Anies Perlu Koordinasi Pusat Atur Keluar-Masuk Jakarta saat PSBB

Facebook.com/Aniesbaswedan
Anies Baswedan bersama jajaran Satpol PP inspeksi protokol kesehatan PSBB Transisi di beberapa kawasan usaha restoran.
Penulis: Yuliawati
10/9/2020, 09.56 WIB

Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta menarik rem darurat dengan memberlakukan kembali Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) seperti awal masa pandemi Covid-19 mulai Senin, 14 September 2020. Selama PSBB total ini pemerintah provinsi DKI Jakarta akan membatasi pergerakan orang keluar dan masuk ke Ibu Kota.

Gubernur DKI Jakarta  Anies Baswedan menyatakan pembatasan pergerakan orang keluar dan masuk ke Jakarta tidak mudah diaplikasikan dengan efektif jika hanya dilakukan oleh Pemprov DKI Jakarta saja.

"Idealnya kami bisa membatasi pergerakan keluar waktu Jakarta hingga minimal, tapi dalam kenyataannya ini tidak mudah ditegakkan hanya oleh Jakarta saja," kata Anies di Balai Kota Jakarta, Rabu (9/9) dikutip dari Antara.

Untuk menerapkan kebijakan pembatasan keluar masuk saat PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) Total, Anies perlu berkoordinasi dengan pemerintah pusat terutama Kementerian Perhubungan.

"Terutama dengan Kemenhub dan tetangga-tetangga kita di Jabodetabek yang Insya Allah besok kita akan melakukan koordinasi terkait dengan pelaksanaan fase pengetatan yang akan kita lakukan di hari-hari ke depan," ujar Anies.

Sebelum pelonggaran PSBB, Pemprov Jakarta mengeluarkan aturan Surat Izin Keluar/Masuk  atau SIKM untuk mengatur orang-orang yang tinggal di luar Jabodetabek saat masuk ke Jakarta.

Terdapat beberapa persyaratan yang dapat mengantongi SIKM yakni: 

1. Pekerja harian/pengusaha/orang asing yang lokasi kerjanya di Jakarta, namun tinggal di luar Jabodetabek (SIKM perjalanan berulang).

2. Pekerja/pengusaha yang tinggal di luar Jabodetabek dan harus perjalanan dinas ke Jakarta (SIKM perjalanan sekali).

3. Warga dengan kebutuhan mendesak (SIKM perjalanan sekali) yang mencakup pasien gawat darurat kesehatan, dan kondisi darurat lain seperti kerabat sakit keras atau meninggal.

Alasan Jakarta Berlakukan PSBB Total

Pemprov Jakarta mencabut kebijakan PSBB transisi dan memberlakukan kembali PSBB total karena kasus Covid-19 di Jakarta terus bertambah. Anies menjelaskan terdapat tiga indikator yang menunjukkan kondisi darurat yaitu tingkat kematian, ketersediaan tempat tidur isolasi dan ICU khusus, serta tingkat kasus positif di Jakarta.

"Dalam dua pekan angka kematian meningkat kembali, secara persentase rendah tapi secara nominal angkanya meningkat kembali. Kemudian tempat tidur ketersediaannya maksimal dalam sebulan kemungkinan akan penuh jika kita tidak lakukan pembatasan ketat," kata Anies.

Saat ini angka rataan kasus positif (positivity rate) Covid-19 di Jakarta adalah 13,2% atau di atas ketentuan aman Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) di bawah angka 5%.

Kasus aktif corona di Jakarta dengan pasien yang masih dirawat atau diisolasi sampai Rabu (9/9) sebanyak 11.245. Sedangkan, jumlah kasus konfirmasi secara total di Jakarta sampai hari ini sebanyak 49.837 kasus, sementara 37.245 orang dinyatakan sembuh dan total 1.347 orang meninggal dunia.

Berdasarkan data Dinas Kesehatan DKI Jakarta, kesediaan tempat tidur pada Rabu (8/9) untuk isolasi harian Covid-19 di 67 RS rujukan adalah sekitar 77% dari kapasitasnya saat ini sebanyak 4.456 tempat tidur. Dengan demikian, hanya tersisa sekitar 1.024 tempat tidur isolasi harian untuk pasien yang terpapar Covid-19.

Sementara itu, okupansi tempat tidur ICU mencapai 83% dari kapasitasnya sejumlah 483 tempat tidur, atau hanya tersedia sekitar 83 unit ICU di 67 Rumah Sakit Rujukan.

Pemberlakuan kembali PSBB yang diperketat ini mulai 14 September 2020 namun belum diketahui kapan berakhirnya. Dengan kebijakan ini, berbagai aktivitas perkantoran non-esensial mulai Senin (14/9) kembali dibatasi dengan memberlakukan kerja dari rumah (work from home).

Terdapat 11 sektor usaha yang boleh tetap berjalan dengan operasional minimal selama PSBB Total. Anies telah mengaturnya dalam Pergub No. 33 Tahun 2020 soal PSBB.

Sebelas sektor tersebut tetap diizinkan beroperasi karena memiliki peran krusial dalam kelangsungan hidup masyarakat, yakni:

1. Kesehatan
2. Bahan pangan/ makanan/ minuman/
3. Energi
4. Komunikasi dan Teknologi Informasi
5. Keuangan
6. Logistik
7. Perhotelan
8. Konstruksi
9. Industri strategis
10. Pelayanan dasar/ objek vital
11. Kebutuhan sehari-hari