Kalangan pengusaha berpendapat, guna mencapai ketahanan pangan jangan sebatas mengejar substitusi impor. Promosi atas komoditas ekspor nasional juga harus ditingkatkan. Artinya, tak bisa hanya mengandalkan salah satu melainkan menjalankan keduanya secara berkelanjutan.
Ketua Umum Asosiasi Agribisnis Indonesia Bayu Krisnamurthi mengatakan, apabila yang dipacu hanya salah satu khususnya substitusi impor maka pemanfaatan sejumlah perjanjian perdagangan global yang sudah disepakati pemerintah menjadi tidak maksimal.
Dia mencontohkan perjanjian dagang Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP) di antara sepuluh negara ASEAN dengan lima negara mitra. RCEP menjadi kurang bermanfaat jika Indonesia hanya fokus pada strategi bertahan dengan cara subsitusi impor saja.
“Dengan menyepakati RCEP maka kita masuk dalam masyarakat dunia yang berada di dalam koridor ini. Perjanjian dagang ini potensinya besar, tetapi jika tidak dimanfaatkan dengan mendorong promosi ekspor, maka tidak akan terjadi apa-apa,” ujar Bayu dalam Jakarta Food Security Summit (JFSS) ke-5 yang diselenggarakan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, di Jakarta, Kamis (19/11/2020).
Kadin menilai, perlambatan pertumbuhan ekonomi global akibat pandemi Covid-19 memunculkan tantangan terhadap perekonomian nasional. Kondisi ini mendorong pelaku usaha mengambil sejumlah langkah dan strategi yang lebih tepat, termasuk mencari peluang pasar dagang baru.
Ketua Umum Kadin Bidang Hubungan Internasional Shinta W. Kamdani menjelaskan, pengusaha membutuhkan dorongan lebih agar semakin berorientasi kepada ekspor. “Agar tidak hanya fokus memenuhi kebutuhan domestik saja,” ujarnya.
Mengutip Kadin.id, Badan Perdagangan Dunia (WTO) memproyeksikan volume perdagangan dunia akan turun sebesar 9,2 persen pada 2020. Volume perdagangan global ada kemungkinan baru bisa pulih pada akhir 2021 dengan pertumbuhan sekitar 7,2 persen. Seiring dengan anjloknya transaksi perdagangan dunia, WTO memperkirakan pertumbuhan ekonomi global pada 2020 akan minus 4,8 persen dan diprediksi kembali tumbuh 4,9 persen pada 2021.
Shinta menyatakan, peluang ekspor ke negara-negara mitra dagang Indonesia tetap terbuka kendati dunia sedang terpukul pandemi Covid-19. Tapi diakuinya bahwa hambatan dagang tarif dan nontarif terus menjadi tantangan tersendiri bagi komoditas ekspor utama Indonesia, terutama minyak kelapa sawit mentah, karet, dan produk perikanan.
Hambatan non-tarif meliputi standar terkait sustainability, seperti IIU Fishing, standar tenaga kerja, dan perlindungan lingkungan; standar kesehatan dan keselamatan yang menyangkut toleransi polutan dan zat karionegen; serta standar kemasan.
Adapun hambatan tarif, menyangkut besaran tarif dan akses. Penerapan hambatan tersebut dibolehkan berdasarkan perjanjian GATT WTO dengan syarat tidak diskriminasi, diterapkan secara transparan dengan tolak ukur yang jelas, alasan penerapannya dapat dibuktikan secara scientific, dan persyaratan dapat dipenuhi secara reasonable.
Strategi Peningkatan Produktivitas
Guna meminimalkan hambatan perdagangan yang ada sekaligus memacu ekspor, Kadin mengusulkan sejumlah cara. Pertama, meningkatkan produktivitas dan kestabilan produksi domestik, serta reformasi sektor agrikultur dan perikanan dengan perbaikan iklim usaha.
Kedua, pembenahan mistmatch input dengan output antara produksi pangan hulu dengan kebutuhan input industri makanan dan minuman, dan dengan pasar ekspor dari segi volume. Serta, imbuh Shinta, sinergi sekaligus kerjasama antarelemen pemerintah.
Ketiga, penguatan diplomasi dengan cara melakukan institutional reform pada institusi publik dan swasta yang bertanggung jawab atas promosi, perdagangan, dan investasi melalui kajian-kajian dan penguatan riset pasar. Kajian ini mencakup promosi, market intelligent, pengumpulan data dan informasi hambatan non-tariff, termasuk regulasi teknis, standar, dan private standards, pengumpulan data usaha, business matching, serta pendampingan.
Pada sisi lain, terkait sektor perikanan, Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Kelautan dan Perikanan Yugi Prayanto menyatakan, untuk menopang kinerja ekspor selain perikanan tangkap maka perikanan budi daya sangat menjanjikan. Oleh karena itu, perlu ada kerja sama antara pemerintah dan swasta untuk melakukan observasi dan eksploitasi budi daya perikanan.
“Perlu konsolidasi nasional pelaku usaha perikanan agar terjadi kesamaan langkah dan strategi meningkatkan produksi dan menghadapi persyaratan global yang semakin ketat,” katanya. Dia mengimbuhkan, pemerintah dan pelaku usaha perikanan juga perlu memperkuat rantai pasok di dalam sistem logistik ikan nasional untuk menghasilkan efisiensi dan daya saing produk perikanan di pasar global.