Tenaga Medis Persoalkan Penggunaan Rapid Test Corona yang Tak Akurat

ANTARA FOTO/Siswowidodo/aww.
Penggunaan rapid test menjadi sorotan karena dinilai tidak akurat dan tidak efisien dalam mendeteksi virus corona.
Penulis: Dimas Jarot Bayu
30/7/2020, 18.52 WIB

Sejumlah tenaga medis mempersoalkan masih digunakannya uji cepat (rapid test) dalam mendeteksi virus corona atau Covid-19 di Indonesia. Sebab rapid test dinilai tidak akurat untuk menemukan infeksi baru corona.

“Terutama pada minggu pertama (setelah terinfeksi) karena antibodi belum terbentuk. WHO tidak rekomendasikan rapid test,” kata Direktur Rumah Sakit Universitas Andalas (Unand) Andani Eka Putra dalam webinar “Katadata.co.id bersama Kawal Covid-19 bertajuk Tes Covid-19, Seberapa Efektif?” pada Kamis (30/7).

Andani mencontohkan, pihaknya sudah menemukan ada 10 orang yang hasil rapid test-nya reaktif di bandara di Sumatera Barat. Namun setelah menjalani tes PCR, mereka ternyata diketahui positif corona.

Dia menilai penggunaan rapid test untuk pemeriksaan corona semata karena kepentingan ekonomi. Padahal, hal tersebut justru berbahaya karena dapat meningkatkan laju penyebaran corona, khususnya di Sumatera Barat.

Atas dasar itu, Andani menyebut Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumatera Barat tidak merekomendasikan pengadaan rapid test untuk pemeriksaan corona sama sekali. "Kami bisa meyakinkan pada Pemprov Sumatera Barat bahwa PCR itu adalah yang utama," kata dia.

Senada, Pemerintah Kota Cimahi pun lebih mengutamakan tes PCR untuk mendeteksi corona karena ketidak-akuratan rapid test. Selain itu, rapid test dinilai tidak efisien karena orang-orang yang telah menjalaninya biasanya tetap harus memeriksakan dirinya kembali melalui uji PCR.

"Sehingga alokasi budget untuk rapid test (di Kota Cimahi) menjadi sangat berkurang. Budget-nya ke PCR untuk (menemukan) new infection dulu," kata anggota Divisi Perencanaan, Riset, dan Epidemiologi Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 Kota Cimahi Fedri Ruluwedrata.

Adapun rata-rata jumlah tes Covid-19 pada Juli 2020 tercatat sebanyak 12,4 ribu orang per hari, dengan angka paling tinggi mencapai 17,3 ribu orang pada Selasa (21/7). Rerata tersebut meningkat dari bulan sebelumnya yang sebanyak 8,4 ribu orang per hari.

Dengan begitu, total tes virus corona kini telah dilakukan terhadap hampir 763 ribu orang. Tes dilakukan dengan dua metode, yakni polymerase chain reaction (PCR) dan tes cepat molekuler (TCM).

Reporter: Dimas Jarot Bayu