Pemerintah melakukan pengadaan vaksin Covid-19 melalui Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Salah satunya adalah PT Bio Farma yang bekerja sama dengan perusahaan farmasi Tiongkok, SInovac.
Bagaimanapun, belum semua masyarakat belum siap menerima vaksin. Project Integration Manager of Research and Development Division PT Bio Farma Neni Nurainy mengatakan berdasarkan survei yang diselenggarakan oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Badan Kesehatan Dunia (WHO) dan UNICEF mengungkapkan, masih ada 7,60% masyarakat di Indonesia tidak mau divaksinasi.
"Pertanyaan dari survei tersebut, jika pemerintah memberikan vaksin Covid-19, apakah Anda dan keluarga akan ikut imunisasi? 7,60% menjawab tidak mau," kata dia, saat diskusi daring dengan tema Refleksi Satu Tahun Pemerintahan Jokowi-Ma'ruf yang dipantau di Jakarta, Senin.
Namun, sebagain besar masyarakat, yakni 64,81%, menjawab setuju divaksinasi. Selain itu, terdapat pula 27,60 persen masyarakat yang masih ragu-ragu dengan menjawab belum tahu divaksin atau tidak.
Ia mengatakan dari 7,60 %masyarakat yang tidak mau divaksin tersebut ternyata memiliki beragam alasan. Pertama, mereka tidak yakin dengan keamanananya dengan persentase sebesar 59,03%.
Kemudian ditemukan pula alasan masyarakat tidak yakin dengan efektivitas vaksin sebesar 43,17%, 24,20% takut efek samping vaksin dan 26,04% tidak percaya vaksin.
Dalam survei itu juga ditemukan alasan masyarakat menolak atau tidak mau divaksin karena masalah agama, sebesar 15,97%, dan 31,24% karena alasan lainnya.
Berikut adalah Databoks mengenai alasan orang Indonesia menolak vaksin menurut survei Kementerian Kesehatan:
Oleh karena itu, ujar dia, berdasarkan hasil survei yang dilaksanakan dengan melibatkan WHO dan UNICEF pada 30 September 2020 tersebut, perlu semua elemen melakukan komunikasi dan advokasi terhadap masyarakat. "Ini perlu disampaikan pentingnya vaksin," katanya.
Apalagi, menurutnya, pemerintah akan melakukan vaksinasi dalam waktu dekat. Maka, perlu komunikasi dan sosialisasi yang lebih intens kepada masyarakat, terutama yang menolak vaksin tersebut.
Ia menerangkan vaksin hanya salah satu cara dari sekian banyak upaya penananganan wabah. Jadi bukan bukan satu-satunya, apalagi senjata pamungkas. "Jadi manfaat vaksin, selain mengontrol kematian juga mencegah kecacatan dan komplikasi akibat penyakit," katanya.
Sebagai contoh, sebelum ini vaksin telah berhasil menyelamatkan nyawa manusia sekitar 2,7 juta karena campak, dua juta dari bahaya tetanus dan satu juta karena pertussis. Bahkan, beberapa penyakit telah dieradikasi, misalnya cacar api, yang terjadi pada 1979.
Karena efektivitas vaksin, maka terjadilah eradikasi dan tidak ada lagi penyakit tersebut di dunia. Selain itu, terdapat pula eliminasi atau penurunan pada beberapa penyakit, di antaranya rubella, campak dan pertussis. "Pada intinya vaksin menimbulkan kekebalan pada individu, kelompok dan juga global," katanya.
Sebelum Ada Vaksin Covid-19
Bagaimanapun, penting bagi masyarakat untuk terus menjalankan protokol kesehatan. Karena, kunci utama memutus mata rantai penyebaran virus corona adalah Gerakan 3M, memakai masker, menjaga jarak dan rajin mencuci tangan.
Langkah itu lebih efektif mencegah penularan jika dilakukan secara kolektif. "Kalau kita sudah patuh pada protokol kesehatan, jangan lupa mengingatkan orang lain untuk patuh pada protokol kesehatan," kata Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19 Prof Wiku Adisasmito, beberapa waktu lalu.
Wiku menunjukkan bahwa beberapa jurnal internasional menyatakan bahwa mencuci tangan dengan sabun dapat menurunkan risiko penularan sebesar 35%. Sedangkan memakai masker kain dapat menurunkan risiko penularan sebesar 45%, dan masker bedah dapat menurunkan risiko penularan hingga 70%. Yang paling utama, menjaga jarak minimal 1 meter dapat menurunkan risiko penularan sampai dengan 85%.
Masyarakat dapat mencegah penyebaran virus corona dengan menerapkan 3M, yaitu: memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak sekaligus menjauhi kerumunan. Klik di sini untuk info selengkapnya.
#satgascovid19 #ingatpesanibu #pakaimasker #jagajarak #cucitangan