Pemerintah Targetkan Awal Februari 2021 Vaksinasi Massal Covid-19

ANTARA FOTO/M Agung Rajasa/nz
Petugas kesehatan menyuntikan vaksin kepada relawan saat simulasi uji klinis vaksin Covid-19 di Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran, Bandung, Jawa Barat, Kamis (6/8/2020).
15/8/2020, 17.24 WIB

Vaksin virus corona buatan Sinovac-Bio Farma kini sudah memasuki uji klinis tahap ketiga. Menteri BUMN sekaligus Ketua Pelaksana Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) Erick Thohir memastikan vaksin tersebut aman dan menargetkan vaksinasi massal bisa dilakukan pada Januari akhir atau awal Februari 2021.

Namun vaksinasi hanya bisa dilakukan jika efektivitas dan efek samping yang ditimbulkan terhadap manusia berhasil dipastikan. Bio Farma dan Sinovac akan memastikan lagi gejala yang ditimbulkan vaksin dari uji klinis.

"Kemarin coba uji klinis ketiga di Bandung, ada 1.620 relawan. Kalau sudah uji klinis tiga, aman. Butuh waktu enam bulan untuk pastikan ada tidak gejala yang membahayakan manusia," kata Erick video conference pada Sabtu (15/8).

Apabila sudah menjalani waktu selama enam bulan itu, Bio Farma dan Sinovac akan memproduksi vaksin tersebut secara masif. Dia menargetkan, vaksinasi besar-besaran akan dilakukan di Januari akhir atau Februari awal. "Kalau bisa Januari awal atau Desember lebih bagus lagi," ujarnya.

Erick mengatakan bahwa Bio Farma memiliki kredibilitas yang menjanjikan dalam membuat vaksin. Sejauh ini sudah ada 15 vaksin yang dikembangkan oleh Bio Farma, salah satunya polio.

Untuk menjamin kehalalan vaksin itu, pemerintah pun menggandeng Majelis Ulama Indonesia (MUI). Walaupun Erick meyakini selama ini Bio Farma memproduksi vaksin yang halal bagi umat muslim.

Khusus untuk Covid-19, Erick memastikan bahwa perusahaan pelat merah itu meningkatkan kapasitas produksi vaksin hingga 100 juta. Menurutnya, Indonesia membutuhkan sekitar 320 juta vaksin.

Oleh karena kolaborasi pun dilakukan. Pemerintah tidak hanya akan mengandalkan vaksin Covid-19 Sinovac-Bio Farma, tetapi juga vaksin lainnya yang juga sedang diuji klinis lembaga lain, salah satunya Lembaga Biologi Molekuler (LBM) Eijkman.

Adapun vaksin yang tengah diuji oleh LBM Eijkman tersebut dikembangkan melalui kerja sama dengan beberapa Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Kesehatan dan beberapa universitas di Indonesia.

Sebelumnya, Manajer Lapangan Riset Uji Klinis Vaksin Covid-19 Universitas Padjajaran (Unpad), dr Eddy Fadliyana mengatakan, ada beberapa kriteria agar vaksin Covid-19 Sinovac bisa lolos uji klinis tahap ketiga ini.

Di antaranya, vaksin itu bisa dikatakan berhasil apabila tidak banyak relawan mengalami efek samping yang berat. Kemudian antibodi di tubuh para relawan harus muncul setelah vaksin disuntikkan.

"Lalu dilihat efikasinya, jadi nanti kelompok yang divaksin itu kelihatan tidak terkena infeksi virus corona, selama enam bulan (proses uji klinis)," kata Eddy.

Setelah melalui tahap kedua dan ketiga uji klinis, vaksin itu dinilai bisa melindungi dari infeksi virus corona hingga 90% atau lebih. Bagaimanapun, dia tak menampik masih ada potensi orang yang telah divaksinasi namun masih bisa terjangkit Covid-19.

Menurutnya antibodi di tubuh akan timbul dalam 14 hari setelah penyuntikan vaksin kedua. Dalam proses uji klinis itu, para relawan memang harus menjalani dua kali penyuntikan vaksin. "Masih bisa terkena infeksi, tapi sebagian besar terlindungi," kata dia.

Lalu, dalam enam bulan ke depan, tim riset bakal melihat perkembangannya terkait berapa jumlah relawan yang terkena Covid-19 dan yang tidak. "Dalam enam bulan itu kita lihat, apakah menurun atau masih tinggi antibodinya dan kejadian efek sampingnya," kata dia.

Reporter: Fahmi Ahmad Burhan