukan rapid test untuk guru dan petugas sekolah. Langkah ini dilakukan agar memastikan tak ada penularan virus corona dari pihak sekolah. Sehingga, ketika peserta didik masuk bisa dipastikan aman.
“Kalau personel sekolah sudah aman, baru anak didik masuk,” kata Doni.
Ketiga, Doni meminta pemerintah memastikan kesiapan infrastruktur sekolah. Karena, saat era new normal nanti perlu penyesuaian pola pembelajaran yang seusai dengan protokol kesehatan covid-19. Misalnya tetap menjaga jarak antara guru dan murid serta antar sesama murid. Konsekuensi dari hal ini adalah penambahan ruang kelas. Sementara saat ini masih banyak sekolah yang kekurangan ruang kelas.
“Pemerintah mesti memikirkan cara menambah atau memperbaiki ruang kelas yang rusak,” kata Doni.
(Baca: Prioritaskan Kesehatan Anak, KPAI Minta Sekolah Dibuka Paling Akhir)
Meskipun begitu, kata Doni, pemerintah bisa membuat model pembelajaran di luar ruangan dan datang bergiliran. Namun, untuk dapat melaksanakannya diperlukan sosialisasi dan memastikan kesiapan personel pendidikan dan peserta didik. “Perlu waktu untuk itu, apalagi sekolah di daerah-daerah,” kata Doni.
Selain ruang belajar, infrastruktur yang mesti dipersiapkan pemerintah adalah sanitasi di sekolah. Menurut data yang dimilikinya, hanya 60% sekolah di Indonesia yang memiliki sanitasi. Sisanya atau sebanyak 40% masih belum memiliki sanitasi layak. Ini membuat peserta didik lebih rentan tertular covid-19 dan penyakit lainnya.
Selanjutnya, kata Doni, pemerintah perlu menyediakan angkutan khusus sekolah bagi seluruh peserta didik. Karena tidak semua peserta didik memiliki kendaraan pribadi. Sementara, keamanan kesehatan di angkutan umum belum tentu terjamin.
“Jangan sampai nanti anak-anak tertular corona dari angkutan umum,” kata Doni.
(Baca: Puluhan Siswa Positif Corona dalam Sepekan, Perancis Tutup Lagi Sekolah)