Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) memprediksi sektor pariwisata akan mulai pulih setelah Mei 2021. Pemulihan salah satunya akan didorong oleh mulai datangnya wisatawan mancanegara (wisman). Sehingga ekonomi di tujuan wisata seperti Bali, Lombok, serta pulau dan kota lainnya yang mengandalkan wisman akan terdorong.
Perwakilan Bidang Pelatihan SDM PHRI Alexander Nayoan mengatakan peningkatan kunjungan wisman tersebut belum akan menyamai angka kunjungan sebelum pandemi di 2019, namun akan lebih baik dibandingkan tahun ini.
“Perkiraan kami semua border di negara-negara lain sudah mulai dibuka setelah bulan Mei 2021. Mulai ada peningkatan, tapi baru akan pulih ke posisi sebelum pandemi baru pada 2022,” ujarnya pada sebuah webinar Markplus Conference 2021, Kamis (10/12).
Meski demikian, lanjut Alexander, hal ini akan sangat bergantung pada dua kondisi. Pertama, negara-negara sudah mengizinkan warganya bepergian ke luar negeri. Kedua, masih berkaitan dengan izin negara, namun terkait dengan perputaran uang.
Menurutnya, suatu negara bisa saja menginginkan perputaran uang lebih dulu meningkat di negaranya sendiri sebelum mengizinkan warganya spending ke negara lain. “Spending ke negara lain bisa terjadi jika perputaran uang di negara asalnya sudah berlebih,” ujarnya.
Sektor pariwisata merupakan salah satu sektor yang paling terpukul pandemi Covid-19. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) sepanjang Januari hingga Oktober tahun ini hanya ada 3,72 juta kunjungan wisman, jauh di bawah periode yang sama tahun sebelumnya yang mencapai 13,45 juta kunjungan.
Sepinya kunjungan wisman sangat dirasakan hotel-hotel di Bali. Menurut data Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) tingkat penghunian kamar (TPK) hotel di bali menyentuh level terendahnya pada Juni hingga Oktober. Pada Oktober TPK hotel-hotel di Bali hanya menyentuh angka 9,53%.
Penurunan kunjungan wisman tersebut membuat Indonesia kehilangan devisa sebesar US$ 15 miliar, menurut perhitungan Kemenparekraf.
Perkembangan TPK hotel berbintang di Indonesia dapat dilihat pada databoks berikut ini:
Insentif Sektor Pariwisata
Untuk menggairahkan kembali sektor pariwisata, pemerintah pun memberikan insentif yang sudah dicarikan secara bertahap.
Deputi Bidang Pengembangan Destinasi dan Infrastruktur Kemenparekraf Dr. Hari Santosa Sungkari menyebut ada program stimulus pariwisata sebesar Rp 3,3 triliun yang akan diberikan ke pemerintah daerah. Stimulus ini dipergunakan untuk membenahi hotel dan restoran.
“Setelah diseleksi ada 101 kabupaten/kota seluruh Indonesia yang akan mendapatkan stimulus berdasarkan porsi PAD pariwisata terhadap total PAD. Yang dapat hibah pariwisata ini adalah yang pendapatan asli pariwisatanya 15% ke atas,” ujarnya.
Hari mengatakan bahwa dana sudah mulai didistribusikan ke daerah. Bahkan, saat ini sedang tahap pencairan kedua hingga tutup tahun. Databoks berikut adalah rincian anggaran program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) untuk sektor pariwisata.
Adapun sebagian besar stimulus tersebut sekitar 70% akan diberikan kepada hotel dan restoran untuk mengganjal cash flow, dan sisanya 30% akan diberikan kepada pemerintah kabupaten/kot untuk memonitor pelaksanaan stimulus tersebut dan menyediakan amenitas di fasilitas publik.
Selain stimulus, pemerintah juga tengah menyiapkan skema travel bubble untuk menarik kunjungan wisman. Sebagai informasi, travel bubble adalah pembukaan zona batas lintas negara yang memungkinkan warganya bepergian asal tidak melampaui area yang sudah ditetapkan.
Beberapa negara sasaran untuk membuat travel bubble adalah Tiongkok, Korea Selatan, dan Jepang. Hari berharap travel buble ini dapat membuat destinasi wisata yang bergantung pada wisatawan asing dapat rebound pada 2021.
Wisatawan Domestik Jadi Penyelamat
Untuk menangkap potensi kebangkitan sektor pariwisata, salah satu tujuan wisata Bali baru di Labuan Bajo, Flores, Nusa Tenggara Barat, terus berbenah untuk kembali menyambut kunjungan wisman.
Direktur Utama Badan Otoritas Pariwisata Labuan Bajo Flores Shana Fatina menjelaskan, beberapa persiapan tersebut di antaranya membangun waterfront terbesar di Asia Tenggara, dek-dek untuk melihat matahari terbenam, pemindahan pelabuhan peti kemas.
Kemudian memindahkan utilitas ke bawah tanah, dan juga menerapkan protokol CHSE (Cleanliness, Health, Safety & Environment Sustainability)untuk tiap destinasi wisatanya.
Shana memaparkan pada September 2019 pengunjung Labuan Bajo berkisar di angka 160 ribu orang. Namun jumlah tersebut anjlok menjadi hanya 30 ribu pengunjung pada September tahun ini. Jumlah tersebut merupakan paduan antara wisatawan domestik dan mancanegara.
Namun Alexander juga mengatakan bahwa hotel-hotel di perkotaan akan lebih cepat pulih dibandingkan hotel yang mengandalkan wisman.
Hari pun sepakat dengan Alexander. Menurutnya pemulihan sektor pariwisata akan lebih didorong oleh wisatawan domestik ketimbang wisman. “Kunjungan wisatawan domestik pada 2019 tercatat 190 juta, kunjungan akan kembali ke angka itu di 2021, ini akan lebih cepat,” ujarnya.
Hari menyontohkan kunjungannya ke Labuan Bajo yang sudah mulai didatangi para penyelam. Ia mengatakan bahwa jumlah kapal yang tersedia untuk menyelam habis dipesan.
Sebab, peningkatan wisatawan domestik sangat dipengaruhi oleh libur panjang. Hal tersebut terlihat dari kenaikan signifikan TPK Bali yang meningkat nyaris 200% pada bulan September hingga Oktober 2020. “Beberapa hotel sudah penuh reservasinya untuk akhir tahun,” kata dia.
Reporter/penyumbang bahan: Ivan Jonathan (magang).