Perhelatan pemilihan kepala daerah atau Pilkada identik dengan pengerahan massa. Dalam pandemi Covid-19, kondisi itu tak banyak berubah. Belum pula masa kampanye dimulai, beberapa calon Kepala daerah telah mengumpulkan massa untuk mendaftar ke Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Dalam Sidang Kabinet Paripurna membahas penanganan kesehatan dan pemulihan ekonomi untuk penguatan reformasi Tahun 2021 di Kompleks Istana Negara, Jakarta, Senin (7/9), Presiden Joko Widodo meminta Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian memperhatikan klaster Pilkada dalam penularan virus corona.
Mendagri dan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) harus memberi peringatan keras kepada bakal calon kepala daerah yang melanggar protokol kesehatan. "Berikan ketegasan mengenai ini. Aturan main Pilkada sudah jelas sekali," kata Jokowi
Sebelumnya, Menteri Tito sebenarnya telah mengingatkan, ada sanksi bagi para kandidat yang melakukan arak-arakan saat mendaftar Pilkada. "Tidak ada arak-arakan konvoi maupun kerumunan massa dalam jumlah besar yang mengantar pasangan calon KPUD," kata Tito di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta, Jumat (4/9).
Kenyataannya, dalam laporan analisa harian Gugus Tugas Penanganan Covid-19 edisi Minggu (6/9), setidaknya ada empat calon kepala daerah yang menggelar pawai dan arak-arakan saat mendaftar ke KPU. Pengerahan massa dalam jumlah ini tentunya kondisi rawan penularan virus corona.
Di Solo, Jawa Tengah misalnya, pasangan calon wali kota dan wakil wali kota jalur independen, Bagyo Wahyono-FX Supardjo (Bajo) naik kuda saat mendaftarkan diri sebagai peserta Pilkada 2020. Ribuan pendukung mengantar mereka dari posko pemengan di Kawasan Penumping menuju Komisi Pemilihan Umum (KPU) Solo pada Minggu (6/9/2020).
Pesaing mereka, pasangan Gibran Rakabuming Raka dan Teguh Prakosa datang ke kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Solo dengan sepeda onthel. Meski tanpa arak-arakan, putra sulung Jokowi dan pasangannya itu tetap disambut kerumunan massa di KPU Solo.
Bergeser ke timur, pendukung bakal calon bupati dan wakil bupati Jember Abdus Salam – Ifan Ariadna Wijaya melakukan long march untuk mengantar kandidat pilihannya mendaftar ke KPU setempat.
Kemudian ada bakal calon bupati dan wakil bupati Muharram - Gamalis yang menggelar pertunjukan reog saat mendaftar ke KPU Berau, Provinsi Kalimantan Timur. Ratusan simpatisan dari partai pengusung, hingga berbagai elemen masyarakat berkumpul di sana.
Sedangkan pasangan petahana H Sahbirin Noor-H Muhidin mendaftar di KPU Kalimantan Selatan dengan diiringi pentas seniman hadrah.
Belum Ada Batasan Orang
Menteri Tito telah meminta Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan KPU bertindak tegas kepada pasangan calon yang melakukan konvoi. Namun, belum ada aturan detail mengenai berapa banyak orang yang diperkenankan hadir dalam kampanye, maupun pertemuan-pertemuan lain terkait dengan Pilkada.
Sebelumnya, Kementerian Dalam Negeri juga mengusulkan agar peserta yang hadir dalam kampanye umum Pilkada Serentak 2020 dibatasi hanya 50 orang. Usulan tersebut muncul agar mereka nantinya bisa menjaga jarak guna mencegah risiko penularan virus corona.
Dengan pembatasan tersebut, kampanye dalam Pilkada 2020 akan diarahkan melalui pertemuan virtual. "Namanya ya kampanye umum, tapi dengan pembatasan," kata Dirjen Bina Administrasi dan Kewilayahan Kemendagri Syafrizal di Gedung BNPB, Jakarta, Rabu (26/8).
Syafrizal menyadari bahwa Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada tak mengatur soal batasan orang yang boleh hadir dalam kampanye umum. Adapun, Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 6 Tahun 2020 hanya membatasi peserta paling banyak 50% dari kapasitas ruangan.
Meski demikian, Syafrizal menilai usulannya tersebut penting untuk dipertimbangkan KPU demi mencegah virus corona Covid-19. Iklim demokrasi tetap harus dijaga bersama risiko kesehatan. "Dalam kondisi pandemi seperti ini, maka pembatasan orang harus kita lakukan," kata Syafrizal.
Menanggapi permintaan tersebut, Ketua KPU Arief Budiman mengaku bakal mempertimbangkan usulan tersebut. Hanya, ia menilai peserta kampanye dalam Pilkada 2020 tak bisa hanya dibatasi 50 orang. "Ada yang komplain kalau 50 terlalu sedikit," kata Arief.
Sebelumnya, survei yang digelar Indikator Politik Indonesia menyebut sebanyak 63,1% responden mengatakan pelaksanaan Pilkada Serentak 2020 sebaiknya ditunda, mempertimbangkan situasi pandemi Covid-19 saat ini. Namun, ada 34,3% responden yang ingin pilkada tersebut tetap dilaksanakan pada Desember mendatang.
Berikutnya, risiko klaster Pilkada...