Presiden Joko Widodo membuka peluang akses vaksinasi Covid-19 secara mandiri atau berbayar kepada persuahaan swasta. Hal ini perlu dilakukan demi mempercepat penanganan corona.
Meski begitu, vaksinasi kepada swasta perlu dikelola dengan baik. Ia pun memperkirakan, merek vaksin dan lokasi vaksinasi untuk perusahaan kemungkinan akan berbeda dengan vaksin yang diberikan secara gratis.
"Ini baru kita akan putuskan karena kita perlu percepat, perlu sebanyak-banyaknya apalagi biaya ditanggung perusahaan. Kenapa tidak?" kata Jokowi dalam Webinar 11th Kompas100 CEO Forum dari Istana Negara, Kamis (21/1).
Menurutnya, vaksin virus corona menjadi salah satu kunci yang akan dilakukan pemerintah dalam jangka pendek, selain menerapkan protokol kesehatan. Saat ini, Indonesia memiliki 30 ribu vaksinator, 10 ribu puskesmas, dan 3 ribu rumah sakit yang bisa mendorong vaksinasi Covid-19.
Bila satu orang vaksinator bisa menyuntik 30 orang per hari, ini artinya hampir 1 juta orang bisa divaksin dalam satu hari. "Kekuatan kita di sini. Negara lain tidak punya," ujar dia.
Apalagi menurut Mantan Wali Kota Solo itu, RI berpengalaman melakukan vaksinasi setiap tahun kepada anak-anak. Oleh karena itu, ia memprediksi vaksinasi Covid-19 semestinya selesai kurang dari satu tahun.
Dalam kesempatan itu, Jokowi juga tetap memastikan bahwa protokol kesehatan menjadi kunci utama dalam jangka pendek. Kedisiplinan ini seharusnya mempengaruhi seluruh pola kehidupan dan ekonomi masyarakat.
“Entah makan di restoran nanti ada protokol barunya. Naik pesawat transportasi pasti ada protokolnya. Kerja di pabrik ada protokolnya,” ujar dia.
Sebelumnya Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir menilai vaksin virus corona secara mandiri alias yang berbayar tetap diperlukan. Meski begitu Erick memberikan catatan penting yang perlu dipenuhi untuk pengadaan vaksin mandiri.
Dia mengatakan, vaksin mandiri harus menggunakan jenis yang berbeda dengan vaksin secara gratis. Sejauh ini, vaksin gratis yang diberikan pemerintah sejak 13 Januari 2021 lalu merupakan vaksin yang diproduksi oleh perusahaan Tiongkok, Sinovac.
Catatan kedua, jangka waktu penyediaan vaksin mandiri harus berbeda dengan yang gratis, setidaknya berjarak 1-2 bulan setelah vaksin gratis diberikan. Menurut Erick, Kementerian Kesehatan sudah memiliki jadwalnya, sehingga Kementerian BUMN tinggal mengikuti jadwal tersebut.
Sebelumnya, Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia memberikan usulan kepada pemerintah untuk memberi akses vaksin mandiri bagi swasta. Hal ini untuk mendorong percepatan vaksinasi secara nasional, khususnya bagi karyawan dan pekerja.
"Jika vaksinasi ini bisa cepat dilakukan bagi karyawan, pekerja maupun kalangan dunia usaha, harapannya akan mempercepat pemulihan ekonomi," kata Ketua Umum Kadin Indonesia, Rosan P. Roeslani, seperti dikutip dari keterangan pers, Kamis (14/1).