Pilkada serentak akan digelar secara serentak di 270 daerah di Indonesia pada Desember 2020. Direktur Eksekutif Indo Barometer Muhammad Qodari memperingatkan risiko ledakan kasus Covid-19 jika pemerintah tidak menunda pelaksanaannya.
Berdasarkan perhitungan model matematika, Qodari memperkirakan potensi orang tanpa gejala (OTG) yang bergabung dalam masa kampanye 71 hari mencapai 19,8 juta orang. Perhitungan ini berdasarkan asumsi kampanye tatap muka di 1.042.280 titik didatangi 100 orang per titik.
“Itu jika positivity rate kasus Covid-19 di Indonesia 19%, dan maksimal yang ikut kampanye 100 orang. Jujur saya tidak yakin yang datang hanya 100 orang per titik, mungkin ada yang 500, atau jangan-jangan 1.000 orang,” ujarnya dalam seminar secara daring, Sabtu (12/9) malam.
Sedangkan pada hari pencoblosan suara pada 9 Desember 2020, Qodari memperkirakan potensi OTG yang ikut bergabung dan menjadi agen penular Covid-19 mencapai lebih 15,6 juta orang.
Angka tersebut berdasarkan asumsi tingkat partisipasi di 306 ribu titik TPS (tempat pemungutan suara) mencapai 77,5%, seperti yang ditargetkan Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Oleh karena itu Qodari merekomendasikan agar pelaksanaan Pilkada 2020 ditunda, karena waktu yang tersedia untuk melaksanakan syarat-syarat ketat tidak cukup, yakni:
1. Masker telah dibagikan ke seluruh rakyat Indonesia,
2. Merevisi undang-undang untuk menghapus semua bentuk kampanye dengan kerumunan atau tatap muka, pengaturan jam kedatangan pemilih k TPS, dan pengaturan jaga jarak di luar TPS oleh aparat hukum,
3. KPU melakukan simulasi pilkada di 270 wilayah, mulai distribusi surat pemberitahuan kepada pemilih, cek jam kedatangan pemilih ke TPS, hingga penghitungan suara.
Masyarakat pun menilai pilkada serentak 2020 sebaiknya ditunda. Ini berdasarkan survei oleh Indikator Politik Indonesia terhadap 1.200 responden pada 13-16 Juli 2020 dengan tingkat kepercayaan sebesar 95% dan margin of error sebesar 2,9%. Hasil survei tersebut dapat dilihat pada databoks berikut.
Sebanyak 63,1% responden mengatakan pelaksanaan Pilkada Serentak 2020 sebaiknya ditunda, mempertimbangkan situasi pandemi Covid-19 saat ini. Namun, ada 34,3% responden yang ingin pilkada tersebut tetap dilaksanakan pada Desember mendatang.
Adapun, mereka yang ingin Pilkada Serentak 2020 tetap dilaksanakan juga lebih memilih tetap datang ke Tempat Pemungutan Suara (TPS) dan kampanye dilakukan secara terbuka seperti biasanya.
45 Daerah Pilkada Berada di Zona Merah Covid-19
Menurut data satuan tugas (Satgas) Penanganan Covid-19, ada 45 daerah pelaksana pilkada yang berada di zona merah Corona. “Dari 309 kabupaten/kota pilkada, terdapat 45 kabupaten/kota dengan risiko tinggi,” kata Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito, Kamis (10/9).
Secara rinci, 45 daerah tersebut ada di 15 provinsi. Di Sumatera Utara, kota pelaksana pilkada dengan zona risiko tinggi berada di Mandailing Natal, Kota Binjai, Kota Gunungsitoli, Kota Medan, dan Kota Sibolga.
Di Sumatera Barat, ada Kota Padang, Kota Padang Panjang, Agam, Kota Bukittinggi, dan Kota Padang Panjang. Kemudian Riau meliputi Kuantan Singingi, Pelalawan, Siak, dan Kota Dumai. Selanjutnya, di Kepulauan Riau meliputi Kota Tanjungpinang dan Kota Batam.
Di Banten, hanya ada satu kota zona merah yaitu Tangerang Selatan. Kemudian, ada Kota Depok di Jawa Barat, Kota Semarang di Jawa Tengah, serta Banyuwangi, Sidoarjo, dan Kota Pasuruan di Jawa Timur.
Di Bali, ada 6 daerah dengan zona merah yang menyelenggarakan pilkada, yaitu Badung, Bangil, Jembrana, Karangasem, Tabanan, dan Kota Denpasar. Lalu, ada Kota Makassar di Sulawesi Selatan dan Kota Manado di Sulawesi Utara.
Untuk Kalimantan Selatan, ada 6 daerah zona tinggi yang menggelar pilkada. Daerah itu ialah Barito Kuala, Hulu Sungai Utara, Tanah Laut, Balangan, Hulu Sungai Tengah, dan Kotabaru.
Di Kalimantan Tengah ada Barito Selatan, Barito Timur, Barito Utara, dan Kota Palangkaraya. Sementara di Kalimantan Timur meliputi Kutai Kartanegara, Mahakam Ulu, Kota Balikpapan, Kota Bontang, dan Kota Samarinda.