Kejaksaan Agung tak menyalahkan Jaksa Penuntut Umum atau JPU yang menuntut terdakwa kasus penyerangan air keras terhadap penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK Novel Baswedan dengan hukuman pidana satu tahun penjara. Pasalnya, JPU telah menjalankan kewajibannya sesuai aturan hukum.
Jaksa Agung ST Burhanuddin mengatakan bahwa pihaknya bakal mengevaluasi proses persidangan ini setelah vonis ditentukan. Setiap pertimbangan hakim juga akan menjadi bahan evaluasi Korps Adhyaksa.
"Kami tidak menyalahkan juga jaksanya karena mereka biasanya ini menuntut berdasarkan fakta di persidangan dan nanti akan kami evaluasi kenapa jaksa menuntut sampai demikian," ujarnya dalam Rapat Dengar Pendapat bersama Komisi III DPR di Gedung Parlemen, Jakarta, Senin (29/6).
Menurut dia, jika nantinya putusan hakim tidak seimbang dengan tuntutan maka ada indikasi persidangan dilakukan secara tidak adil. Kendati demikian, dia memastikan proses persidangan tak ada intervensi dari pihak manapun.
(Baca: Kejanggalan-kejanggalan Tuntutan 1 Tahun Penyiram Novel Baswedan )
"Kalau nanti putusannya sampai jomplang berarti ada sesuatu di sini, tapi nanti kalau seimbang artinya pertimbangan jaksa akan dipakai dengan pertimbangan hakim. Jadi kami akan melihat hasil putusan dan kami pasti akan evaluasi," kata dia.
Sementara itu, Jaksa Agung Muda Pidana Umum (Jampidum) Sunarta menjelaskan, proses persidangan dijadwalkan akan ditentukan putusan pada 16 Juli mendatang. Setelah itu, pihaknya bakal melakukan evaluasi secara menyeluruh terkait dengan proses persidangan.
Adapun kedua terdakwa yakni Rahmat Kadir dan Ronny Bugis didakwa dengan dakwaan subsideritas Pasal 355 ayat 1 KUHP juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dengan kualifikasi penganiayaan berat yang direncanakan terlebih dahulu. Kemudian subsider Pasal 353 ayat 2 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1.
Pemeriksaan kasus tersebut telah melibatkan keterangan 21 orang saksi dan tiga orang saksi ahli yakni Hamdi Muluk ahli forensik, Muhammad Mustofa ahli kriminologi dan I Made Agus Gelgel Wirasuta ahli toksikologi forensik.
(Baca: Tuntutan 1 Tahun Penjara Penyiram Novel Dianggap Panggung Sandiwara )
"Dari keterangan 21 saksi dihubungkan dengan keterangan terdakawa ini berkesimpulan bahwa menurut jaksa terbukti dakwaan subsider, sehingga atas dasar itu perlu kami ulangi tuntutannya setahun setelah proses ini diputuskan secara lengkap akan dilakukan evaluasi dan akan dilaporkan kemudian," kata dia.
Penuntutan dengan hukuman pidana selama setahun oleh JPU tersebut akhirnya berbuah polemik di kalangan masyarakat yang menilai banyak kejanggalan. Direktur Kantor Hukum Lokataru Haris Azhar menilai persidangan tuntutan tersebut penuh kejanggalan.
Dia menyebut posisi kedua terdakwa sebagai anggota polisi yang didampingi oleh pengacara yang juga anggota Polri mengesankan konflik kepentingan. Hal lain, kata Haris, adalah keterangan dokter bahwa Novel diserang menggunakan air keras tak digunakan sebagai dasar tuntutan.
Sebaliknya, Jaksa menggunakan air aki sebagaimana pengakuan kedua terdakwa tanpa didukung bukti forensik. Haris pun menyoroti alpanya rekaman CCTV sebagai bukti persidangan. Padahal menurutnya polisi sejak awal proses penyidikan kasus ini mengklaim telah mempunyai rekaman CCTV di sekitar tempat kejadian perkara, yakni rumah Novel.
(Baca: Jaksa Jelaskan Alasan Tuntut Penyerang Novel Satu Tahun Penjara)
“Nuansa rekayasa sangat kental. Sebagaimana ciri pengadilan rekayasa, banyak keanehan dalam persidangan,” kata Haris dalam keterangan resminya, Jumat (12/6).
Haris pun menyebut Rahmat dan Ronny sekadar boneka dalam kasus Novel untuk menutupi fakta sebenarnya. Pendapatnya ini merujuk kepada keterangan tim advokasi Novel Baswedan sebelumnya yang mengatakan kedua terdakwa tak mirip dengan ciri-ciri pelaku menurut korban.