Pakai Istilah New Normal, Masyarakat Justru Langgar Protokol Covid-19

ANTARA FOTO/Jessica Helena Wuysang/hp.
Dua petugas medis mencatat data remaja pesepeda yang terjaring razia kepatuhan penggunaan masker di Jalan Ahmad Yani, Pontianak, Kalimantan Barat, Senin (6/7/2020). Kantor Staf Presiden ingin mengganti istilah new normal dengan adaptasi kebiasaan baru demi mengurangi penularan Covid-19.
11/7/2020, 17.56 WIB

Kantor Staf Presiden atau KSP menyatakan masyarakat salah memaknai istilah normal baru atau new normal. Oleh sebab itu pemerintah akan menggunakan istilah baru yaitu adaptasi kebiasaan baru.

Tenaga Ahli Utama KSP Brian Sriphastuti mengatakan masyarakat sering melanggar protokol kesehatan untuk mencegah Covid-19. Pasalnya, kata normal baru dimaknai kondisi sebelum pandemi. 

"Tapi orang tidak lihat 'new'-nya itu, tapi ujug-ujug ke normal," kata Brian dalam konferensi video pada Sabtu (11/7).

Padahal, normal baru harus diikuti beberapa tahapan pra kondisi. Seperti pembukaan sektor-sektor publik harus diikuti persiapan-persiapan infrastruktur untuk memastikan protokol kesehatan.

Protokol kesehatan pun tidak ditaati karena merasa kondisi sudah kembali normal. "Padahal virus itu masih ada di sekitaran, pemahaman memang jadi lebih baik, tapi tantangan jadi lebih besar," kata dia.

Selain itu, menurut Brian, istilah new normal berasal dari bahasa asing sehingga masyarakat sulit memahaminya. Oleh karena itu, pemerintah bakal secara masif menggunakan istilah adaptasi kebiasaan baru.

"Yang ditonjolkan itu bukan situasinya, tapi perilakunya yang harus diubah," ujarnya.

(Baca: Kasus Covid-19 Bertambah 1.671 Orang, Tertinggi di Jatim & DKI Jakarta)

Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19 Achmad Yurianto mengatakan istilah new normal sudah salah kaprah. Pemerintah pun memilih menggunakan  istilah adaptasi kebiasaan baru. Namun, karena tidak begitu masif, gaungnya kalah dengan istilah new normal.

Anggota Komisi IX DPR Rahmad Handoyo pun meminta pemerintah menggunakan istilah adaptasi kebiasaan baru secara masif. Pasalnya, masyarakat semakin tidak disiplin melaksanakan upaya pencegahan Covid-19 akibat salah kaprah isitilah new normal.

"Kami juga sampaikan ke pemerintah soal budaya baru. Semakin lalai, semakin panjang juga pengentasan masalah," kata Rahmad. 

Pemerintah mengumumkan bahwa terjadi penambahan kasus Covid-19 sebanyak 1.671 pada Sabtu (11/7). Dengan penambahan kasus itu, total kasus positif Covid-19 menjadi 74.018 orang. 

Dilihat dari sebarannya, ada enam provinsi dilaporkan menjadi penyumbang kasus Covid-19 paling banyak. Keenamnya yakni Jawa Timur, DKI Jakarta, Sulawesi Selatan, Jawa Tengah, Sumatera Utara, Kalimantan Selatan, dan Jawa Barat.

 

Reporter: Fahmi Ahmad Burhan