Tak Bentuk TGPF, Mahfud Dukung Temuan Komnas HAM soal Penembakan FPI

ANTARA FOTO/Aprillio Akbar/foc.
Komisioner Komnas HAM Mohammad Choirul Anam menunjukkan barang bukti berupa proyektil dan selongsong peluru dalam konferensi pers perkembangan penyelidikan dan hasil temuan Komnas HAM RI atas peristiwa kematian enam laskar FPI di Kantor Komnas HAM, Jakarta, Senin (28/12/2020). Dari penyelidikan tersebut Komnas HAM menunjukkan sejumlah barang bukti hasil temuan di sekitar tempat kejadian perkara (TKP) beberapa diantaranya meliputi proyektil dan selongsong peluru, serpihan mobil, dan bagian dari CCTV.
Editor: Yuliawati
28/12/2020, 21.40 WIB

Pemerintah menegaskan tak tak akan membentuk Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) kasus tewasnya enam orang laskar Front Pembela Islam (FPI). Menko Polhukam Mahfud MD menyatakan mempercayakan proses investigasi kasus tersebut kepada Komnas HAM.

"Menurut UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM, pelanggaran HAM seperti itu urusan Komnas HAM," kata Mahfud, Senin (28/12) dikutip dari Antara.

Oleh karena itu, Mahfud mendorong Komnas HAM bekerja semaksimal mungkin mengusut kasus ini. Mahfud juga mempersilakan Komnas HAM mengumumkan hasil investigasi dan akan mengikuti apapun temuannya nanti.

"Kami tidak akan mempengaruhi, tidak akan intervensi. Nanti kami tindak lanjuti. Kalau Anda perlu pengawalan dari polisi, kami bantu, begitu," kata Mahfud.

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi ini juga menegaskan bahwa pemerintah tidak tinggal diam ketika proses investigasi Komnas HAM menyatakan terdapat pelanggaran dalam kasus tewasnya enam laskar FPI itu. "Kalau ada pelanggaran HAM dari polisi, kami akan selesaikan. Tapi, pemerintah memang tidak akan bentuk TGPF," ujar Mahfud.

Komnas HAM Temukan Proyektil dan Selongsong Peluru

Tim Pemantauan dan Penyelidikan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia menemukan tujuh butir proyektil dan empat butir selongsong dari tempat kejadian perkara (TKP) penembakan enam laskar FPI di Tol Jakarta-Cikampek kilometer 50. Ketua Tim Komnas HAM Choirul Anam mengatakan dari tujuh butir proyektil tersebut Komnas HAM hanya yakin pada enam proyektil peluru yang ditemukan.

Temuan lain empat selongsong, lalu serpihan dari badan mobil saat kendaraan polisi dan laskar FPI saling serempet. Temuan lainnya rekaman percakapan dan rekaman kamera CCTV jalan berkaitan dengan peristiwa penembakan tersebut.

Anam mengatakan bahwa nantinya seluruh barang bukti tadi akan diuji balistik dan dicocokkan dengan senjata yang ditembakkan kepada enam anggota laskar FPI. Ia mengharapkan nantinya pengujian itu dapat dilakukan secara terbuka, akuntabel, dan transparan.

"Soal proyektil itu terkait pistol atau laras panjang, pabrikan atau tidak, itu harus uji balistik. Jadi belum kami simpulkan, kami hanya menyampaikan di sini bahwa kami menemukan tujuh proyektil dan empat selongsong peluru (dari TKP)," kata Anam.

Anam mengatakan seluruh barang bukti, baik selongsong, proyektil, maupun serpihan bagian mobil ditemukan di sejumlah titik, tidak di satu titik saja. "Kami tidak bisa menyebutkan titiknya di mana saja, karena itu sedang kami 'cross-check' ulang, titik mana saja yang sesuai," kata Anam.

Anggota Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Beka Ulung Hapsara menambahkan konstruksi peristiwa penembakan laskar FPI yang ditemukan dari rekaman kamera pengawas (CCTV) di sekitar tol Jakarta-Cikampek kilometer 50 masih "kasar" dan perlu dianalisis lebih mendalam.

"Jadi (temuan rekaman kamera pengawas) tidak hanya di kilometer 50 saja, tetapi (konstruksi) sebelum dan sebelumnya juga kami dapat buktinya. Hanya saja, bukti itu masih perlu dianalisis. Karena ini (semua rekaman) kan masih 'kasar' lah begitu," kata Beka saat ditemui wartawan di Jakarta, Senin.

Beka mengatakan Tim Pemantauan dan Penyelidikan Komnas HAM masih akan mendalami bukti rekaman-rekaman tersebut dalam waktu dekat. Komnas HAM juga masih terus menggali keterangan-keterangan tambahan dari saksi dan saksi ahli.

Sehingga, kata Beka, tidak benar yang mengatakan Komnas HAM berhasil memperoleh kesimpulan akhir terkait peristiwa penembakan enam laskar FPI tersebut. "Sebab kami tidak pernah merilis soal kesimpulan. Jadi kalau ada pertanyaan apakah ada lokasi penyiksaan, kemudian benar-tidaknya informasi penyiksaan, dan sebagainya, silakan tanya kepada yang menyebarkan," kata Beka.

Pew Research Center membuat penelitian terhadap 25 negara di kawasan Asia Pasifik terkait isu kekerasan terhadap kelompok-kelompok agama. Riset ini menunjukkan Indeks Pembatasan Pemerintah (Government Restrictions Index/GHI) yang meningkat dari 3,8 pada 2017 menjadi 4,4 pada tahun berikutnya, seperti databoks berikut ini:

Reporter: Antara