Pandemi corona berpotensi menambah jumlah kasus stunting atau kondisi gagal pertumbuhan pada anak di Indonesia. Peningkatan stunting seiring kondisi perekonomian masyarakat yang memburuk. Dampaknya, target penurunan stunting akan makin sulit tercapai.
Sejak pandemi Covid-19 tingkat kemiskinan melonjak 10,7% - 11,6%, sehingga diperkirakan pada tahun ini terdapat tambahan 5 juta penduduk miskin baru yang mengalami stunting.
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA)Bintang Darmawati mengatakan, pandemi membuat target penurunan stunting menjadi 14% pada 2024 makin berat. "Apalagi bila pandemi berlangsung lama," kata Menteri PPPA Ayu Bintang Darmawati dalam webinar Katadata Regional Summit pada Selasa (3/11).
Padahal sejak beberapa tahun terakhir angka stunting mengalami penurunan. Pada 2018, stunting mencapai 30,8% dan 2019 angkanya turun menjadi 27,7%.
Lead Program Manager Tim Percepatan Pencegahan Anak Kerdil (TP2AK) Ling Mursalin mengatakan masyarakat miskin mengalami pelemahan daya beli sehingga mengalami penurunan gizi dan layanan kesehatan.
Dia mengatakan selama pandemi corona, pencegahan stunting di masyarakat juga sempat terhenti karena petugas menerapkan pembatasan jarak dan aktivitas.
Selain pada keluarga miskin, stunting juga terjadi di kelompok masyarakat menengah ke atas. Ling mengatakan sebanyak 29% anak-anak dari kelompok menengah ke atas juga mengalami stunting. "Artinya, stunting disebabkan oleh persoalan perilaku konsumsi yang dapat diubah," kata Ling.
Kondisi stunting di Indonesia yang mencemaskan dapat dilihat dari data Global Nutrition Report (GPR) 2018, prevelansi stunting Indonesia menduduki peringkat ke-108 dari 132 negara. Adapun bila mengacu data Kementerian Kesehatan (Kemenkes) pada 2019, kasus stunting di Tanah Air mencapai 27,7%. Artinya, 1 dari 4 balita di Indonesia mengalami stunting.
Rasio stunting menjadi dampak terhadap perekonomian Indonesia. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) mencatat kerugian negara akibat stunting mencapai 2% - 3% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Perkiraannya kerugian setiap tahun mencapai Rp 3,5 triliun.
Ling mengatakan terdapat lima pilar percepatan mengatasi stunting. Pertama, komitmen dan visi kepemimpinan daerah maupun pusat. Kedua kampanye nasional dan perubahan perilaku, ketiga mendorong konvergensi program di tingkat pusat daerah. Keempat, ketahanan pangan dan gizi, serta melakukan pemantauan dan evaluasi.
Inovasi Cegah Stunting di Bantaeng
Di masa pandemi, Kabupaten Bantaeng menerapkan inovasi layanan publik Satu Bendera, Satu Sasaran Ibu dan Anak atau yang disingkat dengan nama "Saskia".
Bupati Bantaeng, Ilham Azikin, mengatakan daerahnya terus melakukan sosialisasi pencegahan stunting meski pandemi. Di masa pandemi, Bantaeng memperkenalkan inovasi layanan publik Satu Bendera, Satu Sasaran Ibu dan Anak atau yang disingkat dengan nama "Saskia".
Pemkab Bantaeng membiayai kebutuhan gizi untuk ibu mulai dari kehamilan pertama sampai bayi berusia 1000 hari. "Program ini efektif bagi petugas kesehatan, bagi kader gizi dan posyandu dalam memantau ke rumah-rumah dengan bendera warna khusus," kata dia.
Selain itu, Bantaeng juga menerbitkan Peraturan Bupati Bantaeng No.71 Tahun 2019 tentang Konvergensi Program Percepatan Pencegahan Stunting. Ada juga Peraturan Desa (Perdes) yang mensyaratkan dana desa akan dicairkan bila melakukan kegiatan penanganan stunting. "Dana desa dapat dicairkan apabila mengandung kegiatan penanganan Stunting, serta Jaminan Kesehatan untuk seluruh masyarakat Bantaeng sejak 2018,” kata Ilham.
Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar Tahun 2018, Bantaeng tercatat memiliki angka stunting sebesar 21,0%. Angka ini adalah angka terendah di 24 kabupaten/kota se-Sulawesi Selatan.
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) turut mensosialisasikan ASI eksklusif dan membangun forum anak hingga menginisiasi pembentukan model Kampung Anak Sejahtera (KAS).
“Pemerintah juga melakukan intervensi gizi sensitif. Di mana, intervensi ini dilakukan di berbagai kegiatan pembangunan diluar sektor kesehatan, sehingga berkontribusi pada 70% intervensi stunting,” ujar Menteri PPPA Ayu Bintang Darmawati.
BPS bersama Satwapres menyusun Indeks khusus penanganan stunting tahun 2018-2019. Hasilnya, terdapat kenaikan indeks 2,16% yang menunjukkan adanya perbaikan dalam percepatan pencegahan stunting. “Kenaikan ini harus dilanjutlan, agar kasus stunting di Indonesia terus mengalami penurunan,” ujar Ling.