Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) merilis data hasil survei yang dilakukan pada rentang waktu 5 - 8 Agustus 2020 terkait pendidikan online di masa pandemi Covid-19. Hasil survei tersebut menunjukkan, 92% peserta didik mengalami banyak masalah dalam mengikuti pembelajaran daring selama pandemi corona merebak.
Manajer Kebijakan Publik SMRC Tati D. Wardi mengatakan, survei ini diikuti oleh responden dengan rentang usia 17 tahun ke atas. Dari jumlah tersebut, sebanyak 5% mengaku masih bersekolah atau kuliah. Sebanyak 87% dari jumlah responden tersebut mengatakan melakukan pembelajaran online, sedangkan yang tidak belajar berjumlah 13%.
"Dari responden yang belajar atau kuliah online, 92%, merasa sangat banyak atau cukup banyak masalah yang mengganggu dengan pembelajaran online," kata Tati dalam diskusi daring di Jakarta, Selasa (18/8).
Hanya 8% yang menjawab sedikit dan o% menjawab tidak ada masalah. Berdasarkan hasil survei ini juga ditemukan, 60% peserta didik menyatakan tetap pergi ke sekolah atau kampus selama masa pandemi merebak. Sedangkan 29% tidak ada sekolah atau kuliah karena diliburkan dan sisanya 11% tidak menjawab.
Survei ini melibatkan 2.201 responden yang diambil secara acak dari sampel survei tatap muka sebelumnya dengan jumlah proporsional. Wawancara dilakukan pada 5-8 Agustus 2020. Survei dilakukan dengan wawancara melalui sambungan telepon.
Batas kesalahan atau margin of error dalam survei ini yakni sebesar 2,1% dengan teknik sampel dipilih secara acak atau stratified multistage random sampling pada tingkat kepercayaan 95%.
Pada kesempatan yang sama, Manager of Institutional Reasearch and Effectiveness Sampoerna University, Dorita Setiawan mengatakan, kondisi yang serupa turut terjadi pada mahasiswa di kampusnya.
Apalagi pembelajaran daring telah dilakukan hampir selama satu semester sehingga banyak mahasiswa luar daerah memilih kembali ke kampung halaman.
Untuk mengatasi kendala pembelajaran daring,pihaknya telah membentuk sistem manajemen pembelajaran dalam kondisi darurat sehingga dapat meminimalisir kendala pembalajaran siswa. Sistem tersebut membantu memetakan siapa saja peserta didik yang mendapatkan kendala belajar hingga apa saja yang dibutuhkan.
Pandemi yang datang secara tiba-tiba pun akhirnya memaksa semua tenaga pengajar pun terpaksa harus beradaptasi dengan dengan cepat melalui sistem pembalajaran dan kurikulum baru. "Sebaik-baiknya kurikulum kalau tenaga pengajar tidak disiapkan ya percuma saja, jadi kami juga melakukan pelatihan berkala," kata dia.
Sebelumnya, imbas pandemi virus corona yang merebak membuat pembelajaran terpaksa harus dilakukan secara jarak jauh. Beberapa kendala pun muncul, seperti kurangnya bimbigan guru hingga masalah akses internet.
Detailnya, kendala tersebut bisa dilihat dalam databoks berikut: