Protes Pembiaran Kerumunan Massa, Pengusaha Minta PSBB Dihentikan

Adi Maulana Ibrahim|Katadata
Imam Besar Front Pembela Islam (FPI) Habib Rizieq menyapa massa di Petamburan III, Jakarta Pusat, Selasa (10/11/2020).
Penulis: Rizky Alika
Editor: Pingit Aria
16/11/2020, 19.40 WIB

Pemberitaan sepekan terakhir diramaikan oleh kerumunan massa pendukung Ketua Front Pembela Islam (FPI) Rizieq Shihab. Bagaimana tidak, puluhan ribu orang berkumpul sejak penjemputan di bandara hingga peringatan Maulid Nabi, praktis tanpa upaya pembubaran oleh aparat.

Kalangan pengusaha menyesalkan kesan pembiaran atas pelanggaran protokol kesehatan tersebut. Sebab, DKI Jakarta masih memberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar atau PSBB Transisi untuk membendung penularan Covid-19.

Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) pun meminta pemerintah provinsi DKI Jakarta untuk menghentikan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) Transisi. "Kami wakili asosiasi pariwisata ini menyampaikan permintaan kepada Gubernur DKI untuk mencabut PSBB transisi," kata Ketua Umum Apindo Hariyadi Sukamdani saat konferensi pers di Jakarta, Senin (6/11).

Ia pun mengatakan, PSBB transisi dapat dihentikan pada saat periodenya akan berakhir, yaitu pada 22 November mendatang. Dengan demikian, aktivitas perekonomian dapat dijalankan dalam kondisi normal.

Hariyadi menambahkan, PSBB secara de facto sudah tidak berjalan dengan semestinya lantaran adanya banya pelanggar protokol kesehatan. Di sisi lain, pengusaha telah merasakan kontraksi ekonomi selama sembilan bulan penerapan PSBB.

Ia pun menilai, sektor riil terus mendapatkan tekanan dengan penerapan PSBB. Pembatasan di Jakarta pun dinilai turut berdampak pada penurunan perekonomian secara nasional.

Selain itu, PHRI mencatat ada sekitar 550 ribu pekerja hotel yang sudah dirumahkan. Kemudian, pekerja restoran yang telah dirumahkan mencapai 1 juta orang.

Pengusaha pun berharap, seluruh aktivitas usaha di Jakarta dapat berjalan seperti kondisi normal atau tidak ada pembatasan kapasitas pengunjung dan jam operasional. Dengan demikian, perekonomian Indonesia dapat ikut terangkat.

Meski begitu, Hariyadi memastikan pengusaha akan tetap menerapkan protokol kesehatan serta menjaga kapasitas pengunjung agar tidak terlalu padat.

Berikut adalah Databoks penambahan kasus Covid-19 di Indonesia:

Hariyadi yang juga Ketua Umum Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) itu mengatakan, ada inkonsistensi dalam penerapan regulasi. Padahal, pemutusan rantai penularan Covid-19 harus dilakukan dengan penerapan aturan yang konsisten.

Pengusaha pun khawatir, pelanggaran protokol kesehatan secara massif dapat berdampak pada pengetatan PSBB kembali. "Jadi kami lihat sulit, dari sisi pemerintah tidak jaga kedisiplinan," ujar dia.

Vice General of Indonesia Convention & Exhibition Bureau (INACEB) Ndang Mawardi mempermasalahkan kendala yang ia temui selama PSBB. Menurutnya, perolehan izin untuk menyelenggarakan acara menjadi sulit selama PSBB diterapkan. "Biasanya izin acara hanya dari polisi. Tapi selama PSBB itu selalu seperti pimpong," ujar dia.

Ia memerinci, izin penyelenggaraan acara memerlukan restu dari BNPB pusat, BNPB daerah, Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora), Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf). Setelah itu, seluruh perizinan tersebut perlu diteruskan kepada polisi untuk mendapatkan persetujuan akhir.

Namun, kementerian dan lembaga tersebut justru tidak bisa menerbitkan izin tanpa adanya persetujuan dari polisi. "Jadi seperti telur dan ayam," katanya. Ia juga berharap, permasalahan ini dapat segera dihentikan lantaran kondisi para koordinator acara (event organizer) mengalami kondisi keuangan yang terpuruk.

Reporter: Rizky Alika