Upaya Daerah Entaskan Kemiskinan Akibat Pandemi Covid-19

Adi Maulana Ibrahim |Katadata
Pjs. Wali Kota Gunung Sitoli, Abdul Haris Lubis memaparkan materi dalam acara webinar Katadata Regional Summit 2020, Selasa (3/11/2020).
Penulis: Dini Hariyanti - Tim Publikasi Katadata
3/11/2020, 17.41 WIB

Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan, akibat pandemi Covid-19, angka kemiskinan pada Maret 2020 bertambah 1,63 juta orang menjadi 26,4 juta orang. Jumlah ini diperkirakan terus meningkat, dan masyarakat lapisan bawah menjadi kalangan yang paling merasakan dampaknya.

Pengaruh Covid-19 terhadap kemiskinan berawal dari pandemi yang menyebabkan penurunan aktivitas ekonomi. Hal ini terkait kebijakan pemerintah guna menahan laju penyebaran virus corona, misalnya Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Penurunan aktivitas kemudian menghambat pertumbuhan ekonomi mengingat rerata pengeluaran rumah tangga juga turun.

Salah satu survei BPS mencatat bahwa 4 dari 10 responden mengaku, pemasukan mereka berkurang selama pandemi Covid-19. Pelaku usaha pun menyatakan, pada umumnya 8 dari 10 perusahaan mengalami penurunan pendapatan.

Katadata Indonesia bekerja sama dengan sejumlah pihak menyelenggarakan rangkaian seminar virtual Regional Summit 2020. Salah satu sesi mengulik seputar solusi dan aksi nyata pemerintah pusat hingga daerah maupun pemangku kepentingan lain dalam mengatasi kemiskinan akibat pandemi Covid-19.

Di dalam sesi tersebut, salah satu yang disorot adalah Kota Gunungsitoli di Sumatra Utara. Satu dari banyak daerah di Indonesia yang sekuat tenaga berupaya mengentaskan kemiskinan di tengah kemampuan dan sumber daya yang terbatas.

“Tantangan utama pembangunan di daerah kami, yang pertama, memang adalah angka kemiskinan yang relatif tinggi 16,23 persen. Ini sertai kurang memadainya kualitas SDM, serta keterbatasan finansial daerah,” ujar Pjs. Wali Kota Gunungsitoli Abdul Haris Lubis, Selasa (3/11/2020).

Pemerintah kota Gunungsitoli selama ini berupaya melakukan terobosan untuk mengentaskan kemiskinan. Tidak hanya ditempuh dengan membuka akses wilayah terisolir dan lahan pertanian. Pemkot juga menargetkan tak ada lagi nelayan yang melaut menggunakan perahu tanpa motor mulai 2021. Dan tentunya, dilakukan pula perbaikan kualitas layanan kesehatan.

Strategi tersebut menghadapi tantangan tersendiri manakala berhadapan dengan pandemi Covid-19 sejak kisaran Maret 2020. Abdul menjelaskan, menindaklanjuti Instruksi Presiden 4/2020, pihaknya melakukan penyesuaian APBD 2020 yang mengakibatkan berkurangnya nilai APBD sekitar Rp 40 miliar.

“Pandemi Covid-19 cukup mempengaruhi perekonomian masyarakat Kota Gunungsitoli. Pasalnya, sejak Maret diterapkan protokol kesehatan di sektor ekonomi sehingga terjadi kelesuan kinerja pelaku usaha,” ujarnya.

Lebih jauh dikemukakan Abdul bahwa selain omset penjualan turun, daya beli masyarakat ikut melemah. Belum lagi aktivitas ekonomi di sektor transportasi yang turut lesu, ditambah pelemahan kinerja bidang pariwisata.

Guna meminimalisir dampak sosial ekonomi yang ada, khususnya peningkatan pengangguran, Pemkot Gunungsitoli meneruskan pembangunan dengan metode pendanaan 30 : 70. Artinya, 30 persen menggunakan anggaran APBD 2020, sisanya 70 persen didanai oleh APBD 2021.

Pada sisi lain, ada Kabupaten Bondowoso, Jawa Timur yang menempuh strategi berbeda dalam upaya mengantisipasi kemiskinan akibat pandemi Covid-19. Pemkab menggandeng sejumlah pihak, seperti pengusaha, akademisi, komunitas, bahkan media untuk memuluskan upaya percepatan dan perluasan distribusi bantuan sosial.

“Strategi kami ada gerakan sosial kemasyarakatan khusus untuk mempercepat dan memperluas jangkauan warga miskin dalam program penanggulangan kemiskinan. Ini melibatkan sampai ke tingkat pemerintah desa dan berbagai pihak lain,” ujar Wakil Bupati Bondowoso Irwan Bachtiar Rachmat.

Gerakan khusus percepatan penanggulangan kemiskinan di Bondowoso tersebut ditempuh dengan empat strategi, yaitu penguatan kelembagaan, penguatan satu data, membuka layanan pengaduan masyarakat miskin, serta menjalin kemitraan dengan berbagai pihak. Sumber anggaran berasal dari APBN, APBD, APBDesa, maupun dana nonpemerintah.

Adapun, Staf Ahli Kemensos Bidang Teknologi Kesejahteraan Sosial, Andi Z.A. Dulung menyebutkan, di tingkat pusat, pemerintah mengucurkan social safety net penanganan Covid-19 senilai Rp203,9 triliun. Ini mencakup Program Keluarga Harapan, Program Sembako, Subsidi Beras, Bansos Tunai, Kartu Prakerja, Listrik Gratis maupun diskon untuk sebagian kalangan, serta insentif perumahan.