Pandemi Covid-19 belum juga menunjukkan tanda-tanda akan mereda, meski telah lebih dari enam bulan sejak kasus pertama penularan virus corona terkonfirmasi di Indonesia. Kinerja para Menteri di kabinet Presiden Joko Widodo atau Jokowi dalam penanganan Covid-19 pun menjadi sorotan.

Yang terbaru, Muhammadiyah meminta Jokowi mengevaluasi kinerja para menteri, terutama yang tugasnya terkait langsung dengan penanganan pandemi Covid-19. Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu'ti menyatakan, evaluasi perlu dilakukan untuk menjaga kepercayaan masyarakat pada pemerintah.

"Presiden perlu mengevaluasi para menteri agar meningkatkan performa dan profesionalitas kerja," kata Mu'ti dalam konferensi persnya, Senin (21/9).

Selain masalah kinerja, ia juga menyoroti adanya beberapa pejabat tinggi yang pernyataan-pernyataannya menyulut polemik politik yang tidak substantif. “Pejabat tinggi negara tidak menyampaikan pernyataan-pernyataan yang meresahkan.”

Mu'ti menilai, perlu kebijakan yang tegas dan menyeluruh dalam penanganan pandemi Covid-19 agar keadaan terkendali. Bagaimanapun, Muhammadiyah meminta aspek kesehatan menjadi prioritas pemerintah.

"Diutamakan bahwa penyelamatan jiwa manusia merupakan sesuatu yang terpenting dari lainnya," ujarnya.

Selain mengevaluasi kinerja para menteri, Muhammadiyah juga meminta Jokowi memimpin langsung penanganan Covid-19. Dengan demikian, upaya-upaya penanganan Covid-19 dapat berjalan lebih efektif, terarah, dan maksimal.

“Kehadiran Presiden sangat diperlukan di tengah gejala lemahnya kinerja dan sinergi antar kementerian,” kata Mu’ti.

Kasus positif corona di Indonesia kembali memecahkan rekor tertinggi. Tambahan kasus Covid-19 sebanyak 4.176 sehingga total kasus menjadi 248.852 orang pada Senin (21/9).

Tambahan kasus tersebut lebih tinggi dari rekor terakhir pada dua hari lalu (19/9) sebanyak 4.168 tambahan kasus. Berikut grafiknya dalam Databoks:

 

Kepuasan Masyarakat Rendah

Sebelumnya, hasil survei Litbang Kompas menyebut 87,8% responden tidak puas terhadap kinerja Menteri dalam menangani pandemi virus corona. Ketidakpuasan ini terutama terkait penyediaan sarana kesehatan tenaga medis, penyaluran bantuan sosial, serta stimulus ekonomi.

Jajak pendapat dilakukan Litbang Kompas kepada 587 responden di 23 provinsi sepanjang 7 sampai 11 Juli lalu. Tingkat kepercayaan survei ini mencapai 95% dengan margin of error sebesar 4,04%.

“Beberapa tindakan dalam penanganan Covid-19 dinilai publik belum maksimal,” tulis keterangan Litbang Kompas, Senin (13/7).

Menurut hasil jajak pendapat tersebut, 69,6% responden menganggap reshuffle atau perombakan kabinet mendesak dilakukan. Dari hasil survei, hanya 21,6% responden menganggap perombakan belum perlu dilakukan saat ini. Sedangkan 8,8% mengatakan dirinya tidak tahu.

“Teguran Presiden kepada jajaran Kabinet Indonesia Maju menjadi perhatian utama publik,” demikian dikutip dari keterangan tertulis.

Presiden Jokowi memang pernah menegur para menteri yang dinilainya lambat dalam penanganan pandemi. Teguran itu disampaikannya dalam rapat yang digelar tertutup pada Minggu (18/6).

Namun, rekaman Sidang Kabinet Paripurna pertama sejak virus corona masuk Indonesia ini baru dirilis sepuluh hari kemudian. "Saya harus ngomong apa adanya, tidak ada progres signifikan,” kata Jokowi saat itu.

Bahkan dia sempat mengancam akan mengambil langkah drastis demi menyelamatkan negara. “Bisa saja membubarkan lembaga, bisa reshuffle, sudah kepikiran ke mana-mana saya,” katanya.

Belakangan, Jokowi tampak melunak. Menurutnya pergantian posisi menteri tak akan dilakukan dalam waktu dekat.

“Dalam kondisi ini, kok mau reshuffle, enggak-lah. Minggu ini tidak ada, minggu depan juga tidak,” kata Presiden kepada sejumlah pemimpin redaksi media massa di Istana Kepresidenan, Bogor, Jumat (4/9). 

Presiden juga menyampaikan bahwa bisa jadi pandemi membuat dirinya lebih cepat naik pitam. Oleh sebab itu dia menganggap kemarahannya tersebut merupakan hal yang biasa.“Mungkin karena keseringan di rumah juga. Jadi wajar saja,” kata mantan Wali Kota Solo itu.

Peluang Reshuffle

Meski Jokowi berusaha meredamnya, beberapa kalangan justru memandang reshuffle kabinet perlu dilakukan. Sebab, harus diakui bahwa ada beberapa kementerian yang tidak bekerja secara maksimal dalam penanganan pandemi Covid-19.

" Justru reshuffle akan mengirim sinyal positif ke market karena ada penyegaran dan beberapa menteri memang kerja-nya underperform," ungkap Ekonom INDEF Bhima Yudhistira.

Menurut Bhima, kinerja para Menteri itu misalnya dapat dilihat dari realisasi penyaluran Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). "Kalau melihat progress PEN yang sangat underperform adalah Menteri Kesehatan," ujarnya.

Selain itu, sambung Bhima, yang jadi pertimbangan reshuffle adalah dari pola komunikasi si menteri itu sendiri. Menurutnya, ada menteri yang kerjanya cuma memperkeruh situasi dengan statemen yang kontra produktif.

"Tapi yang paling harus diganti menurut saya adalah Menkoordinator Bidang Perekonomian, Menteri Ketenagakerjaan, Menteri Pertanian, Menteri Koperasi & UMKM, Menteri Perindustrian dan Menteri Kesehatan. Itu top priority."

Sementara, Ekonom CORE Piter Abdullah mengungkapkan reshuffle ini pada intinya harus bergantung kepada penulaian Jokowi. "Kalau memang merasa kinerja para menterinya belum memuaskan seharusnya segera dilakukan reshuffle."

Reporter: Antara, Dimas Jarot Bayu