Pemerintah tengah merumuskan rancangan peraturan pemerintah (RPP) tentang bidang usaha penanaman modal atau investasi. RPP ini merupakan turunan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU Cipta Kerja) sebagai pengganti Perpres No.44/2016 tentang daftar negatif investasi.
Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Yusuf Rendy menilai, RPP ini harus menyasar masalah-masalah mendasar yang tengah dihadapi industri saat ini. Seperti sulitnya koordinasi antara pemerintah pusat dan daerah.
"Beleid ini belum tentu memberi kemudahan bagi seluruh pihak. Tergantung dari poin yang akan dirumuskan. Kalau kemudahan baleid ini hanya memberi insentif pajak, tentu bukan solusi bagi sektor industri,” ujar Yusuf kepada Katadata.co.id, Selasa (12/11).
Menurut dia, aturan pelaksana yang tengah dirumuskan harus mengatur bidang usaha prioritas pada Proyek Strategis Nasional (PSN). Namun, ada sektor industri lainnya yang memiliki kebutuhan berbeda dari insentif yang akan diberikan kepada industri prioritas.
Artinya, pemerintah tak bisa hanya menyediakan karpet merah dalam bentuk insentif pajak dalam bentuk tax holiday maupun tax allowance, tetapi juga perlu memikirkan permasalahan lainnya seperti bahan baku, biaya energi, biaya logistik, kepastian hukum, dan kesiapan sumber daya manusia (SDM).
"Permasalahan industri di Indonesia tak bisa dituntaskan melalui insentif pajak. Karena itu, diperlukan pendekatan parsial dalam menyelesaikan persoalan industri. Jangan sampai dengan belum jelasnya aturan dari beleid ini, justru menimbulkan masalah baru dari sub industri yang mendapat prioritas,” kata dia.
Pemberian insentif pajak pun perlu disesuaikan dengan kebijakan fiskal jangka panjang dan harus dipastikan berapa lama diberikan kepada industri prioritas. Sebab, daftar positif pada investasi ini bisa menghasilkan penerimaan pajak dari pos lain, karena berkaitan dengan rancangan fiskal dalam jangka menengah dan panjang.
Tantangan selanjutnya adalah bagaimana pemerintah mengakomodasi kepentingan bahan baku dari sektor industri. “Kalau bicara peluang, memang RPP ini dirancang untuk membenahi UMKM agar naik kelas,” ujar Yusuf.
Sebelumnya, Kepala Departemen Ekonomi Center of Strategic and International Studies (CSIS) Yose Rizal Damuri menyatakan, UU Ciptaker bisa mencegah investasi yang tidak berkualitas masuk ke Indonesia, sehingga dapat mempengaruhi daya saing.
Aturan ini merupakan startegi pemerintah untuk megubah iklim usaha di Indonesia. Tanpa adanya perubahan, dikhawatirkan investasi yang datang ke Indonesia bukan jenis investasi yang baik karena tidak memajukan daya saing, tidak meningkatkan kapasitas Indonesia, serta tidak mempekerjakan SDM Indonesia.
Dia pun menilai, situasi tersebut diperparah dengan aturan yang tumpang tindih. Hal ini dapat memperlambat proses pemberian izin usaha, baik di tingkat pusat maupun daerah.
“Sejak Jokowi menjabat, dia berbicara soal reformasi iklim investasi dan iklim usaha, termasuk mengubah regulasi dengan paket ekonomi. Tapi, paket kebijakan ini dimulai dari bawah ke atas, regulasi yang ada itu diperbaiki,” kata Yose.