Presiden Joko Widodo atau Jokowi mempertegas pernyataannya terkait rencana pembubaran lembaga negara yang pernah disampaikan pada 18 Juni lalu. Kemarin (13/7), di Istana Negara, ia menyatakan akan membubarkan 18 lembaga dalam waktu dekat.
Jokowi menyampaikan dua alasan terkait rencana ini. Pertama, untuk merampingkan organisasi pemerintah agar langkah-langkah ke depannya bisa lebih cepat. Karena, menurutnya, hanya negara yang dapat bergerak cepat akan mampu memenangi kompetisi global saat ini.
“Negara cepat bisa mengalahkan negara yang lambat. Bukan negara gede mengalahkan negara yang kecil. Enggak, kita yakini,” katanya.
(Baca: Jokowi Segera Bubarkan 18 Lembaga Negara)
Alasan kedua adalah untuk efisiensi biaya. Menurut Jokowi, anggaran 18 lembaga yang akan dibubarkan bisa dikembalikan ke kementerian/lembaga lain supaya bekerja lebih baik ke depannya. “Kalau bisa dikembalikan ke menteri atau kementerian, ke dirjen, ke direktorat, direktur, kenapa harus dipakai ke badan-badan itu lagi, ke komisi-komisi itu lagi,” katanya.
Akan tetapi, dalam kesempatan ini Jokowi tak menyebut lembaga-lembaga yang bakal dibubarkan. Namun, pada 2 Juli lalu Reuters dengan mengutip sumber mengabarkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menjadi lembaga yang terancam dibubarkan atau dilebur ke Bank Indonesia (BI).
(Baca: Jokowi Ungkap Alasan Tunjuk Prabowo Pimpin Pengembangan Lumbung Pangan)
Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan-RB) Tjahjo Kumolo pada 7 Juli lalu pun sempat menyinggung rencana pembubaran lembaga negara. Ia menyatakan tengah menginventarisasi lembaga dan komisi yang kemingkinan dibubarkan.
“Sedang inventarisasi lembaga/komisi yang tidak relevan lagi serta sebagai upaya penyederhanaan birokrasi/ada lembaga/komisi yang memang harus ada dan tidak mungkin dibubarkan,” katanya melalui keterangan tertulis.
Meskipun begitu, Tjahjo belum bisa memastikan waktu rampungnya inventarisasi. Ia hanya menyatakan semakin cepat, semakin baik.
Lembaga yang Pernah Dibubarkan Jokowi
Pembubaran lembaga sebenarnya bukan barang baru bagi Jokowi. Ia telah melakukannya sejak menjadi presiden pada 2014. Total ia telah membubarkan 23 lembaga selama periode pertama. Alasannya pun selalu sama, untuk efisiensi anggaran dan perampingan birokrasi.
Pada 2017, Jokowi menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 21 tahun 2017 tertanggal 2 Maret untuk membubarkan Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo. Setahun sebelumnya, pada 2016, Jokowi membubarkan 10 lembaga. Di antaranya adalah Badan Benin Nasional, Dewan Kelautan Indonesia, Badan Pengendalian Bimbingan Massal, dan Dewan Pemantapan Ketahanan Ekonomi dan Keuangan, Komite Pengarah Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus di Batam, Bintan, dan Karimun.
Selanjutnya Tim Nasional Pembakuan Nama Rupa Bumi, Dewan Nasional Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas, Badan Koordinasi Penataan Ruang Nasional, Komisi Nasional Pengendalian Zoonosis, dan Komisi Penanggulangan AIDS Nasional.
(Baca: Wewenang Baru, Ini Skema Penempatan Dana LPS di Bank)
Pembubaran sembilan lembaga diputuskan melalui Perpres Nomor 116 Tahun 2016 tertanggal 9 Oktober. Sementara khusus Komisi Penanggulangan AIDS Nasional, pembubarannya melalui Peraturan Presiden Nomor 124 Thaun 2016 tertanggal 31 Desember.
Menpan-RB saat itu, Asman Abnur menyampaikan seluruh lembaga yang bubar diintegrasikan ke kementerian terkait. Badan Benih Nasional, misalnya, dikembalikan ke Kementerian Pertanian. Ia pun menyebut pembubaran sembilan lembaga membuat negara berhemat Rp 25 triliun.
