Badan Legislatif Dewan Perwakilan Rakyat (Baleg DPR) tengah membahas Rancangan Undang-Undang (RUU) Larangan Minuman Alkohol. Ketua Umum Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Hariyadi Sukamdani menilai, beleid tersebut akan berdampak buruk bagi pariwisata Indonesia.
Ia pun berharap, sebagian besar fraksi dapat menolak untuk membahas lebih lanjut terkait draf aturan tersebut. "PHRI dan seluruh stakeholders, asosiasi pariwisata, menolak RUU tersebut. Dari judul saja provokatif, larangan. Jadi sangat konotatif," kata Hariyadi saat konferensi pers di kantornya Jakarta, Senin (16/11).
Ketua Hubungan Antar Lembaga PHRI Bambang Britono mengatakan, RUU Larangan Minuman Alkohol menjadi kontraproduktif dengan tujuan industri pariwisata sebagai penyumbang devisa terbesar bagi negara.
Ia pun menyebutkan, aturan tersebut telah menjadi perbincangan hangat di dalam dan luar negeri. Menurutnya, dunia global tengah mempertanyakan adanya aturan yang mengatur produsen, importir, distributor, hingga konsumen minuman beralkohol. "Mereka bertanya, 'Apa yang terjadi di Indonesi?’ Karena orang konsumsi alkohol bisa dikriminalisasi," katanya.
Ia pun memastikan, industri alkhohol telah memiliki aturan yang ketat di tingkat hulu hingga hilir. Bila terjadi penyalahgunaan, oknum tersebut dapat dikenakan pasal Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Tak hanya itu, investasi di bidang industri minuman alkohol pun juga dinilai telah diatur ketat. Kemudian, distribusi minuman alkohol pun memerlukan dokumen tertulis. "Industri ini sangat regulated," katanya.
Berdasarkan data PHRI yang dikutip dari Heineken pada tahun 2014, Indonesia merupakan konsumen bir terendah di kawasan Asia Pasifik. Konsumsi bir di Indonesia tercatat 1,1 liter per kapita atau di bawah Myanmar sebanyak 3 liter bir per kapita.
Berikut adalah Databoks tentang konsumsi minuman beralkohol di ASEAN:
Sedangkan dari data organisasi kesehatan dunia (WHO), konsumsi minuman beralkohol per kapita di RI hanya 0,8 liter pada 2016 lalu. Angka ini berada di bawah rata-rata Malaysia yakni 0,9 liter per kapita, Singapura 2 liter per kapita, Filipina 6,6 liter per kapita, dan Thailand yakni 8,3 liter per kapita.
Sebagaimana diketahui, RUU ini diajukan 18 anggota Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP), dua anggota Fraksi Partai Keadilan Sejahtera dan seorang anggota Fraksi Partai Gerindra. Salah seorang pengusul dari Fraksi PPP, Illiza Sa'aduddin Djamal beralasan larangan minuman beralkohol merupakan amanah konstitusi dan agama.
Dia lalu menyinggung Pasal 28H ayat 1 undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 berbunyi, setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik, dan berhak memperoleh pelayanan kesehatan.
"RUU ini bertujuan melindungi masyarakat dari dampak negatif, menciptakan ketertiban, dan ketentraman masyarakat dari peminum minuman beralkohol," ujar mantan Wali Kota Banda Aceh ini.
Berdasarkan Pasal 7 dan 20 RUU Larangan Minuman Alkohol, ancaman pidana bagi mereka yang meminum minol adalah pidana penjara paling lama dua tahun atau denda paling sedikit Rp 10 juta. Sedangkan Pasal 8 ayat (1) dan (2) menyebutkan, larangan memproduksi, menyimpan, mengedarkan, menjual, dan mengonsumsi minuman alkohol dikecualikan untuk kepentingan terbatas.
Adapun, kontribusi minuman alkohol terhadap penerimaan cukai minuman yang mengandung etil alkohol (MMEA) pada 2016 sebanyak Rp 2,9 triliun untuk golongan A, Rp 1,65 triliun untuk golongan B, dan Rp 564 miliar untuk golongan C.