Pemerintah mengingatkan perusahaan farmasi tidak mempermainkan harga jual obat virus corona. Apalagi kondisi ekonomi masyarakat tengah terpukul akibat pandemi.
Menteri Kordinator bidang Maritim dan Investasi (Menko Marves) Luhut B.Pandjaitan sebagai Wakil Ketua Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPC PEN) mewanti-wanti Kalbe Farma, Bio Farma, Indo Farma, dan perusahaan farmasi lainnya tidak mematok harga obat yang terlalu tinggi. "Sesuai kewajaran saja karena ini masalah kemanusiaan dan tolong perhatikan kondisi ekonomi masyarakat yang sedang sulit,” ujar Luhut dalam siaran pers pada Senin (5/10).
Dia pun menyebut pemerintah telah memiliki kumpulan data mengenai harga obat berbasis Free on Board (harga barang di tempat asal) dari negara-negara eksportir seperti India, Tiongkok dan Jerman. Data tersebut akan digunakan untuk mengevaluasi kewajaran harga obat-obatan Covid-19 yang ada di pasar.
Selain itu, dia juga meminta Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto untuk mengawasi secara ketat penjualan obat-obatan virus corona. Kebijakan tersebut sangat diperlukan khususnya untuk obat-obat yang bahan bakunya masih diimpor dari luar negeri atau obat yang masih belum mampu diproduksi dalam negeri.
“Saya titip agar pak Terawan dan Prof. Kadir (Plt. Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan) cek lagi harga di pasaran dan obat mana yang bisa segera diproduksi dalam negeri,” katanya.
Luhut juga meminta agar Kemenkes memastikan ketersediaan obat-obatan Covid-19 paling tidak hingga akhir tahun ini. Pasalnya, tim Menko Marves masih menemukan beberapa rumah sakit yang kesulitan memperoleh Favipiravir, Remdesivir dan Actemra.
“Saya ingin agar kelangkaan ini bisa segera diselesaikan. Saya akan cek secara regular terkait hal ini, pokoknya jangan sampai ada orang mati karena tidak memperoleh obat tepat waktu,”ujarnya.
Selain itu, Luhut meminta Kementerian BUMN memastikan ketersediaan obat-obatan Covid-19. Selain itu, Kementerian BUMN juga diminta sinkronisasi kebijakan pemesanan obat antara pemerintah pusat dan daerah agar tidak ada pemesanan ganda.
Pasalna, Kemenkes dan pemerintah daerah sudah mengalokasikan anggaran obat-obatan tersebut. Sehingga perlu ada sinkronisasi anggaran antara pusat dan daerah dalam pengadaan obat Covid-19.
Dalam kesempatan yang sama, Terawan melaporkan bahwa pengadaan obat dan alat kesehatan sesuai protokol standar penanganan pasien Covid-19 sudah sesuai jadwal dan alokasi kebutuhan. Namun demikian, dia mengakui bahwa pengadaan alat High Flow Nasal Cannula belum sepenuhnya dapat dipasok oleh produsen dalam negeri.
Menanggapi laporan tersebut, Menko Luhut menegaskan agar Terawan terus mendorong pengadaan alat dari dalam negeri dulu baru impor bila memang kondisi mendesak.“Allkes High Nasal canulla untuk sementara produsen dalam negeri hanya mampu menyediakan 300 alat, sedangkan 1000 alat sisanya masih saya cari dari luar negeri,” kata Luhut.
Gabungan Pengusaha (GP) Farmasi yang juga hadir dalam rakor itu menjawab bahwa asosiasi telah siap mendukung kebijakan pemerintah. Mereka juga mendukung target dari pemerintah untuk pengadaan obat dalam negeri, meskipun sudah ada perusahaan-perusahaan farmasi besar yang telah memproduksi obat-obatan tersebut lebih dahulu.
Hadir pula dalam rakor Ketersediaan dan Kewajaran Harga Obat/Farmasi untuk Covid 19 ini antara lain Wamen BUMN Budi Sadikin, wakil dari BPOM, Kalbe Farma, Tempo Scan Pasifik serta Dokter spesialis paru dari Rumah Sakit (RS) Persahabatan Erlina Burhan.
Di sisi lain, pemerintah terus berusaha menekan angka penyebaran virus corona. Salah satunya dengan menegakkan protokol kesehatan. Caranya dengan mengimbau masyarakat mengikuti #Gerakan 3M, yaitu menggunakan masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan.
Masyarakat dapat mencegah penyebaran virus corona dengan menerapkan 3M, yaitu: memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak sekaligus menjauhi kerumunan. Klik di sini untuk info selengkapnya.
#satgascovid19 #ingatpesanibu #pakaimasker #jagajarak #cucitangan