Pertamina menargetkan produksi biodiesel 100% atau B100 bisa dimulai pada tahun depan. Hal itu sejalan dengan beroperasinya fasilitas pengolahan minyak sawit atau CPO di kilang Cilacap.
Direktur Utama Pertamina Kilang Internasional Ignatius Tallulembang mengatakan pembangunan kilang ramah lingkungan tersebut menjadi prioritas perusahaan. Pihaknya pun berencana menambah fasilitas pengolahan biodiesel di Kilang Cilacap dengan kapasitas produksi sebesar 3 ribu barel per hari (bph).
"Kami akan bangun dulu yang biorefinery, akan diselesaikan tahun depan dengan kapasitas 3000 bph, tahun depannya akan tambah lagi jadi 6000 bph," ujar Ignatius dalam Rapat Dengar Pendapat bersama Komisi VII, Rabu (1/7).
Setelah itu, pihaknya akan melanjutkan kembali pembangunan kilang hijau di Plaju yang ditargetkan rampung 2023. Kilang tersebut bakal memiliki kapasitas pengolahan CPO sebesar 20 ribu bph.
(Baca: Standarisasi Biodiesel Berkelanjutan Mendesak Dilakukan)
Sebelumnya, Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati mengatakan pihaknya siap untuk memproduksi B100. Namun, perusahaan migas pelat merah itu meminta dukungan pemerintah dengan memberlakukan kewajiban pasokan dalam negeri atau domestic market obligation (DMO) CPO.
Dengan begitu, pihaknya bisa mendapatkan pasokan CPO yang berkelanjutan dengan harga yang lebih murah dari ekspor. "Seperti halnya PLN membangun 35 ribu MW, butuh suplai batu bara besar dengan volume dan harga batas bawah dan batas atas," kata Nicke beberapa waktu lalu.
Lebih lanjut, Nicke menjelaskan adanya mandatori biodiesel juga mampu memangkas impor solar Pertamina. Perusahaan tak lagi mengimpor solar sejak kebijakan B20 pada Maret 2019.
Menurut Nicke, mandatori B20 dapat menghemat biaya sebesar Rp 43,8 triliun pada tahun lalu, dan diproyeksi meningkat menjadi Rp 63,4 triliun pada tahun ini. Selain itu, mandatori B20 juga bisa berdampak pada keberlangsungan lingkungan dengan pengurangan emisi gas rumah kaca sebesar 9,91 juta ton pada tahun lalu.