Polri Moratorium Penanganan Pidana Peserta Pilkada, Beda dengan KPK

ANTARA FOTO/Rony Muharrman/aww.
Petugas Sat Sabhara Polda Riau dalam simulasi Sispam Kota dalam rangka Pengamanan Pilkada Serentak 2020 di Lapangan Sekolah Polisi Negara (SPN) Polda Riau di Kabupaten Kampar, Riau, Kamis (23/7/2020).
Penulis: Rizky Alika
Editor: Pingit Aria
8/9/2020, 18.45 WIB

Kepolisian akan menunda penanganan perkara pidana para kandidat selama proses pemilihan kepala daerah atau pilkada serentak 2020. Kapolri Jenderal Idham Azis memutuskan hal ini agar para calon kepala daerah yang bersaing tidak saling lapor untuk menjegal lawan.

Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian mendukung keputusan tersebut. "Kami melihat bahwa langkah untuk penundaan penyidikan calon kepala daerah itu lebih banyak baiknya daripada negatifnya," kata Tito dalam konferensi pers yang disiarkan secara virtual, Selasa (8/9).

Menurutnya, semua orang bisa melaporkan lawan politiknya bila tidak ada moratorium penanganan pidana. Selain itu, spektrum kasus yang ditangani polri sangat luas, mulai dari tindak pidana umum sampai tindak pidana khusus.

Oleh karenanya, pelaporan yang berpotensi diadukan tidak terbatas pada kasus korupsi. Pelaporan tersebut bisa meliputi kasus pencemaran nama baik, dugaan ijazah palsu, dugaan penipuan dan penggelapan, hingga pelanggaran Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

Ia pun menilai, elektabilitas kandidat akan jatuh bila polisi menindaklanjuti laporan tersebut. "Kalau domain politik, cukup dengan isu. Isu dipanggil polisi saja bisa jatuhkan elektabilitas," ujar dia.

Pandangan Tito tersebut berdasarkan pengalamannya sebagai mantan Kapolri yang sempat menangani pilkada dan pilpres.

Hal ini berbeda dengan sikap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang akan melakukan proses hukum terhadap kontestan pemilu yang terlibat perkara. Tito mengatakan, KPK memang spesifik menangani kasus tindak pidana korupsi.

"Kalau KPK berpendapat lain untuk tangani kasus korupsi, ya spesifik pada kasus korupsi saja," ujar dia.

Sebelumnya, KPK memastikan tidak akan menunda proses hukum terhadap perkara yang diduga melibatkan para calon kepala daerah.

"KPK saat ini tidak akan menunda proses hukum terhadap perkara siapa pun, termasuk terhadap perkara yang diduga melibatkan para calon kepala daerah," kata Plt. Juru Bicara KPK Ali Fikri seperti dikutip dari Antara.

KPK, lanjut dia, meyakini proses hukum di KPK tidak akan terpengaruh oleh proses politik."Proses hukum di KPK sangat ketat, syarat dan prosedur penetapan tersangka, penahanan, dan seterusnya melalui proses yang terukur berdasarkan kecukupan alat bukti dan hukum acara yang berlaku," katanya.

Oleh karena itu, KPK juga mendorong masyarakat agar selektif menentukan pilihan calon kepala daerah. "Beberapa program pencegahan terkait dengan pilkada sudah disiapkan KPK, antara lain pembekalan untuk calon kepala daerah, penyelenggara, dan edukasi untuk pemilih," tuturnya.

Adapun, kebijakan menunda proses hukum terhadap peserta Pilkada Serentak 2020 akan diterapkan oleh institusi Polri. Kapolri Jenderal Pol. Idham Azis telah menerbitkan surat telegram tentang instruksi kepada jajarannya mengenai penundaan proses hukum terhadap calon kepala daerah selama rangkaian Pilkada Serentak 2020 berlangsung.

Instruksi tersebut tertuang dalam Surat Telegram Nomor: ST/2544/VIII/RES.1.24./2020 tertanggal 31 Agustus 2020.

Kabareskrim Polri Komjen Pol. Listyo Sigit Prabowo saat dihubungi Antara di Jakarta, Rabu (2/9), menuturkan bahwa penundaan proses hukum ini penting agar tidak terjadi konflik kepentingan selama pilkada serentak dan mencegah dimanfaatkannya Polri oleh pihak tertentu untuk kepentingan politik.

Surat telegram tersebut, kata dia, untuk mewujudkan profesionalisme dan menjaga netralitas kinerja Polri dalam pelaksanaan pelayanan masyarakat bidang penegakan hukum.

Reporter: Rizky Alika