Penurunan Kasus Aktif Corona Diragukan karena Kriteria Sembuh Berubah

ANTARA FOTO/Fauzan/wsj.
Ilustrasi, tenaga kesehatan dengan pakaian pelindung diri lengkap berbincang dengan keluarga pasien Covid-19. Pengamat meragukan penurunan persentase kasus aktif Covid-19 karena kriteria pasien yang dinyatakan sembuh berubah, tidak lagi harus melalui konfirmasi tes PCR.
Penulis: Dimas Jarot Bayu
3/9/2020, 15.02 WIB

Persentase kasus aktif virus corona atau Covid-19 Indonesia tercatat terus menurun setiap bulannya, dari sebelumnya 81,57% pada April 2020 menjadi 23,64% pada Agustus 2020. Namun, penurunan kasus aktif ini diragukan karena adanya perubahan kriteria pasien sembuh sejak Juli 2020.

Meski demikian, pendiri KawalCovid-19 Ainun Najib meragukan pelandaian kasus aktif virus corona tersebut. Menurutnya pelandaian kasus aktif Covid-19 lebih disebabkan karena pemerintah telah mengubah kriteria pasien yang dinyatakan sembuh sejak Juli 2020. Ini sebagaimana tertuang dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/Menkes/413/2020.

Ia menjelaskan melalui aturan tersebut, pasien tanpa gejala hingga gejala sedang Covid-19 dapat dinyatakan sembuh tanpa harus melakukan pemeriksaan ulang melalui metode polymerase chain reaction atau PCR. Pasien hanya perlu menjalani isolasi selama 10 hari sejak pengambilan spesimen diagnosis terkonfirmasi.

Padahal, sebelumnya kriteria discharge pasien ini tergolong ketat yaitu bisa dinyatakan negatif Covid-19 apabila terkonfirmasi melalui pemeriksaan PCR sebanyak dua kali.

"Jadi tidak lagi menunggu dua kali tes swab negatif, tapi cukup dalam hitungan hari bisa discharge kalau tidak ada gejala. Itu yang terkesan menurunkan dan membuat seolah kasus aktif Covid-19 Indonesia melandai," kata Ainun dalam webinar bertajuk '6 Bulan Covid-19 di Indonesia, Kapan Berakhirnya?' yang diselenggarakan Katadata.co.id, Kamis (3/9).

Lebih lanjut, Ainun juga menilai Indonesia masih jauh dari tanda-tanda terbebas dari pandemi corona, mengingat data kasus haria terus meningkat saat ini.

Hal senada juga disampaikan Epidemiolog dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia Pandu Riono. Ia bahkan menilai kasus positif Covid-19 Indonesia berpotensi terus bertambah hingga 2021.

"Jumlah kasus berpotensi terus meningkat hingga tahun depan jika pemerintah tidak melakukan surveilans yang ketat dan memperkuat layanan primer dalam sistem kesehatan publik," kata Pandu.

Berdasarkan definisi WHO, surveilans merupakan proses pengumpulan, pengolahan, analisis dan interpretasi data secara sistemik. Kegiatan ini dilakukan secara kontinu, serta diikuti dengan penyebaran informasi kepada unit yang membutuhkan untuk dapat mengambil tindakan.

Oleh karena itu, ia meminta pemerintah untuk bisa menguatkan surveilans Covid-19 dengan meningkatkan kapasitas pemeriksaan laboratorium di wilayah-wilayah yang memiliki kesiapan sumber daya manusia (SDM).

Terkait pelacakan, Pandu meminta agar pemerintah bisa meningkatkan kapasitasnya di puskesmas yang merupakan garda terdepan dalam melakukan pelacakan kasus Covid-19. Hal ini ia pandang krusial, karena selama ini pembicaraan soal peningkatan kapasitas pelacakan hanya berfokus di rumah sakit.

"Puskesmas merupakan garda terdepan untuk pelacakan dan mereka juga yang melakukan promosi kesehatan di tengah-tengah masyarakat. Kita melupakan itu, padahal di puskesmas harus ditingkatkan," ujarnya.

Sebagai informasi, persentase kasus aktif virus corona di Indonesia tercatat turun selama lima bulan terakhir. Pada April 2020 persentase kasus aktif Covid-19 tercatat sebesar 81,57% dari sebelumnya 91,26% pada Maret 2020.

Kemudian, persentase kasus aktif corona kembali menurun menjadi 71,53% pada Mei 2020 dan 57,25% pada Juni 2020. Angkanya kembali turun menjadi 44,02% pada Juli 2020 dan secara signifikan turun menjadi 23,64% pada Agustus 2020.

Seiring dengan menurunnya kasus aktif corona, tingkat kesembuhan pasien pun meningkat dari 3,84% pada Maret 2020 menjadi 9,79% pada April 2020. Angkanya semakin meningkat menjadi 21,97% pada Mei 2020 dan 37,19% pada Juni 2020. Kemudian, pada Juli 2020 meningkat menjadi 49,4% dan pada Agustus 2020 menjadi 67,04%.

Reporter: Dimas Jarot Bayu