Pemerintah resmi melarang dan membubarkan kegiatan yang dilakukan Front Pembela Islam (FPI) mulai hari Rabu (30/12). Hal tersebut disampaikan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD usai rapat yang dihadiri sejumlah pejabat berwenang.
Mahfud mengatakan FPI sejak 21 Juni 2019 telah bubar secara de jure sebagai organisasi kemasyarakatan. Meski demikian, ormas yang dipimpin Rizieq Shihab ini tetap menggelar aktivitas dan kerap melanggar ketertiban dan keamanan.
“Pemerintah melarang aktivitas FPU dan akan menghentikan setiap kegiatan yang dilakukan karena FPI tak memiliki legal standing baik ormas maupun organisasi biasa,” kata Mahfud dalam jumpa pers secara virtual, Rabu (20/12).
Rapat tersebut dihadiri Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, Kepala Badan Intelijen Negara Budi Gunawan, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly, Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin, Menteri komunikasi dan Informatika Johnny G Plate, dan Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko.
Selain itu, rapat juga dihadiri Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Boy Rafli Amar, Kepala Pusat Pelaporan dan Analisa Transaksi Keuangan Dian Ediana Rae, Kapolri Jenderal Pol Idham Aziz, dan Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto.
“Larangan kegiatan ini dituangkan dalam Surat Keputusan Bersama 6 pejabat tertinggi yakni Menteri Dalam Negeri, Menkumham, Menkominfo, Jaksa Agung, Kapolri, dan kepala BNPT,” kata Mahfud.
Dalam kesempatan tersebut, Wakil Menteri Hukum dan HAM Edward Omar Sharief Hiariej menyampaikan poin surat tersebut. Salah satu isinya adalah Isi anggaran dasar FPI bertentangan dengan undang-undang nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan.
Selain itu 35 anggota FPI terlibat tindak pidana terorisme dan 29 di antaranya telah dijatuhi hukuman. Sementara 206 terlibat tindak pidana lainnya dan 100 di antaranya telah dijatuhi hukuman.
“Pengurus dan anggota juga kerap melakukan sweeping di tengah masyarakat yang sebenarnya menjadi tugas aparat,” katanya.