Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menyampaikan bahwa menanggapi keluhan masyarakat soal membengkaknya tagihan listrik PLN bulan Juni 2020, masyarakat diberikan keringanan dengan dapat mencicil tagihan tersebut selama tiga bulan.
Di sisi lain Kementerian BUMN membantah membengkaknya tagihan listrik masyarakat dikarenakan kenaikan tarif listrik, melainkan lantaran naiknya pemakaian listrik.
"Karena tahu tagihan listrik melonjak, membuat PLN merasa kasihan juga kalau masyarakat harus membayar (sekaligus). Maka kelebihan ini bisa dicicil selama dua sampai tiga bulan cicilan itu dipakai," kata Staf Khusus Kementerian BUMN Arya Sinulingga kepada awak media, Rabu (10/6).
PLN memberikan solusi melalui kebijakan skema perlindungan lonjakan. Jika pada tagihan Juni 2020 naik lebih dari 20% dibandingkan rata-rata tagihan tiga bulan terakhir, pelanggan berhak hanya membayar tagihan Juni ditambah 40% dari selisih tagihan rata-rata pemakaian tiga bulan.
(Baca: Tagihan Pelanggan Melonjak, PLN: Tak Ada Kenaikkan Tarif Listrik)
Arya menegaskan bahwa tidak ada perubahan tarif dasar listrik dalam beberapa bulan terakhir. Masyarakat bisa melakukan pengecekan sendiri melalui meteran listrik masing-masing.
Caranya dengan membandingkan pemakaian listrik dalam kilowatt per jam (kWh) sebelum diberlakukan pembatasan karena corona, dengan pemakaian pada bulan-bulan saat diberlakukannya pembatasan. Dari situ, pelanggan bisa mengetahui tagihan dengan mengalikan dengan tarif dasar listrik.
Adapun besaran tarif yang berlaku saat ini berbeda tiap tegangannya. Tarif untuk tegangan rendah sebesar Rp 1.467/kWh. Tarif untuk R-1/900 VA RTM sebesar Rp 1.352/kWh. Tarif untuk tegangan menengah sebesar Rp 1.115/kWh. Lalu, Tarif untuk tegangan tinggi sebesar Rp 997/kWh.
"Jadi, kalau dibilang PLN membohongi, tidak bisa. Karena meterannya jelas, angkanya jelas, listrik angkanya jelas, meteran ada di rumah pelanggan, bukan di PLN," kata Arya.
(Baca: Kemenko Marves Akan Investigasi PLN Terkait Lonjakan Tagihan Listrik)
Arya pun menjelaskan alasan membengkaknya tagihan listrik ini dengan penjelasan yang sama dengan yang diutarakan oleh PLN sebelumnya. Direktur Niaga dan Manajemen Pelanggan Bob Saril menjelaskan bahwa penerapan PSBB menyebabkan perusahaan tidak bisa melaksanakan pencatatan meter pelanggan.
Sehingga tagihan April 2020 menggunakan perhitungan rata-rata pemakaian tiga bulan sebelumnya. "Penggunaan rata-rata tiga bulan ini juga menjadi standar pencatatan di seluruh dunia ketika petugas tidak dapat melakukan pencatatan meter,” ujar Bob.
Kemudian, petugas PLN mulai kembali melaksanakan pencatatan meter untuk tagihan bulan Mei pada April 2020. Namun, hanya 47% petugas yang bisa kembali bekerja karena kebijakan PSBB masih berlaku di beberapa daerah.
Sementara pada Mei 2020, hampir 100% pelanggan telah didatangi petugas pencatat meteran listrik untuk rekening Juni 2020. Sehingga tagihan rekening bulan ini merupakan tagihan riil ditambah dengan selisih pemakaian bulan sebelumnya, yang dicatat menggunakan rata-rata tiga bulan sebelumnya.
(Baca: PLN Catat 4,3 Juta Pelanggan Alami Lonjakan Tagihan Listrik Bulan Ini)