Banyak Gubernur Tolak Omnibus Law, Minta Jokowi Terbitkan Perppu

ANTARA FOTO/Arie Nugraha/NA/hp.
Demonstran menyerang barikade kepolisian saat unjuk rasa tolak Undang-Undang Cipta Kerja, di Depan Gedung DPRD Jawa Barat, Bandung, Jawa Barat, (6/10/2020).
Penulis: Pingit Aria
9/10/2020, 17.14 WIB

Maraknya demonstrasi di berbagai daerah menolak pemberlakuan omnibus law membuat kepala daerah ikut bersuara. Beberapa Gubernur meminta Presiden Joko Widodo menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) agar UU Cipta Kerja tidak jadi diberlakukan.

Di Ibu Kota, Gubernur DKI Anies Rasyid Rasyid Baswedan yang pada Kamis (8/10) malam berdialog dengan pendemo berjanji meneruskan aspirasi terkait penolakan omnibus law mereka ke pemerintah pusat. Anies juga mengaku tak pernah dilibatkan dalam daftar penyusunan omnibus law, meski namanya tercantum sebagai satuan tugas.

Selaku ketua Asosiasi Pemerintah Provinsi Seluruh Indonesia (APPSI) periode 2019-2023, Anies mengaku, siap menggelar audiensi dengan seluruh gubernur. "Semua aspirasi yg tadi disampaikan akan kami teruskan. Besok ada undangan rapat semua gubernur, dan besok akan kita teruskan aspirasi ini," papar dia.

Kemudian ada Gubernur Jawa Barat (Jabar) Ridwan Kamil yang menemui demonstran di Gedung Sate. Ia sependapat bahwa pembahasan RUU Cipta Kerja terlalu singkat untuk masalah yang begitu kompleks.

Maka, ia menyanggupi permintaan para buruh untuk meneruskan keberatan mereka kepada Presiden. "Kedua, meminta Presiden untuk minimal menerbitkan perppu karena proses UU ini masih ada 30 hari untuk direvisi oleh tanda tangan Presiden," katanya, Kamis (8/10).

Gubernur Kalimantan Barat Sutarmidji juga bersikap serupa. Lewat akun Facebook pribadi, Bang Midji, ia berharap tidak ada lagi demonstrasi di Kalbar terkait UU Cipta Kerja. Dia pun memohon kepada Presiden Jokowi untuk mengeluarkan Perppu yang mencabut omnibus law Cipta Kerja.

Ini perlu dilakukan untuk menghindari pertentangan di tengah masyarakat. "Undang Undang yang baik harusnya sesuai dengan rasa keadilan yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat. Saya sudah serap semua aspirasi pekerja, mahasiswa, masyarakat, dan lain-lain, besok (Jumat) saya sampaikan ke pemerintah pusat," kata kader Partai Persatuan Pembangunan (PPP) ini.

Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Sri Sultan Hamengkubuwono X juga berjanji menyampaikan penolakan buruh atas omnibus law kepada pemerintah pusat.

"Mereka (buruh) menyampaikan aspirasinya supaya saya bisa memfasilitasi untuk mengirim surat kepada Presiden. Saya sanggupi dengan surat yang akan ditandatangani Gubernur sebagai respons dari aspirasi mereka," kata Sultan dalam keterangan resmi yang disampaikan Humas Pemda DIY, Kamis malam.

Gelombang Demo Buruh Tolak RUU Cipta Kerja (ANTARA FOTO/Abriawan Abhe/hp.)

Di Surabaya, Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa juga menemui demonstran. Perempuan kader Partai Kebangkitan Bangsa ini menunjukkan sikap berbeda dengan fraksinya yang mendukung pengesahan UU Cipta Kerja dalam paripurna DPR.

"Aspirasi mereka yang meminta Gubernur untuk berkirim surat resmi kepada Presiden Joko Widodo langsung saya penuhi. Intinya, Pemprov Jatim memohon kepada Presiden untuk menangguhkan pemberlakukan UU Cipta Kerja yang telah disetujui 5 Oktober 2020 lalu," ujarnya.

Gubernur lain yang juga mendukung aspirasi demonstran di daerahnya adalah Gubernur Sumatra Barat Irwan Prayitno. Irwan pun mengeluarkan Surat Nomor 050/1422/Nakertrans/2020 yang berisi Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumbar meneruskan aspirasi serikat pekerja atau buruh yang menolak disahkannya UU Cipta Kerja.

Tak hanya di tingkat provinsi, beberapa bupati dan walikota pun turut menyuarakan penolakan terhadap UU Cipta Kerja. Di antaranya, Bupati Bandung Barat Aa Umbara, Bupati Bandung Dadang M Naser, Wali Kota Sukabumi Ahmad Fahmi, Bupati Subang H Ruhimat, Bupati Garut Rudi Gunawan, Bupati Tegal Umi Azizah, Bupati Limapuluh Kota Irefendi Arbi, hingga Wali Kota Malang Sutiaji

Tanggapan Istana

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dan Gubernur Kalimantan Barat Sutarmidji menyiratkan adanya pertemuan dengan pemerintah pusat untuk membahas UU Cipta Kerja pada Jumat (9/10). Namun, rapat yang dimaksud tidak ada dalam agenda Presiden Joko Widodo yang disampaikan pada wartawan.

Lalu, apa tanggapan Istana soal kemungkinan membuat Perppu untuk membatalkan omnibus law? Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden Donny Gahral Adian mengatakan, pemerintah belum mempertimbangkannya.

Donny mempersilakan pihak-pihak yang menolak UU Cipta Kerja untuk mengajukan uji materil atau judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK). "Tidak ada opsi Perppu," kata Donny saat dihubungi, Kamis (8/10) malam. "Jadi silakan menggunakan jalur konstitusional dengan judicial review di MK dan pemerintah bersiap menghadapi itu.”

Donny menambahkan, pemerintah telah menyerap aspirasi buruh dalam pembahasan UU Cipta Kerja dan menghormati berbagai pendapat yang disampaikan buruh. Ia menuturkan UU Cipta Kerja sudah disahkan dan telah melalui proses konstitusional, sehingga masyarakat juga bisa menggugatnya secara konstitusional.

Sementara itu, Pemerintah segera menyusun 40 aturan turunan Undang-Undang Cipta Kerja atau omnibus law. Presiden Joko Widodo meminta para menteri untuk mengebut penyusunannya dalam waktu sebulan.

Sebanyak 40 aturan tersebut terdiri dari 35 Peraturan Pemerintah (PP) dan 5 Peraturan Presiden. “Permintaan Presiden diselesaikan dalam waktu satu bulan, walaupun perundang-undangan membolehkan waktu penyusunan aturan turunan selama tiga bulan,” kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dalam konferensi pers di kantornya, Rabu (7/10).

Reporter: Antara