Kejaksaan Agung telah mengeksekusi terpidana kasus korupsi hak tagih atau cessie Bank Bali, Joko Soegiarto Tjandra dengan hukuman dua tahun penjara. Eksekusi dilakukan lantaran putusan pengadilan terhadap Joko Tjandra telah berkekuatan hukum tetap atau inkrach.
Kepala Pusat Penerangan dan Hukum Hari Setiyono mengatakan, eksekusi dilakukan berdasarkan putusan Peninjauan Kembali Mahkamah Agung Nomor : 12K/Pid.Sus/2008 tanggal 11 Juni 2009. Dalam putusan tersebut, Joko Tjandra telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tidak pidana dan turut serta melakukan tindak pidana korupsi dan berlanjut.
"Setelah terpidana berhasil ditangkap maka Jaksa telah melaksanakan eksekusi pada hari Jumat, tanggal 31 Juli 2020," kata Hari melalui siaran pers yang diterima Katadata.co.id, Senin (3/8).
Joko Tjandra akan menjalani masa hukumannya di Rumah Tahanan Kelas 1 Jakarta Pusat atau dikenal Rutan Salemba. Ini sesuai dengan Surat Perintah Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan Nomor: Print-693/M.1.14/fd.1/05/2020 tanggal 20 Mei 2020.
Tak hanya itu, ia dikenakan sanksi denda Rp 15 juta atau pengganti pidana kurungan selama tiga bulan. Sedangkan barang bukti berupa dana yang ada dalam escrow account atas rekening Bank Bali No. 0999.045197 PT Era Giat Prima sejumlah Rp 546 miliar dirampas oleh negara untuk mengembalikan kerugian.
"Sedangkan terhadap eksekusi selebihnya, termasuk uang telah dilaksanakan oleh Jaksa pada tahun 2009," kata dia.
Dengan telah dilaksanakannya eksekusi tersebut, Hari mengatakan tugas Jaksa telah usai. Selanjutnya, penempatan terpidana menjalani pidananya adalah menjadi kewenangan Direktur Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.
Seperti diketahui Joko Tjandra sempat menjadi buron sejak 2009. Kasusnya kembali mendapat sorotan ketika yang bersangkutan mengajukan peninjauan kembali atas putusan pengadilan yang memvonis dirinya dengan hukuman dua tahun penjara.
Jaksa Agung ST Burhanuddin mengatakan, Joko sempat berada di Indonesia pada 8 Juni 2020 untuk mendaftarkan Peninjauan Kembali ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Namun, ia baru mengetahui informasi tersebut pada pertengahan bulan dan mengkonfirmasinya kepada pengadilan. Lolosnya Joko diakui Burhanuddin menunjukkan kelemahan deteksi intelijen kejaksaan.
Pihak Kepolisian akhirnya dapat menangkap sang buron pada Kamis (30/7) malam dari tempat persembunyiannya di Kuala Lumpur, Malaysia. Dia tiba di Indonesia melalui Bandara Halim Perdana Kusumah, Jakarta Timur.
Kabareskrim Polri Komjen Listyo Sigit Prabowo menjelaskan penangkapan Joko Tjandra antara lain berkat pembentukan tim khusus yang secara intensif mencari keberadaan buronan tersebut. “Dari pencarian tersebut kami mendapatkan informasi bahwa yang bersangkutan ada di Malaysia, di Kuala Lumpur,” kata Komjen Listyo beberapa waktu lalu.
Belakangan, Joko diketahui dengan mudah melenggang keluar-masuk Indoesia selama menjadi buron, antara lain berkat bantuan petinggi Bareskrim Polri. Brigjen (Pol) Prasetijo Utomo kini telat ditetapkan sebagai tersangka lantaran diketahui membantu pelarian Joko Tjandra.
Suap adalah modus yang paling banyak ditemui dalam pengusutan kasus korupsi. Berdasarkan data ICW, setidaknya terdapat 51 kasus korupsi dengan penyuapan. Nilai suap sebesar Rp 169,5 miliar sedangkan pencucian uang sebanyak Rp 46 miliar.