UGM Targetkan Produksi 7.000 Alat Tes Corona GeNose hingga Februari

www.ugm.ac.id
Alat tes Covid-19 GeNose milik UGM. Tim UGM menargetkan alat ini bisa diproduksi ribuan unit hingga Februari 2021.
28/12/2020, 20.58 WIB

Alat pendeteksi Covid-19 GeNose milik Universitas Gadjah Mada (UGM) saat ini telah mendapatkan izin untuk digunakan di beberapa rumah sakit. UGM saat ini sedang berupaya untuk memenuhi permintaan alat tersebut untuk kebutuhan dalam negeri.

Tim GeNose UGM menyatakan saat ini lebih dari 100 unit alat deteksi tersebut telah habis terjual. Makanya mereka menargetkan akan memproduksi lagi GeNose sebanyak 2.000 unit pada Januari 2021 dan 5.000 unit pada Februari mendatang.

“Kami juga sudah mencatat ada permintaan dari luar negeri, khususnya dari Singapura. Namun, kami tetap memprioritaskan permintaan dalam negeri agar dapat teratribusi secara merata,” ujar perwakilan Tim GeNose UGM Dian K. Nurputra dalam Konferensi Pers Produk Riset dan Inovasi GeNose UGM dan Cepad Unpad, Senin (28/12).

Dian mengatakan pihaknya membutuhkan dukungan berbagai pihak untuk meningkatkan target kapasitas produksi alat tes ini. Karena itu, tim akan berkoordinasi dengan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) untuk memasukkan GeNose ke dalam ekosistem pemeriksaan Covid-19 di Indonesia.

“Terkait pihak yang akan memberi otorisasi, ini masih menjadi pekerjaan rumah kami. Namun, dengan telah mengantongi status izin edar, GeNose dapat dioperasikan oleh dokter maupun perawat,” kata dia.

Sementara itu, Universitas Padjadjaran juga mengklaim alat pendeteksi Covid-19 lain yang diluncurkan dengan nama CePAD, turut memiliki keunggulan. Beberapa diantaranya adalah deteksi antigen sudah direkomendasikan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). 

Di samping itu, CePAD pun sudah digunakan oleh rumah sakit pendidikan Unpad, laboratorium kesehatan Pemprov Jawa Barat, serta Komite PPI rumah sakit Santosa Bandung.

Perwakilan dari Tim CePAD Unpad M Yusuf menyatakan, kehadiran CePAD diharapkan dapat mengurangi ketergantungan alat deteksi antigen impor. Terlebih, biaya yang ditawarkan pun relatif murah, yakni berkisar Rp 120 ribu tiap tes.

“CePAD memiliki sensitivitas 85%, spesifisitas 83% dan akurasi 84%. Angka ini melampaui requirement WHO untuk uji antigen yang lebih dari 80%. Adapun kapasitas produksi kami 500.000 per bulan,” kata Yusuf.

Ia menjelaskan CePAD mendeteksi virus Covid-19 dengan cara interaksi antibodi spesifik Covid-19. Nantinya, warna merah akan terbentuk pada garis uji ketika virus tertangkap oleh antibodi.

“Saat ini CePAD sudah bisa diedarkan. Hanya saja, penggunannya masih terbatas di Bandung dan Jawa Barat. Mudah-mudahan tahun 2021 bisa dimanfaatkan lebih luas, sehingga diharapkan produk ini bisa digunakan secara global,” kata Yusuf.

Dalam kesempatan yang sama, turut hadir Menteri Riset dan Teknologi Bambang Brodjonegoro. Ia turut mengapresiasi inovasi buatan anak bangsa. Karena itu dia berharap, melalui inovasi ini pengendalian kasus Covid-19 di Indonesia dapat terkendali.

“Pada dasarnya, alat screening yang dibuat oleh anak bangsa sudah lengkap, kita sepakat screening tidak memerlukan impor lagi,” kata Bambang.

Sekilas Tetang GeNose dan CePAD

GeNose telah memperoleh izin edar dari Kemenetrian Kesehatan (Kemenkes) dengan nomor AKD 20401022883 pada 24 Desember lalu.. Melalui surat edar ini, GeNose telah resmi diproduksi secara massal, sehingga bisa dipakai untuk kepentingan masyarakat, khususnya dalam screening Covid-19.

Alat ini  mendeteksi pasien Covid-19, hanya memerlukan samper nafas yang nantinya akan disimpan dalam plastik khusus. Hasil yang didapat pun relatif cepat, sehingga pasien yang terpapar corona dapat segera ditangani.

“Berdasarkan pengalaman saya, dibutuhkan waktu 2,5 menit. Hal ini berbeda dengan beberapa alat screening lain, khususnya tes PCR,” ujar Menteri Riset dan Teknologi Bambang Brodjonegoro.

Adapun Bambang menyampaikan keunggulan yang dimiliki CePAD di antaranya hanya memerlukan waktu 15 menit untuk melakukan screening, tingkat akurasi tinggi, harga yang relatif terjangkau dan sudah direkomendasikan oleh WHO. 

“Sebentar lagi, pengembangannya akan menghasilkan bahan baku yang bersumber pada bahan mentah Indonesia. Tujuannya untuk dapat digunakan dalam pembuatan antigen domestik

,” kata dia.

Reporter: Annisa Rizky Fadila