Pada awal tahun baru 2015, tepatnya 21 Januari, Jokowi mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2015 untuk membubarkan dua lembaga yang se-nomenklatur dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Keduanya adalah Badan Pengelolaan Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca dari Deforestasi, Degradasi Hutan, dan Lahan Gambut serta Dewan Nasional Perubahan Iklim.
(Baca: 4 Klaster Baru Penyumbang Lonjakan Kasus Corona di Indonesia)
Sedangkan pembubaran lembaga sisanya terjadi dua bulan pasca pelantikan Jokowi sebagai presiden periode pertama. Pada 5 Desember 2014, ia meneken Peraturan Presiden Nomor 176 Tahun 2014 untuk membubarkan 10 lembaga.
Kesepuluh lembaga tersebut adalah, Dewan Penerbangan Antariksa Nasional, Lembaga Koordinasi dan Pengendalian Peningkatan Kesejahteraan Sosial Penyandang Cacat, Dewan Buku Nasional, Komisi Hukum Nasional, Badan Kebijaksanaan dan Pengendalian Pembangunan dan Permukiman Nasional, Komite Antar Departemen Bidang Kehutanan, Badan Pengembangan Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu, Komiter Aksi Nasional Bentuk-Bentuk Pekerjaan Terburuk Untuk Anak, Dewan Pengembangan Kawasan Timur Indonesia, dan Dewan Gula Indonesia.
Dinilai Tidak Efektif
Pakar Kebijakan Publik Universitas Trisakti, Trubus Rahadiansyah menilai rencana Jokowi membubarkan 18 lembaga kali ini tak efektif. Hal ini berkaca kepada pembubaran-pembubaran lembaga sebelumnya yang tak menunjukkan perubahan siginifikan kinerja birokrasi.
“Terbukti Presiden Jokowi masih mengeluhkan kinerja birokrasi yang lambat,” kata Trubus kepada Katadata.co.id, Selasa (14/7).
Terlebih, kata Trubus, Jokowi belum terbuka terkait kriteria lembaga yang akan dibubarkan. Padahal menurutnya pembubaran lembaga harus melalui pertimbangan matang dengan memperhitungkan untung dan ruginya.
“Harusnya tidak perlu dijadikan polemik ke publik. Lakukan langsung dan sampaikan kriterianya secara jelas,” kata Trubus.
(Baca: Poin-Poin Perubahan Aturan Teknis Pemberian Subsidi UMKM)
Selain itu, menurut Trubus, pembubaran lembaga belum pasti juga bisa menghemat anggaran negara. Sebab, para Aparatur Sipil Negara (ASN) yang bekerja di seluruh lembaga tersebut statusnya tetap sama dan hanya akan dialihtugaskan ke kementerian tertentu yang senomenklatur. Artinya hanya mengalihkan anggaran belanja pegawai dari lembaga ke kementerian.
“Penyesuaian di kementerian yang menampung pegawai itu tidak mudah. Malah jadi masalah baru,” kata Trubus.
Oleh karena itu, Trubus menilai perombakan kabinet atau reshuffle dan pengetatan tupoksi kementerian serta lembaga menjadi pilihan yang lebih efektif. Hal ini lantaran di tengah pandemi ini sudah terlihat menteri yang tak bekerja secara baik dan melakukan pekerjaan tak seusai bidangnya.
(Baca: Mengetahui Cara Corona Menular Lewat Udara dan Mencegahnya)
Trubus mencontohkan Menteri Kesehatan Terawan yang semestinya menjadi leading sector penanganan pandemi tapi masih bekerja lamban dan akibatnya angka kasus positif terus bertambah. Sementara yang pekerjaannya kurang sesuai dengan tupoksinya adalah Mentan Syahrul Yasin Limpo. Semestinya Mentan fokus menangani masalah pangan di tengah pandemi, bukan membuat kebijakan lain seperti produksi kalung eucalyptus antivirus corona.
“Jadi menteri-menteri yang tidak bekerja dengan benar harus direshuffle,” katanya.