Ahli Epidemiologi Usul Pemerintah Tak Buka Sekolah di Zona Hijau

ANTARA FOTO/Arif Firmansyah/aww.
Ilustrasi, persiapan ruangan kelas di era normal baru. Epidemiolog Dicky Budiman meminta pemerintah mempertimbangkan ulang rencana pembukaan sekolah di zona hijau sebab risiko penularan Covid-19 masih besar.
Penulis: Dimas Jarot Bayu
16/6/2020, 13.40 WIB

Epidemiolog dari Griffith University Australia Dicky Budiman tak sepakat dengan rencana pemerintah membuka kembali sekolah di zona hijau secara bertahap. Menurut dia, pemerintah harus menunda rencana tersebut hingga akhir tahun 2020.

Alasannya, saat ini laju penyebaran virus corona atau Covid-19 di Indonesia belum mencapai puncaknya. Selain itu, pengendalian pandemi corona juga ia nilai belum optimal.

Tak hanya itu, ia juga berpendapat sistem zonasi yang menjadi tolok ukur pembukaan sekolah belum bisa diandalkan. Sebab, pengujian sampel corona masih rendah hingga saat ini. Kemudian,  waktu pelaporan dari pengujian spesimen corona di dalam negeri pun masih lambat.

"Banyak daerah yang tertunda hasil sampelnya karena keterbatasan kapasitas laboratorium, bahkan bisa ribuan," kata Dicky, dalam keterangannya yang disampaikan kepada Katadata.co.id, Selasa (16/6).

Selain itu, ia menilai kriteria membuka sekolah tidak sederhana. Sebab, pembukaan sekolah akan menyangkut dua kelompok yang memiliki risiko dan karakteristik masing-masing, yakni siswa dan guru.

Siswa yang merupakan anak-anak tidak hanya berpotensi terinfeksi corona di paru-paru. Berdasarkan studi Centers for Disease Control and Prevention (CDC), mereka juga bisa terserang sindrom inflamasi multisistem atau multisystem inflammatory syndrome.

Lebih lanjut, studi terbaru menunjukkan bahwa anak-anak bisa terserang corona di bagian ginjal. Artinya, para siswa bukan termasuk dalam kelompok yang tidak berisiko.

(Baca: Tahun Ajaran Baru dan Protokol Kesehatan Sekolah di Zona Hijau )

Selain itu, kesehatan mental siswa juga rentan saat pandemi corona terjadi. Menurut Dicky, para siswa belum tentu langsung siap masuk sekolah, setelah sebelumnya berada dalam situasi pembatasan sosial berskala besar (PSBB)

"Sehingga harus ada program transisi tepat yang menyiapkan anak-anak secara mental, perilaku, dan fisiknya," ujarnya.

Sementara itu, Dicky menyebut guru merupakan kelompok yang berisiko tertular corona, terlebih ketika memiliki penyakit penyerta. Risiko penularan corona semakin meningkat karena interaksi di sekolah dilakukan di ruangan tertutup, di mana risiko penularan justru jauh lebih besar.

"Oleh karena itu, saya imbau pemerintah pusat dan daerah untuk betul-betul melibatkan para ahli terkait sebelum memutuskan suatu sekolah dibuka, meskipun berada di zona hijau," kata dia.

Sebagai informasi, pemerintah memutuskan sekolah yang berlokasi di zona hijau virus corona boleh menggelar kegiatan belajar mengajar secara tatap muka. Namun, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim mengatakan, kapasitas kelas dibatasi hanya 50% dari kondisi normal.

Pembatasan jumlah siswa tersebut berlaku selama masa transisi dua bulan pertama pembukaan kembali sekolah.  Jika berlangsung aman, kegiatan belajar mengajar dapat berlanjut dengan kebiasaan baru.

"Selama dua bulan pertama buka, ada berbagai restriksi yang akan kami lakukan. Yang penting ialah kondisi kelasnya," kata Nadiem dalam konferensi video, Senin (15/6).

(Baca: Sekolah di Zona Hijau Corona Boleh Dibuka, Kapasitas Kelas Dibatasi )

Reporter: Dimas Jarot Bayu