Jika Shell Hengkang, Pengembangan Blok Masela Butuh Restu ESDM Lagi

Katadata/Ratna Iskana
Ilustrasi, dua orang berbincang di booth Inpex Corporation dalam acaraIPA Convex 2019 di Jakarta. Pengembangan Blok Masela dinilai bakal makin sulit dengan keluarnya Shell dari proyek tersebut.
6/7/2020, 15.12 WIB

Shell Upstream Overseas Ltd. berencana hengkang dari Blok Masela. Rencana tersebut dinilai bakal menambah kompleksitas pengembangan blok migas tersebut.

Wakil Kepala SKK Migas Fatar Yani Abdurrahman mengatakan Shell telah melaporkan rencana melepas hak partisipasi di Blok Masela kepada internal SKK Migas. Seluruh prosesnya dilaksanakan secara bisnis bersama Inpex Corporation selaku operator blok tersebut. 

Jika proses itu selesai, Shell dan Inpex bakal melaporkan kepada SKK Migas. Kemudian, SKK Migas meminta persetujuan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). 

Selain itu, Shell dan Inpex tengah mencari investor baru untuk Blok Masela. Namun, Fatar tidak bisa memproyeksi jangka waktu proses pencarian mitra tersebut.

Meski begitu, Fatar menegaskan proyek Blok Masela bakal tetap berjalan. "Mereka tetap berkomitmen untuk pengembangan Lapangan Abadi Blok Masela," kata Fatar ke Katadata.co.id pada Senin (6/7).

Deputi Operasi SKK Migas Julius Wiratno juga membenarkan rencana Shell keluar dari proyek Blok Masela. Namun, menurut dia, prosesnya belum selesai.

"Sampai hari ini Shell belum hengkang,  masih diskusi dengan Inpex dan yang lain. Kalau Inpex jalan terus, proyek harus jalan meski tertatih," ujar Julius.

(Baca: SKK Migas Sebut Shell Belum Resmi Keluar dari Blok Masela)

Julius menyebut rencana Shell keluar dari Blok Masela sebenarnya sudah disampaikan beberapa bulan lalu. Keputusan itu diambil karena kondisi keuangan Shell yang kurang baik.

Ia menilai, mundurnya Shell dalam pengembangan Blok Masela akan berdampak besar terhadap perkembangan penyelesaian proyek. Hal serupa juga diungkapkan oleh Pendiri ReforMiner Institute Pri Agung Rakhmanto.

Pri mengatakan rencana Shell keluar dari Blok Masela bakal menambah kompleksitas pengembangan blok migas tersebut. Apalagi Inpex belum mendapatkan pembeli gas Blok Masela.

"Siapa pembeli gas dari hasil produksi Blok Masela ini juga belum jelas," ujar Pri.

Selain itu, Pri menilai, kondisi pasar LNG global dalam lima tahun ke depan bakal over supply. Di sisi lain, penyerapan gas diproyeksi rendah. Sehingga biaya dan keekonomian untuk mengembangkan Blok Masela sulit dicapai.

Sebelumnya, Julius menyebut tingkat keekonomian Blok Masela bakal dicapai jika harga minyak US$ 60 per barel. Padahal, harga minyak saat ini hanya berkisar US$ 40 per barel. Oleh karena itu, Inpex dan SKK Migas tengah mengkaji ulang jadwal produksi Blok Masela. 

Di sisi lain, Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto menyebut harga LNG yang rendah membuat kontraktor kontrak kerja sama ragu untuk melanjutkan pengembangan blok migas di Indonesia. Salah satunya kontraktor Blok Masela, Inpex Corporation dan Shell Upstream Overseas Ltd.

"Saat ini harga LNG US$ 2,2 per MMBTU. Ini yang membuat ketakutan project owner seperti Abadi Masela untuk mengeksekusi proyek ke depan," ujar Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto dalam diskusi virtual pada Kamis (2/7).

(Baca: Harga Minyak Rendah, SKK Migas Kaji Ulang Jadwal Produksi Blok Masela)

Reporter: Verda Nano Setiawan