Pakar dan LSM Khawatir UU Cipta Kerja Tak Selesaikan Masalah Korupsi

ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan/aww.
Sejumlah buruh melakukan aksi unjuk rasa di depan gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (29/7/2020). Mereka menuntut DPR untuk menghentikan pembahasan Omnibus Law RUU Cipta Kerja.
15/10/2020, 15.58 WIB

Presiden Joko Widodo menyebutkan Undang-Undang (UU) Cipta Kerja dapat mencegah dan memberantas korupsi. Namun beberapa pihak khawatir aturan sapu jagat tersebut berpotensi membuka celah sumber korupsi baru.

Sekretaris Jenderal Transparency International Indonesia (TII) Danang Widoyoko mencontohkan pengalihan kewenangan perizinan dari daerah ke pusat akan mengurangi sumber pendapatan pemerintah daerah. Padahal, daerah masih memiliki kebutuhan dana.

"Karena kebutuhan selalu ada, pemerintah daerah akan mencari sumber lain. Jadi kemungkinan akan muncul sumber korupsi baru atau menggali korupsi lebih dalam," kata Danang dalam Diskusi Publik: UU Cipta Kerja vs Pemberantasan Korupsi secara virtual, Kamis (15/10).

Dia mengatakan jika alasannya mencegah korupsi, sebenarnya indeks pemberantasan korupsi Indonesia terus membaik setiap tahun. Dari data Corruption Perception Index yang dikeluarkan Transparency International, RI berada pada ranking 85 pada 2019 atau naik dari 96 pada 2017.

Danang menjelaskan beban RI saat ini sebenarnya korupsi politik dan peradilan, bukan dalam kemudahan berbisnis. Dalam Rule of Law Index atau Indeks Negara Hukum 2020 yang dikeluarkan World Justice Project, aspek perilaku korupsi menjadi salah satu kelemahan RI.

Aspek perilaku korupsi RI memiliki skor 0,39 dan berada pada peringkat 92 dari 128 negara. Jika dibedah, perilaku korupsi dengan skor rendah berada di lembaga peradilan dan legislatif. “Kalau pemberantasan korupsi jadi prioritas, peradilan ini harus dibenahi,” kata Danang.

Namun, ia mengatakan harus ada diskusi lebih dalam terkait potensi tersebut. Sebab, omnibus law memuat ketentuan lintas sektor dan dampak yang terjadi akan berbeda-beda. Di sisi lain, ia menilai pemerintah perlu membuat kebijakan terkait pendanaan politik yang lebih transparan.

Sementara, Ekonom Senior Faisal Basri mengatakan, aturan omnibus law tersebut tidak menyentuh masalah korupsi politik. Tak hanya itu, dia merasa salah satu yang menghalangi investor untuk masuk ke Tanah Air ialah adanya potensi korupsi pada transaksi lintas batas atau ekspor impor.

Halaman:
Reporter: Rizky Alika