Tahun Ajaran Baru dan Protokol Kesehatan Sekolah di Zona Hijau

ANTARA FOTO/Aji Styawan/wsj.
Panitia Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Tahun Pelajaran 2020/2021 mengenakan masker dan pelindung wajah di SDN Karangayu 02, Kelurahan Karangayu, Kota Semarang, Jawa Tengah, Senin (15/6/2020). tahun ajaran baru akan dimulai pada 13 Juli 2020.
Penulis: Pingit Aria
16/6/2020, 12.40 WIB

Pemerintah memastikan tahun ajaran baru 2020-2021 akan tetap dimulai pada 13 Juli 2020. Namun, bukan berarti kegiatan belajar mengajar di sekolah akan dimulai hari itu.

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim mengatakan, hanya lembaga pendidikan di zona hijau saja yang dapat memulai kegiatan belajar tatap muka. Itu pun harus disertai protokol Kesehatan sekolah yang kuat.

Nadiem mengatakan hingga 15 Juni 2020, hanya ada 6% peserta didik yang berada di zona hijau, yakni 85 kabupaten/kota dengan risiko rendah penularan virus corona yang boleh bersekolah. Selebihnya, 94% peserta didik di 429 kabupaten/kota dengan zona kuning, oranye, dan merah belum diperkenankan belajar tatap muka.

Maka, untuk mencegah penyebaran virus corona atau Covid-19, pemerintah masih menutup kegiatan belajar mengajar secara fisik untuk zona kuning, oranye, dan merah.

"Kami ambil keputusan untuk daerah zona kuning, oranye, merah yang ditentukan Gugus Tugas punya risiko penyebaran Covid-19, dilarang melakukan pembelajaran tatap muka di satuan pendidikan," kata Nadiem dalam konferensi video secara virtual, Senin (15/6).

(Baca: Nadiem Sebut Belajar di Sekolah Zona Hijau Covid-19 Harus Izin Ortu )

Satuan pendidikan di zona hijau dapat melakukan kegiatan belajar secara tatap muka dengan tetap mempertimbangkan kemanan dan keselamatan murid dan sekolah.

 
WISUDA PELAJAR SECARA DRIVE THRU (ANTARA FOTO/Andreas Fitri Atmoko/pras.) 

Ia menyebutkan, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh sekolah dalam menerapkan kegiatan belajar mengajar fisik, yaitu berada di zona hijau covid-19 sesuai kriteria Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, memiliki izin dan persetujuan dari pemerintah daerah, serta memenuhi daftar periksa kesiapan satuan pendidikan sesuai protokol kesehatan.

"Kalau sekolah sudah memenuhi ceklis tersebut, sekolah boleh tatap muka. Tapi ada satu lagi izin, yaitu orang tua murid harus setuju untuk anaknya pergi ke sekolah," ujar dia.

Sementara bagi perguruan tinggi, kalender akaedemik tetap dimulai pada Agustus 2020. Namun, pembelajaran masih dilakukan secara daring. Mantan CEO Gojek tersebut mengatakan, universitas masih memiliki potensi adopsi pembelajaran jarak jauh dengan lebih mudah dibandingkan tingkat sekolah menengah.

Bagaimanapun, ia mengatakan universitas diperbolehkan untuk melakukan aktivitas secara fisik untuk kegiatan yang berkaitan dengan kelulusan mahasiswa. "Contohnya kegiatan yang sulit dilakukan secara daring seperti penelitian laboratorium, skripsi, disertasi, praktik studio, bengkel, dan lainnya," ujarnya.

(Baca: 5 Sebab Teknologi Tak Maksimal Dukung Belajar dari Rumah Saat Pandemi)

Protokol Kesehatan Sekolah

Bagi sekolah-sekolah di zona hijau yang diperbolehkan untuk kembali mengadakan kegiatan belajar mengajar secara tatap muka, protokol kesehatan harus dijalankan dengan ketat. Berikut di antaranya:

1. Pembatasan kapasitas kelas

Ya, kapasitas kelas dibatasi hanya 50% dari kondisi normal atau hanya 18 orang untuk sekolah umum. Sedangkan untuk Sekolah Luar Biasa (SLB), jumlah peserta didik maksimal 5 murid per kelas dari total standar 5-8 peserta didik per kelas. Sekolah juga diminta melakukan sistem bergilir serta memastikan murid menjaga jarak sepanjang 1,5 meter.

Untuk Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), maksimal ada 5 peserta didik per kelas dari standar 15 peserta didik per kelas. Adapun, jaga jarak dilakukan minimal 3 meter. Namun Nadiem memberikan kebebasan pada unit pendidikan dalam menentukan pembagian sif belajar. “Saat transisi pakai masker dan semua kondisi harus dijaga,” ujar Nadiem.

Pembatasan jumlah siswa tersebut berlaku selama masa transisi dua bulan pertama pembukaan kembali sekolah.  Jika berlangsung aman, kegiatan belajar mengajar dapat berlanjut dengan kebiasaan baru.Top of FormBottom of Form

“Selama dua bulan pertama buka, ada berbagai restriksi yang akan kami lakukan. Yang penting ialah kondisi kelasnya," kata Nadiem dalam konferensi video.

(Baca: Nadiem: Hanya 6% Murid yang Bisa Kembali Belajar Fisik pada Juli 2020)

2. Tidak boleh buka kantin

Selama masa transisi, sekolah tidak boleh membuka kantin, melakukan kegiatan olahraga dan ekstrakurikuler, serta melakukan aktivitas selain Kegiatan Belajar Mengajar (KBM). Hal-hal tersebut baru bisa dilakukan setelah melalui status zona hijau selama dua bulan.

Pembukaan sekolah di berbagai tingkat juga memiliki waktu yang berbeda. Untuk Sekolah Menengah Atas (SMA), Madrasah Aliyah (MA), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Madrasah Tsanawiyah (MTs) bisa berjalan pada bulan pertama wilayah tersebut menjadi zona hijau oleh pemerintah.

Kemudian, Sekolah Dasar (SD), Madrasah Ibtidaiyah (MI), dan SLB bisa membuka lagi kegiatan saat wilayah tersebut sudah menjadi zona hijau selama tiga bulan. Selanjutnya, PAUD formal diperbolehkan buka saat memasuki bulan kelima sebagai wilayah zona hijau.

3. Perbaikan sanitasi

Yang tak kalah penting dalam protokol kesehatan sekolah adalah perbaikan sanitasi. Saat memulai kegiatan belajar secara tatap muka, sekolah harus sangat memperhatikan kebersihan toilet, menyediakan sarana cuci tangan, dan disinfektan.

Selain itu, sekolah harus mampu mengakses layanan kesehatan seperti puskesmas, klinik, rumah sakit, dan lainnya. Sekolah juga harus siap menggunakan masker kain atau masker tembus pandang bagi yang memiliki peserta didik tuli.

Kemudian, sekolah harus memiliki thermo gun atau pengukur suhu tubuh, menerapkan beberapa protokol seperti melarang masuk peserta didik yang sakit. Selain itu, sekolah harus membuat kesepakatan bersama komite satuan pendidikan terkait kesiapan melakukan pembelajaran tatap muka di satuan pendidikan.

Selanjutnya, penggunaan dana Bos...

Halaman:
Reporter: Rizky Alika