Investasi Lesu saat Corona, Jokowi Andalkan Satu Resep Dorong Ekonomi

ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan/POOL/pras.
Presiden Joko Widodo (kanan) menyampaikan pengarahan saat penyerahan bantuan modal kerja di halaman tengah Istana Merdeka, Jakarta, Senin (13/7/2020). Presiden meminta kepala daerah mendorong serapan belanja pemerintah untuk mendorong perekonomian di masa pandemi corona.
Penulis: Dimas Jarot Bayu
Editor: Ekarina
16/7/2020, 07.31 WIB

Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyatakan, belanja pemerintah merupakan satu-satunya tumpuan untuk mendorong perekonomian di masa pandemi virus corona. Sebab, investasi, belanja swasta, hingga kredit perbankan dinilai sudah tak bisa lagi diharapkan untuk mengejar pertumbuhan ekonomi saat ini.

"Kita tidak bisa mengharapkan lagi yang namanya investasi, itu pasti minus pertumbuhannya," kata Jokowi saat memberi pengarahan kepada para gubernur se-Indonesia di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, Rabu (15/7) sebagaimana dikutip dari laman Setkab.go.id.

Oleh sebab itu, presiden meminta para gubernur mempercepat belanja pemerintah. Alhasil, konsumsi di dalam negeri akan bisa meningkat ke depan.

(Baca: Ramal Ekonomi Kuartal II MInus 4,3%, Jokowi: Kalau Lockdown Minus 17%)

Saat ini, anggaran pemerintah daerah yang ada di perbankan masih sangat besar hingga mencapai Rp 170 triliun. Progres penggunaan dana ini bisa dipantau setiap harinya dari level provinsi hingga kabupaten. 

Berdasarkan realisasi APBD dari 34 provinsi di Indonesia, Jakarta merupakan yang tertinggi se-Indonesia, yakni  mencapai 45%. Sedangkan terendah yakni Sumatera Selatan sekitar 16%.

"Ini secara total. Itu belanja pegawai, belanja barang dan jasa, dan belanja modal," kata Jokowi.

Alhasil, dia Jokowi meminta belanja modal menjadi hal yang paling utama digerakkan pada saat ini. Sebab, sejauh ini belanja modal di beberapa wilayah seperti, Sumatera Selatan, Sulawesi Tenggara, Papua, Maluku Utara, NTT, Klimantan Barat, dan Aceh masih rendah.

Untuk bisa mendorong belanja modal, Jokowi meminta agar proses birokrasi di daerah bisa lebih disederhanakan. "Manajemen yang kita pakai adalah manajemen krisis, bukan manajemen biasa. Tidak bisa business as usual. Jadi, sederhanakan regulasinya, sederhanakan SOP-nya," kata dia.

Jokowi sebelumnya memperkirakan pandemi corona akan membuat pertumbuhan ekonomi Indonesia turun menjadi -4,3% di kuartal kedua 2020. Angka ini berubah dari prediksi sebelumnya yang menyebutkan pertumbuhan ekonomi Indonesia sejak April-Juni 2020 sebesar -3,8%

"Ini dari hitungan pagi tadi yang saya terima, kuartal kedua mungkin kita bisa minus ke 4,3%," kata dia.

(Baca: Berharap Belanja Pemerintah dan BUMN untuk Memacu Kredit Perbankan)

Prediksi pertumbuhan ekonomi di kuartal kedua 2020 ini menurutnya sudah sangat rendah. Jika dibandingkan dari kuartal sebelumnya, pertumbuhan ekonomi Indonesia menurun 7,27%.

Pada kuartal pertama 2020, pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 2,97%. Angka pertumbuhan ini bahkan merupakan yang terendah dalam 19 tahun atau sejak 2001. 

Dia lantas mengungkapkan risiko pertumbuhan ekonomi yang bakal dihadapi jika pemerintah melakukan karantina atau lockdown.  "Kalau kita dulu lockdown gitu mungkin bisa minus 17%," kata Jokowi.

Sejak kuartal I 2020, indikasi perlambatan ekonomi sudah terasa dari penurunan konsumsi masyarakat untuk sektor transportasi, restoran, dan hotel. Ditambah lagi, realisasi investasi juga rendah, terutama untuk jenis mesin, dan produk kekayaan intelektual.

Alhasil, Kementerian Keuangan memperkirakan pertumbuhan ekonomi di kuartal II  minus 3,8% atau minus 0,4% hingga 1,1% di semester I 2020. Penyebabnya, karena tekanan pada perekonomian kuartal II 2020 kemungkinan lebih besar dibandingkan kuartal sebelumnya.

"Pada kuartal II 2020 kami perkirakan penurunan pertumbuhan ekonomi di titik minus 3,8%," ujar Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, dalam rapat kerja bersama Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Kamis (9/7)

Tekanan pada perekonomian sepanjang kuartal II 2020 utamanya disebabkan karena, adanya pembatasan sosial di tingkat daerah secara masif untuk mengendalikan penyebaran virus corona atau Covid-19. Kontraksi pertumbuhan ekonomi hingga minus 1,1% menurut Sri Mulyani sangat mungkin terjadi, mengingat pada kuartal I 2020 perekonomian sudah berada dalam tekanan.

(Baca: Sri Mulyani Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Semester I Minus 1,1%)

Sementara itu, Institute for Development of Economics and Finance atau Indef memproyeksikan pertumbuhan ekonomi kuartal III juga akan terkontraksi, bahkan lebih dalam dibandingkan kuartal II. Hal ini dikarenakan minimnya penyerapan anggaran penanganan pandemi corona atau Covid-19 yang membuat konsumsi terus merosot.

Ekonom Senior Indef, Enny Sri Hartati mengatakan bahwa penanganan pandemi yang belum diketahui kapan akan berakhir, upaya pemulihan ekonomi tidak hanya mengandalkan seberapa banyak stimulus pemerintah. Namun juga seberapa besar tingkat keterserapan dan ketepatannya.

"Potensi pertumbuhan yang negatif kemungkinan besar tidak hanya terjadi di kuartal II kalau ini tidak segera dibenahi. Besar kemungkinan kuartal III tidak hanya (tumbuh) negatif tapi kontraksinya jauh lebih besar," kata Enny dalam acara peluncuran buku 'Pandemi Corona: Virus Deglobalisasi, Masa Depan Perekonomian Global dan Nasional' di Jakarta, Senin (13/7).

Reporter: Dimas Jarot Bayu