Pencairan BLT Pekerja Ditunda, Data Selalu Jadi Momok Realisasi Bansos

ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat/aww.
Ilustrasi. Pemerintah menunda penyaluran BLT Pekerja bergaji di bawah Rp 5 juta untuk memastikan kembali pendataan. Rencananya akan disalurkan pada akhir Agustus 2020.
25/8/2020, 14.10 WIB

Pemerintah menunda penyaluran tahap pertama bantuan langsung tunai atau BLT subsidi bagi pekerja bergaji di bawah Rp 5 juta yang semestinya cair kemarin (24/8). Namun, pemerintah tetap memastikan pencairan tetap dilakukan pada Agustus ini.

Penundaan pencairan ini disampaikan Menteri Ketengakerjaan Ida Fauziah melalui keterangan resmi yang diterima Katadata.co.id, Selasa (25/8). Alasannya pemerintah masih menyesuaikan lagi data yang diserahkan BP Jamsostek agar penerimanya tepat sasaran.

“Jadi, 2,5 juta (untuk tahap pertama) kami mohon maaf butuh kehati-hatian untuk menyesuaikan data yang ada,” kata Ida.

Ida menjelaskan, waktu maksimal dalam petunjuk teknis untuk pengecekan data selama empat hari. Waktu ini diperlukan mengingat jumlah data yang mesti dipastikan banyak. Meskipun begitu, ia menyatakan penyaluran bisa dilakukan paling lambat 31 Agustus 2020.

“Kami memang menargetkan bisa dilakukan transfer dari akhir Agustus ini,” katanya.

Anggaran yang disiapkan untuk program ini sebesar Rp 37,87 triliun. Besaran yang akan diberikan adalah Rp 600 ribu per orang selama empat bulan dengan target penerima 2,5 juta orang untuk tahap pertama. Sementara total yang akan mendapat subsidi adalah 15,72 juta orang.

Bantuan ini diberikan kepada pekerja formal non-BUMN dan non-PNS dari berbagai sektor. Syaratnya, mereka memiliki upah di bawah Rp 5 juta per bulan. Mereka pun harus terdaftar dan membayar upah iuran BPJS Ketenagakerjaan hingga 30 juni dan tak boleh menjadi penerima manfaat program kartu prakerja.

Ida pada 7 Agustus lalu menyatakan program BLT pekerja untuk mengungkit daya beli masyarakat agar pertumbuhan ekonomi terjaga di kuartal ketiga dan keempat. Mengingat pada kuartal kedua pertumbuhan ekonomi Indonesia terkontraksi 5,32% dibandingkan tahun sebelumnya. Terendah sejak kuartal I 2020.

Penyebab utamanya adalah konsumsi rumah tangga yang terkontraksi 5,51% terpengaruh rendahnya daya beli masyarakat selama pandemi virus corona. Padahal sumbangannya kepada Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar 57,85%.

Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede menilai program ini memang mampu menjaga pertumbuhan ekonomi Indonesia. Hal ini lantaran menyasar kelas menengah yang berpotensi turun kelas akibat pandemi virus corona.

“Sepanjang disalurkan secara efektif,” katanya kepada Katadata.co.id, Sabtu (8/8).

Sementara ekonom CORE Indonesia Yusuf Rendy Manilet menilai BLT Pekerja memang bisa mengungkit konsumsi rumah tangga, khususnya di kelas menengah. Menurutnya, kontribusi kelas menegah 45% ke konsumsi rumah tangga nasional.

Data Selalu Jadi Ganjalan Pemerintah

Bukan kali ini saja stimulus pemerintah saat pandemi virus corona terkendala pendataan. Pada 16 Juni lalu, Menkeu Sri Mulyani menyatakan salah satu kendala utama stimulus Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) adalah pendataan yang tumpang tindih.

Pernyataan Mensos Juliari Batubara pada 24 Juni 2020 terkait penyaluran bantuan sosial atau bansos pun mengonfirmasi hal itu. Menurutnya, masih banyak pemerintah daerah (pemda) yang belum memperbarui laporan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS). Padahal laporan tersebut menjadi tumpuhan penyaluran bansos, baik sembako maupun tunai.

Akibatnya, penyaluran bansos menjadi tertunda. Ia pun saat itu berharap pemda lebih cepat memperbarui dan melaporkan DTKS kepada pemerintah pusat agar masyarakat lekas menerima manfaatnya.

Permasalahan pendataan juga ditemukan Komisi VIII DPR saat melakukan kunjungan spesifik ke Provinsi Banten pada 30 Juni lalu. Mereka menemukan tumpang tindih data, seperti Pegawai Negeri Sipil hingga anggota dewan terdaftar sebagai penerima bansos.

“Kemudian ada orang kaya yang terdaftar, meski hanya beberapa persen saja ini akan menganggu rasa keadilan masyarakat,” kata Ketua Komisi VIII DPR Yandri Sutanto, Selasa (30/6) melansir Antara.

Perkara lain yang menjadi buntuk buruknya pendataan, adalah membusuknya 300 kilogram telur ayam bansos dari Pemprov Jawa Barat di Gudang Balai Rakyat, Kecamatan Sukmajaya, Kota Depok, pada 29 Juni lalu. Seluruh telur tersebut membusuk karena jumlahnya lebih banyak dari data penerima bansos di wiliayang tersebut dan akhirnya dimusnahkan demi menghindari penyakit.

Selain telur tersebut, di wilayah yang sama, sekitar 4.200 paket sembako pun belum tersalurkan karena perkara sama. Seluruhnya berpeluang tak layak konsumsi dan akhirnya dikembalikan ke Pemprov Jawa Barat.

Realisasi Penyerapan Perlindungan Sosial

Hingga 7 Agustus, pemerintah telah menyalurkan program perlindungan sosial mencapai 41,93% dari total anggaran sebesar Rp 203,9 triliun. Realisasi ini yang tertinggi dibandingkan program PEN lain.

Wakil Ketua Satuan Tugas Pemulihan Ekonomi Nasional Budi Gunadi Sadikin merinci serapan perlindungan sosial. Untuk Program Keluarga Harapan (PKH) mencapai Rp 27 triliun atau sekitar 72% dari anggaran Rp 37,4 triliun.

“Kami tidak melihat masalah apapun, sampai akhir tahun bisa mencapai seluruh pagu anggaran,” kata Budi dalam konferensi pers virtual, Jumat (7/8).

Program kartu sembako, kata Budi, mencapai Rp 26 triliun atau 59% dari pagu anggaran Rp 43,6 triliun. Lalu, bansos tunai dan non tunai telah mencapai Rp 19 triliun atau 49% dari pagu anggarap Rp 39,2 triliun. Sementara BLT Dana Desa telah mencapai Rp 9 triliun atau 27% dari pagu sebesar Rp 31,8 triliun. Ia berharap seluruhnya bisa terealisasi penuh pada akhir tahun. 

    

Reporter: Antara