Kejagung Usut Kerugian Negara dalam Kasus Penyelundupan Impor Tekstil

ANTARA FOTO/Nova Wahyudi
Jaksa Agung ST Burhanuddin telah meminta bantuan Komisi III DPR RI dan institusi penegak hukum lainnya agar dapat mengusut kasus penyelundupan impor tekstil.
29/6/2020, 22.04 WIB

Kejaksaan Agung bakal membawa kasus penyelundupan tekstil ilegal asal Tiongkok pada  2018-2020 ke ranah dugaan korupsi yang merugikan negara. 

"Sebagai bocoran saja, kami akan mengarahkan kasus ini pada kerugian perekonomian negara. Tidak hanya pada kerugian negara tapi kerugian perekonomian negara," kata Jaksa Agung RI ST Burhanuddin dalam Rapat Dengar Pendapat bersama Komisi III DPR RI di Gedung Parlemen, Jakarta, Senin (29/6).

Burhanuddin menjelaskan, kewenangannya hanya terbatas pada tindak pidana korupsi atau Tipikor. Sementara pengusutan kasus penyelundupan, berada di bawah kewenangan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Kementerian Keuangan.

Untuk itu, pihaknya telah meminta bantuan Komisi III DPR RI dan institusi penegak hukum lainnya agar dapat mengusut kasus tersebut dan mengembalikan kerugian negara. Sebagai kasus penyelundupan pertama yang ditangani, Korps Adhyaksa tak menutup kemungkinan akan membongkar kasus-kasus lainnya yang serupa.

"Kasus ini akan menjadi pintu masuk kami ke kasus yang lainnya dan ini akan kami sampaikan pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus," kata dia.

Asosiasi Pertekstilan Indonesia menyambut baik upaya yang dilakukan Korps Adhyaksa. Pihaknya pun siap memberi sanksi tegas bagi anggotanya bila terbukti ikut menyelundupkan tekstil dari luar negeri.

(Baca: Kejaksaan Agung Tetapkan Lima Tersangka Kasus Impor Tekstil)

Sekretaris Eksekutif API Rizal Tanzil Rakhman mengatakan, pihaknya bakal mengevaluasi  pengawasan impor tekstil ke dalam negeri. Langkah ini dilakukan untuk mencegah terulangnya kasus penyelundupan. 

Kendati demikian, ia memastikan pengusaha tekstil yang dijadikan tersangka kasus tersebut bukanlah anggota API.   "Secara internal kami akan mengevaluasi bersama pengurus seperti apa sanksinya, namun untuk sanksi hukum kami serahkan ke Kepolisian dan Kejaksaan Agung," kata Rizal kepada Katadata.co.id, Senin (29/6). 

Asosiasi menyerahkan sepenuhnya proses hukum kepada pihak berwenang. Dia berharap pemerintah bakal memperketat pengawasan terhadap proses impor tekstil. 

Produk impor yang membanjiri pasar  sangat merugikan pelaku industri dalam negeri. Apalagi, permintaan produk tekstil juga tengah terpukul akibat pandemi corona.

Sebelumya, Kejaksaan Agung telah menetapkan tersangka dari kalangan swasta dalam kasus penyelundupan tekstil sejak tahun 2018 - 2020 pada Kamis (25/6). Tersangka yang ditetapkan, yakni Irianto yang merupakan Pemilik PT Flemings Indo Batam Irianto dan PT Peter Garmindo Prima.  

Irianto telah ditahan selama 20 hari bersama dengan empat orang tersangka lainnya dari kalangan Pejabat Bea dan Cukai Kota Batam, Provinsi Riau. Tersangka tersebut adalah Mukhamad Muklas Kepala Bidang Pelayanan Fasilitas Kepabeanan dan Cukai, Kota Batam, Dedi Aldrian Kepala Seksi Pabean dan Cukai III pada KPU Bea dan Cukai Batam. 

(Baca: Jaksa Agung: Nasabah Manajer Investasi terkait Jiwasraya Jangan Cemas)

Berikutnya, Kepala Seksi Pabean dan Cukai I pada KPU Bea dan Cukai Batam Hariyono Adi Wibowo, Kamaruddin Siregar Kepala Seksi Pabean dan Cukai II pada KPU Bea dan Cukai Batam.

Kasus ini bermula pada periode 2018 hingga April 2020 saat pejabat Bea dan Cukai Kota Batam bersama dengan PT Flemings Indo Batam dan PT Peter Garmindo Prima melakukan kegiatan impor produk kain sebanyak 566 konteiner. 

Mereka diduga melakukan persekongkolan jahat dengan modus mengubah invoice dengan nilai yang lebih kecil untuk mengurangi bea masuk yang harus dibayar.  Tak hanya itu, dalam dokumen perizinan para tersangka juga mengurangi volume dan jenis barang dengan tujuan mengurangi kewajiban Bea Masuk Tindakan Pengamanan Sementara atau BMTPS dengan cara menggunakan Surat Keterangan Asal atau SKA yang tidak benar. 

Sebelumnya, Bidang Penindakan dan Penyidikan Kantor Pelayanan Utama Bea dan ukai Tanjung Priok, Jakarta Utara juga menemukan 27 kontainer milik kedua perusahaan tersebut pada 2 Maret 2020. Dari temuan itu, didapatkan ketidaksesuaian jumlah dan jenis barang antara dokumen PPFTZ-01 Keluar dengan isi muatan hasil pemeriksaan fisik barang.

Jumlah kelebihan fisik barang untuk PT. PGP sebanyak 5.075 roll dan PT. FIB sebanyak 3.075 roll. Di dalam dokumen pengiriman disebutkan kain tersebut berasal dari Shanti Park, Myra Road, India dan kapal pengangkut berangkat dari Pelabuhan Nhava Sheva di Timur Mumbai, India. Namun faktanya, kapal pengangkut tersebut tidak pernah singgah di India dan kain-kain tersebut ternyata berasal dari Tiongkok. 

Reporter: Tri Kurnia Yunianto