Gema Alarm Resesi Singapura Sampai Indonesia

123RF.com/Elnur Amikishiyev
Penulis: Pingit Aria
16/7/2020, 14.32 WIB

Alarm resesi ekonomi berbunyi di Singapura. Negara yang ekonominya ditopang oleh bisnis jasa itu memang sangat terpukul oleh virus corona. Saat ekspor impor lesu dan wisatawan tak lagi datang negara yang menjadi hub ini tak lagi mendapat pemasukan.

Resesi terjadi saat sebuah negara mengalami pertumbuhan ekonomi negatif selama dua kuartal berturut-turut. Pada kuartal I 2020, pertumbuhan ekonomi Singapura tercatat minus 0,7%. Sedangkan ekonomi Indonesia saat itu masih tumbuh 2,97%.

Pada Selasa (14/7) Kementerian Perdagangan dan Industri Singapura (MTI) mengumumkan pertumbuhan ekonomi Negeri Singa anjlok 41,2% pada kuartal II 2020. Maka Singapura memasuki jurang resesi.

Sedangkan di Indonesia, penentuannya ada pada kuartal III 2020. Meski belum diumumkan, Jokowi memproyeksikan pertumbuhan ekonomi kuartal II akan minus 4,3%. Maka bila ekonomi tumbuh negatif lagi pada kuartal III 2020, maka Indonesia akan menyusul Singapura.

"Momentumnya adalah di Juli, Agustus, dan September, kuartal III. Kalau kita tidak bisa mengungkit di kuartal III, jangan berharap kuartal IV akan bisa," kata Presiden Joko Widodo saat rapat bersama para gubernur di Istana Kepresidenan Bogor, Rabu (15/7).

Resesi ekonomi Indonesia sebelumnya sempat diperkirakan oleh lembaga riset internasional, Morgan Stanley. Dalam laporan bertajuk Asia Economic Mid Year Outlook 2020, Morgan memperkirakan ekonomi Indonesia tumbuh minus 5% pada kuartal II 2020. Lalu, minus 1,5 persen pada kuartal III 2020.

Morgan Stanley memperkirakan ekonomi Indonesia baru akan tumbuh positif 0,5% pada kuartal IV 2020. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pun pernah memberi proyeksi bahwa ekonomi Indonesia bisa berada di kisaran minus 0,4% sampai 1% pada kuartal III 2020. Artinya, resesi ekonomi mengancam Indonesia.

Berikut proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia menurut beberapa lembaga:

Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Eko Listyanto mengatakan bahwa resesi ekonomi Singapura bisa jadi menular ke sejumlah negara tetangga lainnya. Namun, yang paling terancam menurutnya adalah Malaysia dan Thailand.

Sebab, karakteristik ekonomi dua negara itu mirip dengan Singapura; memiliki ketergantungan tinggi pada perdagangan dan rantai pasok (supply chain) global. Sedangkan, penyebaran virus corona yang telah membuat perdagangan global lumpuh.

Selain itu, pemerintah kedua negara juga sempat melakukan karantina wilayah (lockdown) demi mempersempit penyebaran corona. Kondisi itu menyebabkan kegiatan ekonomi di dalam negeri pun mandek.

Apalagi, Thailand sudah mengalami pertumbuhan ekonomi minus 1,8% pada kuartal pertama 2020. "Negara-negara yang mempunyai keterkaitan perdagangan tinggi sebetulnya memang menuju resesi," kata Eko.

(Baca: Perketat PSBB, Bank Dunia Prediksi Ekonomi RI Bisa Minus 2% Tahun Ini)

Bagaimanapun, Indonesia harus waspada karena hubungan perdagangan dengan kedua negara tetangga itu sangatlah erat. "Kalau mereka resesi kita juga bisa kena jadi interconnected," kata Eko.

Data BPS menunjukkan total ekspor non migas Indonesia Januari-Mei 2020 ke Malaysia sebesar US$2,56 miliar. Malaysia berada dalam posisi keenam negara tujuan ekspor Indonesia.

Kemudian, total ekspor non migas Indonesia Januari-Mei 2020 ke Thailand sebesar US$1,97 miliar. Thailand berada dalam posisi kedelapan negara tujuan ekspor Indonesia, porsinya mencapai 3,23 persen dari total ekspor.

Bagaimanapun, perdagangan bukan penyumbang terbesar PDB Indonesia. Porsinya, kata Eko hanya sekitar 30% terhadap PDB.

Kuncinya Konsumsi Masyarakat

Konsumsi rumah tangga masih menjadi motor penggerak utama pertumbuhan ekonomi, dengan porsi 58,14% kepada PDB pada kuartal I 2020. Namun, tak bisa dipungkiri bahwa pandemi corona juga memukul daya beli masyarakat.

Itu tercermin dari indikator konsumsi. Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) dan penjualan retail terpantau turun masing-masing sebesar 31,67% dan 12,45% pada Mei 2020. "Indonesia memang masih bertumpu pada domestik, tapi domestiknya juga melemah. Barang sekunder dan tersier sudah tidak laku, "ujarnya.

(Baca: Potensi Pemulihan Ekonomi dari Data Kenaikan Ekspor-Impor Bulan Juni)

Hal senada diungkapkan oleh Ekonom Universitas Indonesia Fithra Faisal Hastiadi. Menurutnya, RI tak memiliki ketergantungan besar kepada perdagangan global.

Jadi, ketika perdagangan global terguncang akibat Covid-19, negara-negara seperti Singapura, Malaysia dan Thailand menanggung dampak lebih besar. "Dalam hal ini, ibaratnya blessing in disguise, karena satu sisi ketika peer group di Asia Tenggara tumbuh kita ketinggalan," katanya.

Fithra menyatakan, resesi atau tidaknya Indonesia akan lebih bergantung pada kondisi domestik. Sedangkan, kondisi domestik itu tergantung dua hal. “Pertama, pandemi ini kapan flat kurvanya (Covid-19) dan kedua, stimulus fiskal ini kapan cair semuanya," ujarnya.

Ia memprediksi pertumbuhan ekonomi mengalami kontraksi pada kuartal II 2020 sebesar minus 4 persen hingga 5 persen. Karenanya, resesi ekonomi Indonesia akan bergantung pada kuartal III 2020.

Menurutnya, masih terdapat potensi penguatan hingga 1% di kuartal III 2020. Asal, daya beli masyarakat terangkat. "Jika tidak, pertumbuhan ekonomi bisa minus dan Indonesia mengalami resesi ekonomi," katanya.

(Baca: Terdampak Pandemi, Ekonomi Indonesia Dinilai Sudah di Ambang Resesi)

Reporter: Dimas Jarot Bayu