Juru Bicara Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Arya Sinulingga mengatakan Menteri BUMN Erick Thohir tidak bisa memenuhi persyaratan untuk menjadi relawan vaksin Covid-19. Alasannya, domisili Erick yang berada di Jakarta.
Menurutnya, relawan vaksin Covid-19 yang diproduksi perusahaan asal Tiongkok, Sinovac Biotech Ltd harus warga yang berdomisili di Kota Bandung, Jawa Barat. Mereka juga tidak boleh meninggalkan wilayah penelitian selama masa uji.
"Hal ini tidak bisa dipenuhi warga di luar Bandung raya, termasuk Menteri Erick Thohir," kata Arya melalui siaran pers yang diterima Katadata.co.id, Minggu (9/8). Erick tidak bisa memenuhi persyaratan itu karena tugasnya sebagai menteri yang memaksanya harus tinggal di DKI Jakarta.
Menurut dia, sebagai pejabat negara, Erick sangat mendukung berbagai upaya akselerasi penanganan Covid-19 baik dari sisi ekonomi maupun kesehatan. Termasuk pula pengembangan dan kolaborasi produksi vaksin serta terapi penyembuhannya.
Seluruh relawan yang nantinya akan bergabung dalam pengembangan vaksin pun akan mendapatkan dukungan penuh dari pemerintah. "Tim peneliti masih terus mengumpulkan relawan untuk uji klinis fase ketiga ini," kata dia.
Sebelumnya, Erick menolak menjadi relawan vaksin tahap ketiga dengan alasan sebagai pejabat negara tak etis jika mendapatkan suntikan vaksin pertama kali. Sementara masyarakat lain sangat membutuhkan vaksin tersebut.
Adapun pengembangan vaksin menggandeng kerja sama dengan perusahaan pelat merah yang bergerak di bidang farmasi, PT Bio Farma (Persero). Penegembangan ini membtuhkan relawan sebanyak 1.620 orang. Setelah terbukti efektif menyembuhkan pasien, nantinya vaksin ini akan diproduksi massal untuk penanganan wabah.
"Meski ingin disuntik (vaksin) tapi rakyat dulu, kami pemimpin belakangan," kata Erick beberapa waktu lalu.
Seperti diketahui, pemerintah tengah mengembangkan vaksin virus corona dari perusahaan Tiongkok, Sinovac Biotech untuk dilakukan uji klinis tahap ketiga. Tak hanya itu, perusahaan juga dikabarkan akan mengimpor kandidat vaksin lainnya dari Inggris untuk diuji coba.
Erick memperkirakan pemerintah membutuhkan dana hingga US$ 4,5 miliar atau Rp 66 triliun untuk menyuntikkan vaksin kepada 160 hingga 190 juta penduduk Indonesia. Erick berharap distribusi tahap pertama vaksin dapat dilakukan pada Januari hingga Februari 2021.
Pemberian vaksin perlu dilakukan dua kali dengan kisaran harga US$ 15 per vaksin. "Kalau harganya US$ 15 per vaksin, jadi berapa? Anggap imunisasi 300 juta kali dengan US$ 15 per vaksin, berarti sudah US$ 4,5 miliar," katanya.
Erick tak menjelesakan secara perinci terkait perkiraan jumlah penduduk yang mungkin akan divaksin tersebut. Berdasarkan hasil Survei Penduduk Antar Sensus 2015, jumlah pada 2020 sebanyak 269,6 juta jiwa.
Ia juga tak menjelaskan lagi kemungkinan dana yang akan digunakan pemerintah untuk membiayai seluruh kebutuhan dana imunisasi tersebut. Meski demikian, menurut dia, pos anggaran Kementerian Kesehatan saat ini masih tersedia sekitar Rp 24,8 triliun yang sebagian akan digunakan untuk membayarkan uang muka vaksin.