Ketua Pelaksana Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Doni Monardo, mempersilakan daerah yang sudah masuk zona kuning untuk menuju tatanan normal baru. Zona kuning merupakan daerah yang ancaman risiko penularan virus coronanya sudah rendah.
“Daerah-daerah yang telah statusnya menjadi kuning, risikonya rendah, silakan saja untuk melanjutkan menuju kepada normal baru atau new normal,” kata Doni usai rapat terbatas melalui konferensi video, Kamis (4/6).
Tatanan normal baru juga diberlakukan pada daerah yang masuk masuk zona hijau. Artinya, daerah tersebut sudah dinyatakan bebas dari virus corona.
Selain itu, Doni menyebut pemerintah akan mempercepat penerapan tatanan normal baru di kawasan pertambangan, perindustrian, perkebunan, dan beberapa bidang lainnya.
Syaratnya, kawasan tersebut harus memiliki risiko penularan virus corona yang rendah bagi masyarakat. Pelonggaran pada beberapa bidang ini, akan dilakukan setelah ada data-data dan masukan dari kementerian atau lembaga terkait.
Meski demikian, Doni menyerahkan kembali penerapan tatanan normal baru di berbagai zona dan kawasan tersebut kepada pemerintah daerah (Pemda). Menurutnya, Pemda lebih tahu kapan waktu yang tepat untuk menerapkan tatanan normal baru tersebut. Sementara, pemerintah pusat, hanya memberikan arahan kepada daerah.
“Supaya daerah juga punya semangat yang tinggi untuk menjaga lingkungannya, tetapi juga harus tetap memperhitungkan potensi adanya masyarakat yang kehilangan pekerjaan," kata dia.
(Baca: Anies Terapkan PSBL pada 65 RW di Jakarta dengan Zona Merah Covid-19)
Adapun, Doni menilai daerah yang masuk zona merah belum bisa menerapkan tatanan normal baru di tengah masyarakat. Zona merah merupakan daerah yang ancaman risiko penularan coronanya masih tinggi. Daerah tersebut, kata Doni, harus bisa menurunkan laju penyebaran coronanya terlebih dahulu.
Dalam kesempatan terpisah, Ketua Tim Pakar Gugus Tugas Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito menjelaskan, ada tiga indikator yang harus dipenuhi daerah ketika ingin menerapkan tatanan normal baru. Ketiga indikator tersebut berkaitan dengan epidemiologi, surveilans kesehatan masyarakat, dan pelayanan kesehatan.
Wiku mengatakan, penerapan tatanan normal baru di suatu daerah akan melihat data terkait laju kasus positif corona, orang dalam pemantauan (ODP), dan pasien dalam pengawasan (PDP). Selain itu, pihaknya juga menggunakan pendekatan tingkat kesembuhan serta kematian.
Penerapan tatanan normal baru di suatu daerah juga akan melihat jumlah pemeriksaan spesimen dan jumlah tempat tidur di rumah sakit. Nantinya, pembobotan pada setiap kategori akan dilakukan berdasarkan hasil kalkulasi di setiap daerah.
Sumber data yang bakal digunakan untuk pembobotan berasal dari hasil pemantauan dan rumah sakit seluruh Indonesia.
“Data-data tersebut dianalisis dan merupakan data kumulatif mingguan. Sedangkan, status risiko dari suatu daerah akan di-update secara berkala tiap minggu per kabupaten/kota,” kata Wiku.
(Baca: Kasus Positif 2.803, Surabaya jadi Zona Merah Tua Penularan Corona)