Ketua Satgas Kewaspadaan dan Kesiagaan Covid-19 Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Zubairi Djoerban menilai jumlah tes Covid-19 di Indonesia masih sedikit. Sehingga ia menyarankan agar setidaknya Pemerintah dapat menggenjot tes Covid-19 minimal 50 ribu/hari per satu juta penduduk.
Zubairi mengatakan jumlah tes covid-19 di Indonesia memang mengalami peningkatan. Dari yang awalnya hanya 7 ribu orang per hari, saat ini telah meningkat hingga 20 ribu orang per hari.
Namun angka tersebut masih jauh dari harapan pemerintah. Padahal, Presiden Joko Widodo meminta agar tes Covid-19 dapat dilakukan mencapai 30 ribu orang per hari.
Perkembangan tes Covid-19 Indonesia bisa disimak dalam Databoks di bawah ini:
Sementara jika dibandingkan dengan negara lain, jumlah tes Covid-19 Indonesia masih jauh. Misalnya seperti di Amerika Serikat yang telah melakukan pengetesan sebanyak 200 ribu per hari 1 juta penduduk.
"Brazil dan India juga banyak lebih dari 60 ribu. Jadi emang kita minimal 30 ribu. Saran saya 50 ribu hingga 100 ribu per hari per satu juta penduduk," ujarnya dalam Webinar Katadata.co.id x KawalCovid19: Perjuangan Untuk Merdeka Dari Pandemi Corona, Jumat (21/8).
Selain itu, ia juga mengungkapkan alasan mengapa grafik kasus postif di Indoenesia tidak kunjung melandai. Beberapa di anataranya karena seperti jumlah Rumah Sakit yang semakin penuh di berbagai daerah.
Kemudian, pelaporan jumlah kasus positif Covid-19 yang angkanya masih cukup tinggi yakni di atas 1500 orang per hari. "Jadi artinya kita masih lama ke puncak apalagi melandai ataupun turun jadi masih banyak gap yang kita kerjakan," ujarnya.
Oleh karena itu, Zubairi menyarankan agar tes Covid-19 agar serius diperbanyak. Sehingga penyebaran Covid-19 dapat dipotong dari hasil yang telah ditelusuri tersebut.
Sementara, Ketua Tim Riset Uji Klinis Vaksin Covid-19 Unpad Kusnandi Rusmil mengatakan cukup sulit bagi Indonesia untuk cepat lepas dari pandemi ini. Hal ini mengingat kesadaran dari warga masyarakat mengenai pentingnya menjaga jarak masih kurang.
Menurutnya minimnya pengetahuan yang benar akan penularan Covid-19 menyebabkan masyarakat tidak disiplin menjalankan protokol kesehatan. "Di TV, pasar banyak orang gak menggunakan masker. Gimana mau berkurang pandeminya. Jalan jalan masih ke pasar, terus kemudian naik sepeda ramai ramai, itu kan gak bisa ngejaga diri jadi pandemi kita bakal terus," ujarnya.
Hanya DKI Jakarta yang Penuhi Standar Tes WHO
Menurut laporan situasi Covid-19 dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada 1 Juli lalu, hanya DKI Jakarta yang memenuhi standar rasio tes Covid-19 di Indonesia sebanyak satu per seribu orang tiap minggu. Rasio Ibu Kota telah mendekati dua per seribu penduduk per minggu.
“Persentase sampel positif hanya dapat ditafsirkan dengan pengawasan dan pengujian kasus yang dicurigai sesuai urutan 1 per 1.000 penduduk per minggu,” tulis laporan WHO tersebut.
Kondisi ini pun tak berubah sampai Agustus. Pada periode 27 Juli-2 Agustus, rasio tes Covid-19 di DKI Jakarta adalah 3,5 per 1.000 penduduk per pekan. Bahkan pada periode 3-9 Agustus rasionya meningkat menjadi 4,3 per 1.000 penduduk per pekan.
Salah satu kendala melakukan tes Covid-19 oleh provinsi lain, seperti diungkapkan Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa, adalah mahalnya reagen PCR. Pemprov Jatim pun menyiasatinya dengan memilah orang yang perlu dites PCR dan menggalakkan tes cepat.
Data Dinkes Jatim yang disampaikan Khofifah per 11 Agustus 2020 pukul 17.00 WIB, sudah 834.418 orang dites cepat di Jatim. “1 dari 48 penduduk Jatim telah dites cepat Covid-19,” kata Khofifah kepada Katadata.co.id, Selasa (11/8) lalu.