Tiru Malaysia, Jokowi Ingin Ada Korporasi Petani dan Nelayan

ANTARA FOTO/Abriawan Abhe/pras.
Petani menyiram sayur sawit di persawahan Barombong, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan, Jumat (2/10/2020). Pada musim kemarau, petani di daerah tersebut beralih menanam jenis tanaman yang bisa tumbuh dengan keterbatasan air seperti sejumlah sayuran sebagai pengganti tanaman padi.
Penulis: Rizky Alika
Editor: Pingit Aria
6/10/2020, 15.20 WIB

Di tengah pandemi Covid-19, pertanian adalah sektor usaha yang masih mencatat pertumbuhan positif pada triwulan II 2020. Untuk menggenjot pertumbuhan, Presiden Joko Widodo ingin meniru Malaysia yang membangun korporasi petani dan nelayan.

Jokowi mengatakan, perintah untuk membangun korporasi petani dan nelayan sebenarnya telah disampaikan kepada para menteri sejak beberapa tahun yang lalu. Ia juga meminta, para menteri dapat melihat model korporasi di Malaysia seperti Federal Land Development Authority (Felda) dan korporasi sapi di Spanyol.

"Model-model bisnis yang bagus, gampang kita tiru. Tapi saya tidak tau sampai sekarang model tersebut belum bisa kita buat," kata Jokowi saat membuka rapat terbatas Korporasi Petani dan Nelayan dalam Mewujudkan Transformasi Ekonomi di Istana Kepresidenan Bogor, Selasa (6/10).

Saat ini, para nelayan dan petani telah memiliki kelompok, namun belum ada model bisnis yang terhubung dengan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atau swasta besar. Oleh karena itu, petani dan nelayan perlu didorong untuk berkelompok dalam jumlah besar.

Ia pun meminta, pemerintah fokus dalam membangun satu atau dua model bisnis korporasi petani dan nelayan hingga matang. Dengan demikian, korporasi tersebut dapat menjadi acuan bagi kelompok tani atau kelompok nelayan lainnya.

"Karena belajar dari pengalaman, saya yakin banyak kelompok tani dan nelayan yang mau meniru," ujar dia. Mantan Walikota Solo itu juga meyakini, korporasi tersebut dapat menyejahterakan petani dan nelayan.

Menurutnya, BUMN, Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), dan swasta memiliki peran untuk mendampingi korporasi petani dan nelayan hingga model bisnisnya berjalan. Namun, menurutnya, belum ada yang melakukan hal tersebut.

Oleh karena itu, ia meminta jajarannya untuk membangun ekosistem bisnis korporasi yang dihubungkan dengan perbankan dan inovasi teknologi. Kemudian, perlu juga dilakukan pembenahan manajemen.

Selanjutnya, perlu ada intervensi pada pengolahan hasil panen, mulai dari pengemasan, branding, hingga strategi pemasaran. Selain itu, perlu memberikan kemudahan akses pembiayaan kepada petani dan nelayan serta peningkatan pengolahan pasca panen.

Sebelumnya, meski terjadi pandemi Covid-19, sektor pertanian tetap mengalami pertumbuhan positif pada triwulan II 2020. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan, sektor pertanian tumbuh 16,24% pada triwulan II lalu.

"Pertumbuhan positif ini perlu dijaga memontumnya sehingga dampak signifikan ke kesejahteraan petani dan nelayan," ujar dia.

Dikutip dari Antara, Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB) Firdaus menilai koperasi pertanian di berbagai daerah harus diprioritaskan daripada pihak korporasi besar dalam rangka meningkatkan kinerja sektor pertanian.

"Salah satu kuncinya yang tidak bisa kita lupakan adalah koperasi. Dari, oleh, dan untuk petani," ujar dia.

Menurutnya, pengoptimalan pengelolaan oleh koperasi pertanian akan membantu jalannya berbagai kelembagaan petani seperti dalam Sistem Resi Gudang. Untuk itu, ia menekankan pentingnya pemerintah untuk dapat mengembangkan sektor pertanian di berbagai kawasan, sesuai dengan program legislasi nasional (Prolegnas).

Reporter: Rizky Alika