Juru Bicara Presiden Fadjroel Rachman membela para pemengaruh (influencer) digital yang selama ini kerap menjadi sorotan publik. Menurutnya para influencer yang termasuk aktor digital memiliki peran penting dalam komunikasi kebijakan publik.
Alasannya, para influencer ini dapat menjadi pihak yang bisa memengaruhi opini publik atau key opinion leader, terutama di era transformasi dan demokrasi digital pada saat ini.
“Para aktor digital yang merupakan key opinion leaders di banyak negara demokrasi sangat aktif mengambil peran penting dalam komunikasi kebijakan publik,” kata Fadjroel dalam keterangan tertulisnya, Senin (31/8).
Ia menilai influencer akan menjadi pemain penting dalam perubahan paradigma dari top down strategy menjadi participative strategy. Lewat perubahan paradigma ini, Fadjroel menyebut publik akan berpartisipasi aktif dalam komunikasi kebijakan.
Lebih lanjut, ia menilai peran influencer akan terus berkembang dalam upaya membangun jaringan informasi yang berpengaruh terhadap aktivitas produktif. Hal tersebut pun akan mampu berpengaruh terhadap berbagai aspek sosial, ekonomi dan politik.
Menurut Fadjroel, hal itu senada dengan pernyataan Presiden Joko Widodo yang menginginkan transformasi digital sebagai prasyarat dari tranformasi ekonomi dan demokrasi digital.
“Oleh karenanya, banyak bagian dari strategi kebijakan yang perlu berpijak pada sistem dan masyarakat digital, termasuk pengakuan peran kuat aktor digital sebagai jaringan informasi,” kata Fadjroel.
Peran influencer sebelumnya menjadi sorotan publik setelah banyak dari mereka yang ikut mempromosikan RUU Cipta Kerja di media sosial. Beberapa influencer tersebut antara lain Arditho Pramono, Gofar Hilman, Gritte Agatha, hingga Fitri Tropica.
Mereka mempromosikan RUU Cipta Kerja dengan tagar #IndonesiaButuhKerja, namun usai mempromosikannya akun media sosial para influencer tersebut dibanjiri kritik karena dianggap mendukung rancangan beleid yang merugikan masyarakat.
Influencer merupakan bagian dari aktivitas digital yang dilakukan pemerintah dan sejak 2017 hingga 2020 tercatat terdapat 40 paket pengadaan untuk jasa ini dengan nilai Rp 90,5 miliar.
Secara umum, aktivitas digital pemerintah gencar dilakukan sejak 2014, dengan pengadaan untuk influencer, branding dan konsultan komunikasi. Laporan Indonesia Corruption Watch (ICW) menyebutkan pemerintah pusat menggelontorkan total Rp 1,3 triliun sejak 2014 untuk aktivitas digital ini.